11 - Waktu Yang Salah

571 76 19
                                    

Lagu melow tahun '90-an melantun pelan mengisi gendang telinga Alana.

Malam ini, entah mengapa perasaannya berkecamuk.

Ia terus kepikiran dengan kejadian yang terjadi tadi siang. Entah mengapa, ia benar-benar kecewa dengan Devan, dan merasa tidak enak dengan Vano.

Biasanya, saat Alana sedang kenapa-kenapa, selalu ada Devan yang menemaninya.

Tapi, sekarang Alana kenapa-kenapa karena Devan.

"Padahal, gue udah nyaman temenan baik sama lo, Dev. Tapi, lo patahin gitu aja," gumam Alana disela-sela ia merenung.

Tiba-tiba, terdengar denting notif pesan masuk.

Vano

Hei, lo gak apa-apa, kan?

Alana tersenyum membaca pesan dari Vano. Untung saja, tadi siang ia sempat menyimpan nomor Vano, sehingga ia tidak lupa, dan bertanya-tanya ketika Vano mengiriminya pesan.

Vano

Emang gue kenapa?

Ya ... Siapa tahu lo kenapa-kenapa setelah kejadian tadi siang.

Gue gak apa-apa, kok. Btw, makasih, ya. Dan maafin sikap Devan tadi.

No problem. Devan temen gue. Gue tahu dia kayak gimana. Diajak ngopi juga langsung baikan dia. Hahaha.

Oke deh.

Alana tersenyum simpul, dan merasa lega, karena Vano tidak menganggap serius sikap Devan.

Sekarang, Alana kepikiran Devan. Apakah cowok itu baik-baik saja? Apa ia sakit hati dengan ucapan Alana? Alana menjadi merasa bersalah karena sudah bicara kasar dengannya.

Ponsel Alana menyala, menandakan sebuah panggilan masuk.

Video call dari teman-temannya.

Alana beringsut dari tidurnya, dan menggeser tombol accept.

"Al, ayo main gartic," ucap Shireen dari seberang.

"Yups, gue udah buat room nya tuh," tambah Andin.

"Dan kita semua udah stay, tinggal nunggu elo," sambung Aura tak mau kalah.

Bagus teman-teman, mengajak bermain game disaat yang tidak tepat. Disaat hati Alana sedang berantakan tak karuan.

"Gue absen dulu, deh. Kalian duluan aja. Gue ngantuk banget, mau tidur lebih awal," jawab Alana.

Tanpa menunggu jawaban dari teman-temannya, Alana langsung mematikan teleponnya, sebelum teman-temannya berisik memaksa Alana agar ikut bergabung.

Alana merebahkan tubuhnya lagi, dan pikirannya kembali melayang-layang.

Mungkin, lebih baik ia memang harus tidur lebih awal.

Siapa tahu, besok pagi suasana hatinya berangsur membaik.

✏✏✏✏

Devan hanya melamun menatap langit-langit kamarnya.

Ia masih kepikiran dengan ucapan Alana tadi siang.

Apa gadis itu benar-benar marah padanya?

Apa sikapnya tadi siang benar-benar keterlaluan?

Tapi, jauh di dalam lubuk hatinya, Devan tidak ingin melukai Alana. Devan hanya khawatir pada Alana yang tak kunjung kembali. Dan refleks bersikap seperti itu, karena terkejut mendapati Alana sedang bersama orang lain, tanpa sepengetahuannya.

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang