10 - Kenalan

592 80 18
                                    

Alana berjalan sendirian menyusuri koridor yang menghubungkan kearah koperasi sekolah.

Ini jam istirahat. Dan Alana kehabisan bolpoin. Jadi, ia bergegas untuk segera membeli, sebelum jam masuk berbunyi.

Ia harus berjalan seorang diri, karena Andin harus mengikuti ulangan susulan. Sedangkan Shireen dan Aura, tidak bisa istirahat, karena jam pelajarannya dilangsungkan.

Tapi, Alana biasa saja. Toh, ia sudah terbiasa sendirian.

Brukkk!

"Aduh," ringis Alana, ketika seseorang tiba-tiba menubruknya dari belakang.

"Eh, sori sori, gue gak sengaja." Alana menolehkan kepalanya menatap orang itu.

Cowok itu mengerutkan keningnya, begitupun Alana.

"Eh, ternyata elo," ucapnya lagi.

Itu Vano.

Alana mengerjapkan matanya beberapa kali, agar dapat mempercayai kejadian yang baru saja terjadi.

Alana diam, tak menggubris. Kemudian segera memasuki koperasi sekolah.

Ia harus segera menyembunyikan degub jantungnya yang semakin cepat. Ia tak ingin tampak aneh didepan Vano.

Alana berdiri menunggu antrean, karena hari ini koperasi tampak lebih ramai dari biasanya.

Beberapa detik kemudian, Vano berdiri disamping Alana.

Alana menunduk, dan melirik sepatu Vano yang berdiri disebelahnya.

"Lo ngapain disini?" Alana terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Vano.

Apa itu pertanyaan untuk dirinya?

Alana masih memandang lurus kedepan.

"Hey, Al!" Alana semakin terkejut mendengarnya. Vano menyebut namanya. Itu berarti Vano sedang mengajaknya bicara.

Alana menolehkan kepalanya perlahan, "Mau beli bolpoin."

"Sendirian aja?" Alana menganggukkan kepalanya.

"Yang lainnya kemana?"

"Gak tahu." Alana hanya bisa jawab sekenanya. Ia tidak ingin banyak bicara, takut jika salah ucap.

Tiba pada antrean Alana. Ia langsung membeli dua bolpoin, dan membayar. Ia harus segera pergi dari sini.

Ketika berbalik badan, dan hendak melangkahkan kakinya dengan cepat, lengannya ditarik oleh seseorang.

"Eh, tunggu dulu." Entah apa yang diinginkan Vano, sehingga tega membiarkan jantung Alana terus disiksa seperti ini.

"Lo gak ke kantin?" Alana menggelengkan kepalanya cepat.

"Kenapa?"

"Gak ada temen-temen gue. Males."

"Ke kantin bareng gue, yuk." Jantung Alana kali ini sudah tidak berdetak cepat, tapi ingin keluar dari tempatnya.

"Kalau gak jawab, berarti artinya iya," ucap Vano tanpa menunggu jawaban dari Alana.

Ia langsung menarik Alana menuju kantin.

Sesampainya di kantin, Vano langsung memilih duduk di bangku paling pojok, dekat dengan jendela.

"Lo mau pesen apa?" tanya Vano. Alana hanya menjawab dengan gelengan kepala.

"Masa ke kantin gak beli apa-apa," ucapnya sambil menaikkan alis.

"Terserah lo aja." Vano menganggukkan kepalanya, kemudian berlalu.

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang