Hellloo Every Body, i'm come back hehe, sorry demorry banget sudah lama tak muncul karena Author sedang sibuk menjadi mahasiswa tingkat akhir yang sedang ujian akhir, hihi. Oke ini cerita seorang bidan senior pengidap HIV/Aids, tapi sudah berpulang sekarang 😭😭, kali ini bukan pengalamanku, tapi cerita dari dosfav ku yang sangat keibuan, cerita itu membuatku terhenyuh sampai ingin berbagi dengan kalian. Ini cerita mahasiswa S2 di institusi lain.
Ah terlalu banyak mukadimah, yuk lansung mulai.
🦃🦃🦃
Kenalkan namaku kinan (nama samaran), seorang bidan baru kelahiran ibukota provinsi ku dan bertugas di sebuah desa terpencil yang juga masih di provinsi ku, walaupun masih daerahku, bukan berarti aku pernah kesini.Aku seorang lulusan diploma 4 kebidanan. Bidan memang cita-citaku, bukan sekedar pelarian saat dituntut kuliah setelah tamat sma. Bidan, menurutku itu keren.
Desa ini adalah desa dengan jalan raya yang kecil dan minim kendaraan umum. Selain itu, puskesmas terdekat mereka berjarak 10 kilo meter menggunakan kapal, dan rumah sakit 15 kilo meter, tentunya dengan kendaraan kapal juga.
Kapal ini tergolong mahal, 40 ribu sekali penyebrangan, belum lagi kendaraan umum untuk mencapai puskesmas dari pelabuhan, tapi justru situasi ini membuatku merasa tertantang, aku harus menjadi peri tangguh disini.
🐶🐶🐶🐶
Aku memang ahlinya berkomunikasi, hanya dalam beberapa minggu saja aku sudah dekat dengan masyarakat desa tempatku mengabdi, dan kau tau? Disini bidan seperti dewa.Walau aku nakes baru, tapi disini aku mengalahkan dokter umum yang sudah lama menetap di sini, aku diminta untuk menangani semua kasus fisik maupun psikologi, ku tangani semua yang ku bisa sesuai kemampuanku, jika diluar kemampuanku, aku akan berkonsultasi ke dokter desa.
Dokternya baik, ia disini bukan untuk uang, ia disini untuk mendedikasikan ilmu guna membantu rakyat terpencil, niatnya sungguh mulia, tapi tak disambut antusias oleh masyarakat desa, bisa ditebak, ia kurang pandai dalam hal komunikasi atau bisa disebut dokter yang cuek pada pasien.
Bisa jadi karena di masa pendidikan kedokteran, ia hanya terfokus pada tuntutan pendidikan yang super dan kurang mempelajari komunikasi pada pasien, berbeda dengan bidan yang memang bergelimang dengan komunikasi setiap sks.
🎑🎑🎑
Di desa, aku juga menjelma menjadi psikolog abal-abal, banyak ibu-ibu yang konsultasi denganku, mulai dari masalah dengan suami, anak yang malas belajar, bahkan bagaimana cara mengatur keuangan.Walau bukan tamatan psikologi, setidaknya dimasa pendidikan ku 4 tahun kuliah kebidanan, aku belajar apa itu wanita, juga kebutuhan dan perubahan psikologi per fase wanita. Jadi aku memberikan asuhan sesuai prinsip kebidanan, motivasi dan pendekatan saja jika masalahnya pada anak-anak.
🐮🐮🐮🐮
Hari ini pasienku datang silih berganti dari jam 8 pagi sampai jam 7 malam, aku hanya punya waktu 2 jam untuk istirahat tidur setiap Dzuhur dan Ashar, kuakui ini lebih melelahkan daripada bekerja dirumah sakit.🐕🐕🐕
Hahhh... Akhirnya jam dinas ku selesai, waktunya tidur."Tok..tok..tok"
Seseorang menggedor pintuku yang sudah usang, tapi sepertinya bukan pasien, ketukannya lebih sopan.
"Ohh.. Pak, silahkan masuk" ujarku.
Ternyata dokter desa yang berkunjung ke rumahku.
Ia masuk keruang tamuku dan lansung duduk, aku tidak menyalahkan sopan santunnya, dia seorang dokter, jadi terbiasa mengerjakan sesuatu dengan cepat dan tidak bertele-tele. Lansung saja ku buatkan kopi lalu duduk dengannya diruang tamu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Woman's Struggle
RomanceINI CERITAKU SEBAGAI MIDWIFERY HASIL PAKSAAN ORANGTUA. SETIAP HARI SELALU MENGENANG MASA DEPAN BURUK KARENA PROFESI KU YANG SEPERTI TAK BERGUNA DI KOTA KU, BAHKAN AKU SENDIRI PUN BELUM PERNAH MELIHAT PERSALINAN SECARA LANSUNG, AKAN JADI APA AKU NAN...