Rahim yang seperti Hati

2.6K 44 37
                                    

Haii Readerss, Kumi back, hehe.
Panggil Kumi aja yaa, Author agak ribet dan kesannya seperti penulis terkenal aja hihihi.
Kali ini ada cerita tentang seorang ibu paruh baya penderita mioma uteri kronis sampai rahimnya keluar , Miom uteri bukanlah suatu penyakit yang mampu merenggut nyawa, tapi mengancam rahim dan rasanya sakit yang amat sangat. Jadi mioma uteri harus terdeteksi dengan cepat guna penanganan segera. So, selalu waspada ya gaiiss...

Ohh yaaa!! Ingatkan kumi jika ada kesalahan kepenulisan ya, karena Kumi biasanya nulis menjelang tidur, jadi nulisnya sambil nahan ngantuk bahkan ketiduran. So, gak fokus gais hehe.
Happy Reading🤗🤗

🐶🐶🐶🐶
Hahhh.. Ruang Poned...
Ponek dan Poned sama saja, bukan beban kerjanya, tapi para seniornya.

Yap ini cerita dinasku disebuah Rumah Sakit neraka, satu- satunya rumah sakit yang not recommended buat magang, tapi tak kupungkiri juga, aku cukup bersyukur dinas disini, disini aku mendapat banyak pengalaman haru dibanding rumah sakit lainnya.

🎈🎈🎈🎈
Kebetulan dinasku kali ini berbarengan dengan bulan suci ramadhan. Ini pertama kalinya bagiku, berpuasa sambil melayani pasien.

Namanya puasa, menahan lapar dan kesabaran, tentu perasaan akan lebih sensitif, walau lebih muda dan terbiasa dibela dirumah, dilahan praktik kamu harus berbesar hati dan mengalah pada seorang nenek sekalipun. Terlebih prilaku senior yang tak ada bedanya dengan perloncoan.

🦁🦁🦁🦁🦁
Sebenarnya aku sudah cukup terbiasa dengan ini, karena ini sudah minggu ke 3 dinasku, namun ada satu hal yang tertahankan olehku, setiap mahasiswa dinas sore dan pagi bertugas memandikan pasien, tapi bukan itu masalah intinya, melainkan keharusan memandikan seorang pasien Mioma Uteri.

Ini masalah intinya, memandikan pasien Miom dengan uterus yang sudah keluar dan memiliki aroma paling tak sedap yang pernah kutemui.

Bayangkan kamu harus memandikan pasien tersebut dan membersihkan uterus si sumber bau beberapa menit jelang buka puasa. kadang untuk meminum seteguk air saja aku membutuhkan nyali yang besar, karena terbayang nanah encer di popok pasien tersebut.

Butuh 5 orang untuk memandikan sang ibu, 2 orang untuk mengangkat panggulnya, 1 orang untuk menggangkat uterusnya, 1 orang untuk menarik popoknya dari samping, dan 1 orang untuk memasang popoknya, jadi kami semua kebagian jatah, karena satu shift biasa ada 5 atau 6 orang.

Tak semua orang kuat dengan baunya, bahkan ada salah seorang temanku yang muntah di kamar mandi pasien itu, aku tak menyalahkan sikapnya, toh muntah itu tak bisa di tahan, daripada muntah dalam masker atau di lantai, sudah bagus pilihannya untuk muntah di kamar mandi pasien.

Baunya bikin serba salah, pakai masker 5 lapis pun baunya masih menyeruak, pakai parfum perlapis maskernya juga bikin baunya jadi aneh.

Ini benar-benar salah satu ujian terberat ku di masa pendidikan. Di saat raga sudah menyerah, tapi jiwa terikat sumpah. Kami baru bisa makan sejam kemudian setelah memandikan si ibu, karena jam makan sudah lewat, jadi kami makan secara bergantian.

🐳🐳🐳🐳
Awalnya aku tidak menyukai pasienku yang satu ini, ia terlalu banyak permintaan, minta air hangat, minta ganti sarung bantal, infus macet, minta bukakan jendela, dan sebagainya.

Tapi aku juga cukup kasihan padanya, ia dirawat diruang kelas 3 sendirian tanpa keluarga, dan pernah dimarahi seniorku karena menghidupkan AC, sebenarnya seniorku tidak bermaksud demikian, tapi saat itu ia dimarahi dokter yang memeriksa sang ibu pasienku, karena AC memperparah baunya.

Woman's StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang