15 - Rumah Untuk Pulang

508 72 16
                                    

Akhir minggu telah tiba. Sesuai dengan persetujuan beberapa hari lalu, Alana harus ikut Devan pulang ke rumah, untuk bersilaturahmi dan mempersiapkan kebutuhan berangkat ke Bali bulan depan.

Alana tidak tahu mengapa ia menyetujui ucapan Devan tempo hari. Yang ia tahu, ia harus menepati ucapannya sendiri.

Suara ketukan pintu terdengar. Itu pasti Devan, tidak usah diragukan lagi.

"Udah siap? Kita berangkat sekarang?" tanya Devan ketika pintu kamar Alana sudah terbuka.

Alana mengunci kamarnya, kemudian menganggukkan kepalanya.

Akhirnya, mereka pun berangkat menaiki motor bersama.

Panasnya terik matahari siang menemani perjalanan mereka.

Karena sistem sekolah hanya lima hari kerja, Devan dan Alana memutuskan untuk berangkat hari jum'at sepulang sekolah, agar bisa menginap satu malam, kemudian hari minggu dapat beristirahat.

Jarak yang akan ditempuh adalah 45 kilometer. Jadi, akan memakan waktu kurang lebih satu jam.

Selama perjalanan, Alana hanya berpegangan pada tas ransel Devan.

Tapi, lama-kelamaan, seiring dengan berjalannya waktu, Alana merasa kantuk mulai menghampirinya.

Ia sempat memejamkan matanya beberapa kali, tetapi kembali ke alam sadarnya.

"Al, lo ngantuk, ya?" tanya Devan sedikit berteriak, agar suaranya dapat menembus angin yang kencang.

"Enggak, kok," jawab Alana berbohong.

Devan menarik tangan Alana untuk berpegangan pada pinggangnya, "Pegangan yang kuat, nanti jatuh."

Alana mematung. Kini, ia telah memeluk Devan, membuat rasa kantuknya semakin menjadi-jadi.

Akhirnya, mau tidak mau, Alana menjadi terlelap dibalik punggung Devan.

Melihat Alana yang hanya diam lewat spion, Devan hanya tersenyum simpul.

Kemudian, ia melajukan motornya dengan kecepatan normal. Tidak apa-apa sampai di tempat tujuan lebih lama, asalkan selamat.

✏✏✏✏

Devan menepuk-nepuk pipi Alana yang masih terlelap, "Al, bangun. Udah sampai."

Alana mengerjap beberapa kali. "Hah? Udah sampai?" ucapnya mengulang. Kemudian menyapu pemandangan disekitarnya.

Keren. Kata yang pertama kali terbesit di benak Alana.

Rumah minimalis berukuran besar dan berwarna hitam putih itu berhasil membuat Alana terpaku beberapa saat, karena memandangi keindahannya.

"Kakak!" Teriakan dua anak kecil berhasil membuyarkan lamunan Alana.

Kedua anak kecil berumuran sekitar tujuh tahun itu langsung berhambur memeluk Devan.

"Hei, kalian apa kabar?" Devan berjongkok di depan mereka.

"Baik. Kita kangen sama kakak." Gadis kecil berkuncir dua itu langsung memeluk Devan kembali.

"Kakak, itu siapa?" tanya bocah laki-laki secara berbisik, tapi masih dapat di dengar oleh Alana.

Devan berdiri dari tempatnya, "Ini namanya Kak Alana. Temen sekolah kakak. Kenalan dulu, dong."

"Hai, Kak Alana!" sapa dua bocah cilik itu bersamaan.

Alana tersenyum melihatnya. Lucu, "Hai. Nama kalian siapa?"

"Namaku Alsava, panggilannya Sava," jawab gadis berkuncir dua itu.

"Kalau aku Gavin, panggilannya Avin," sahut bocah laki-laki tak mau kalah.

Why Him? [COMPLETED✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang