Anggrek di Persimpangan Terminal

214 19 4
                                    

Di minggu cerah pagi ini aku duduk di sebuah pangkalan bubur ayam lapangan olahraga kota. Golden Hour ala sunshine jam 7 pagi membuat lapangan seketika padat dengan para remaja yang sibuk mengabadikan momen.

Dari sekumpulan muda-mudi yang tengah sibuk berswafoto itu, pandanganku tertuju pada segerombolan 4 pengamen jalanan berbaju lusuh dengan seorang wanita hamil tomboy yang tak kalah lusuh, bahkan aku tak bisa memperkirakan kapan terakhir mereka mandi atau berganti pakaian.

Namun bukan penampilan mereka yang membuatku tertarik, melainkan isi dari perut si wanita yang dikelilingi 4 pria itu. Entah ilmu dari mana dan dasar teori apa aku yakin sekali kalau wanita itu benar sedang hamil, itu bukan penyakit.

🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
Tengah asyik memperhatikan mereka, mata ku tiba-tiba bertemu dengan mata gadis itu.

Dan akhirnya dengan sedikit kikuk aku tersenyum sipu.

Anehnya si gadis tidak membalas senyumku.

💤💤💤💤💤💤
Lama berdiskusi, mereka berjalan mendekatiku, wahhhh sungguh rasanya dag-dig-dug sekali, aku tak tau harus berbuat apa jika mereka melabrak ku.

☔☔☔☔☔☔
Bubur 5 mas!!

Sontak teriakan pria muda itu membuatku kaget, bahkan mereka tidak menoleh padaku sama sekali, apa aku salah tingkah sendiri? Aihhh malunya.

✨✨✨✨✨
"Misi kak, mari makan"

Wahh, benar-benar definisi don't judge book by cover, nyatanya mereka cukup sopan.

"Kalau hasil sekarang ditambah 2 hari kemaren sih, cukup buat USG"

Tuhh kan aku gak salah.

"Ehh tapi kalau diambil, buat lahiran jadi kurang" sahut si pria lain.

"Udah kita lahiran tempat bidan Jeni (nama samaran) aja, katanya boleh nyicil" pria lain ikut memberi saran.

"Ehh tapi kita pernah ngutang obat belum bayar, emang bidan Jeni mau ngutangin lagi?" Dan si pria terakhir pun angkat bicara.

Semua pria ini memperhatikan sekali si calon ibu, bahkan salah satunya menambahkan sate ampela ke mangkuk si calon ibu sembari diskusi.

Apa mereka ayahnya? Tapi yang mana?

"Udah ah gak usah sok USG segala, mahal tauk, kita lahiran di bidan Jeni aja, kata ibuknya gak papa kok, kalau ada duit aja obatnya bayar" akhirnya si calon ibu menengahi.

Dari bahasa dan postur mereka, sepertinya masih duduk di bangku SMP atau baru masuk SMA alias masih dibawah 17 tahun.

Kenapa bisa? Dan jika sudah hamil besar begini, kemana orang tua bocah ini? Bahkan bubur favoritku tak mampu tertelan saat itu, entah apa hubungannya dengan nafsu makan ku, tapi yang jelas aku sangat penasaran kala itu.

🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀🥀
Walau tak kenal dan tak tahu kejadian yang sebenarnya, tapi rasanya aku ingin tahu lebih dari sekedar penasaran saja, dalam hati kecilku aku ingin memberikan pertolongan dalam bentuk apapun, tapi aku tak tau caranya.

Alhasil aku lebih sering mengunjungi lapangan olahraga kota hanya sekedar untuk bertemu dengan mereka sesering mungkin, karena kota ku bukan kota yang besar, ternyata aku bisa bertemu mereka dimana saja, dalam semalam kami bisa bertemu 3 kali, mungkin karna tafsiran persalinan semakin dekat jadi butuh biaya lebih dari sekedar makan.

Ada rasa kasihan dan kagum pada si calon ibu, harus kerja keras menjelang persalinan, sesekali ku curi-curi pandang pada si gadis manis itu di sela-sela candaan tongkrongan, entah kebetulan atau apa, ternyata lokasi tongkrongan ku sama dengannya. Aduhai manisnya tawa gadis itu, terlihat jelas ia sangat siap menyambut buah hatinya secara mental.

Woman's StruggleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang