32 - Ucapan Maaf dan Perpisahan

520 36 17
                                    

⚠️ Part ini mengandung bawang.

p.s: direkomendasikan untuk membaca sambil mendengarkan musik melow.

✏✏✏✏

Sudah lama, Devan dan Alana tidak pernah bertukar sapa. Sudah lama, Alana berhenti mengejar Devan. Dan sudah lama, Devan merasa kesepian karena jauh dari Alana.

Malam ini, Devan menatap langit-langit kamarnya, meratapi hidupnya yang tiba-tiba kosong.

Devan berbohong jika ia tidak merindukan Alana. Ia berbohong jika tidak ingin melihat senyum manis Alana. Dan ia berbohong jika tidak mencintai Alana lagi.

Semua Devan sembunyikan karena di lain sisi, ia merasa sangat kecewa dengan Alana. Gadis itu mengkhianati dan menyakitinya.

Tapi, kali ini, perasaannya meronta ingin menyuarakan apa yang dirasakannya selama ini. Ia ingin berbicara lagi dengan Alana setelah sekian lama saling mengabaikan. Dan ia ingin jujur tentang rasa yang selama ini ia pendam.

Tanpa mengulur waktu lagi, Devan bergegas berganti pakaian dan menuju kamar gadis yang selama ini selalu menghantui pikirannya.

✏✏✏✏

Devan mengetuk pintu kamar Alana perlahan, berharap gadis itu ada di dalam dan bersedia menemuinya.

Tidak perlu menunggu lama, pintu pun terbuka.

Alana terkejut dengan siapa yang datang, sedangkan Devan melukiskan senyumnya.

"D-Devan?" Alana mengucapkannya dengan ragu.

"Al, gue butuh bicara sama lo. Lo bisa ikut gue?" Devan mencoba berbicara selembut mungkin, agar gadis itu percaya bahwa Devan tidak memiliki niat jahat sedikit pun.

Alana mengangguk, "Gue ganti baju dulu bentar."

Beberapa menit setelah Alana kembali masuk, ia pun keluar dengan pakaian yang lebih rapi.

Kemudian, mereka mulai pergi menaiki motor, meninggalkan pekarangan kost, menuju suatu tempat untuk membicarakan masalah yang selama ini tak terselesaikan.

✏✏✏✏

Sampailah mereka pada suatu bukit yang tidak terlalu tinggi, dan tidak terlalu jauh dari tempat kost.

Alana turun dari motor, dan memandang ke bawah, tepat pada kota yang penuh dengan kemerlip cahaya lampu.

Devan duduk beralaskan rumput dan menatap jauh ke bawah. Alana mengikuti jejak Devan.

"Al, lo pasti udah tahu kan, kenapa gue bawa lo kesini." Devan masih menatap kosong pemandangan di depannya.

Alana menggelengkan kepalanya pelan.

Devan menoleh, "Gue kangen sama lo, Al."

Alana hanya menundukkan kepalanya, diam.

"Gue jahat ya, Al?" tanya Devan, tapi tak mendapat balasan.

"Gue gagal, Al. Gue gagal jadi orang yang bisa lo percaya. Gue gagal jadi orang yang akan ngelindungin lo, gue gagal jadi sandaran yang bakal nenangin lo disaat lo rapuh, dan gue juga gagal jadi orang yang bisa bahagiain lo. Justru, gue yang buat lo jadi ngerasa gak aman dan susah. Gue yang ngehancurin semua angan-angan lo."

"Gue gak tahu kenapa kemarin bisa bersikap kasar kayak gitu ke elo. Mau lo percaya atau enggak, gue nyesel, Al. Bener-bener nyesel. Entah kenapa, gue gak bisa berpikiran dewasa. Padahal, gue tahu itu bukan salah lo, tapi gue tetep memperlakukan lo seolah-olah lo tuh orang paling jahat di dunia."

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang