8 - New Year

739 97 45
                                    

Hari demi hari berganti. Dan tak terasa, malam ini adalah malam tahun baru.

Diawali dengan pagi yang cerah. Matahari menyembul keluar dari arah timur. Menyapa setiap insan yang siap melakukan kegiatan rutinnya.

Alana keluar dari kamarnya. Ia sudah siap untuk berangkat ke sekolah dengan seragam osisnya. Ia kemudian menuju teras untuk memakai sepatu.

Ketika sibuk mengikat tali sepatunya, perhatian Alana tersita pada kamar yang ada diseberangnya.

Devan baru saja keluar dari kamarnya, hendak memakai sepatunya, seperti Alana.

Melihat itu, Alana langsung bergegas untuk segera pergi. Ia malas jika harus berhadapan lagi dengan Devan.

"Eh, Al! Tungguin!" Mendengar teriakan Devan, Alana semakin mempercepat langkah kakinya, agar cowok itu tak dapat mengejarnya.

Tapi, langkahnya kalah cepat. Devan sudah menarik lengan Alana agar berhenti.

"Ngapain sih, buru-buru," ucap Devan.

"Biar gak ketemu lo!" semprot Alana. Devan hanya tertawa.

Alana kembali melanjutkan perjalanannya. Rambutnya yang dibiarkan terurai, tertiup angin pagi yang segar.

"Al, nanti malem kan malem tahun baru. Ikut gue, yuk," ucap Devan menatap gadis yang berjalan disebelahnya.

"Gak. Males," jawab Alana ketus.

"Emang lo tahu, gue mau ajak lo ngapain?"

"Gak peduli." Devan hanya menganggukkan kepalanya, mendengar jawaban Alana.

Kemudian tidak ada percakapan lagi diantara keduanya, hingga mereka sampai di dalam kelas.

"Eh, Al. Nanti malem temen-temen ngadain acara bakar-bakar, sambil nungguin pergantian tahun. Di kost an kita. Lo ikut ya," ucap Shireen semangat, ketika Alana baru saja duduk dibangkunya.

"Hm? Siapa?"

"Ya gue, Andin, sama Aura."

"Oh." Alana tidak terlalu memperhatikan ucapan Shireen. Ia memasang earphone pada telinganya.

"Lo ikut, ya." Alana memandang Shireen sekilas. Gadis itu tampak sangat berharap. Akhirnya, Alana hanya menganggukkan kepalanya, tanda setuju.

✏✏✏✏

Sore ini Shireen, Andin, dan Aura sudah berkumpul di kamar Alana.

Mereka berencana untuk menginap di kamar Alana, karena Shireen beralasan bahwa kamarnya berantakan.

Akhirnya, sepulang sekolah tadi, Andin dan Aura pulang terlebih dahulu untuk berkemas.

Dan sekarang, mereka sudah berkumpul dengan membawa tas ransel dipunggung mereka.

"Eh, Al. Lo udah siapin semua bahan-bahannya? Gue udah bawain alatnya nih," ucap Aura mengeluarkan alat pemanggang dari dalam tas ranselnya.

Alana menggelengkan kepalanya santai, "Belum."

"Ih, gimana sih, lo. Bukannya tadi kita udah suruh lo siapin? Biar irit waktu." Aura tampak sebal.

"Mager mau beli," jawab Alana lagi.

"Udah. Udah. Mendingan kita beli bareng-bareng aja. Kebetulan gue bawa mobil," ucap Andin angkat bicara.

Orang tua Andin memang pengusaha sukses. Lebih tepatnya pemilik restoran. Bahkan, restorannya sudah memiliki cabang diberbagai kota. Jadi, wajar saja bila kehidupannya selalu tercukupi.

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang