7. Rooftop

700 45 2
                                    

Mari berbincang, bicarakan. Salah faham itu biasa, yang tak biasa adalah ketika mau menyelesaikan salah faham itu sendiri.
-Sky-

Happy reading!

***

Gadis itu memejamkan mata menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya, rambut panjangnya yang tergerai sedikit kusut karena tertiup angin.

Sebenarnya ia merasa tak tenang kabur diam-diam. Ini juga pertama kalinya dia skip kelas. Suasana hati nya sedang tidak baik-baik saja. Maka dari itu ia butuh ruang sendiri.

Tangan kirinya sibuk menuliskan kata-kata indah yang ada di dalam kepalanya. Banyak hal yang orang tak ketahui, tentang mengapa ia begitu lancar menulis dengan lengan kiri.

Ia kembali menatap indahnya langit di atas sana, beruntung cuaca kali ini cukup indah. Gadis itu menyunggingkan senyuman. Setidaknya ada banyak hal yang perlu ia syukuri.

"Anak pinter bisa bolos juga ternyata."

Agatha menoleh terkejut mendengar suara yang tak asing di telinganya. Ia menutup buku dan menaruh pena nya di atas pangkuan. "Orang pinter juga manusia kan?" sahutnya.

"Gue kira lo gak akan bisa bolos Ta." Nata duduk di sebelah Agatha.

Sementara gadis itu tersenyum membenarkan, memang hal aneh jika hari ini ia memilih bolos dan skip kelas. Memilih berdiam sendiri di rooftop.

"Kebetulan aja kok, lagi pengen cari udara segar. Sumpek di kelas." jelasnya.

Nata menganggukan kepalanya mengerti, "Ada masalah ya? Gue juga biasa nya kalo gak ada di kelas, atau lagi cape sama suasana kelas ya nongkrong disini."

"Disini enak, suasana nya tenang. Cuma ada suara kendaraan lewat di bawah sana. Langitnya juga keliatan jelas." Agatha menengadah.

Lagi-lagi Nata mengangguk menyetujui, memang tempat yang tepat di datangi selain lapangan basket baginya adalah rooftop.

"Oh iya Nat, kemarin chat itu maksudnya gimana ya?" tanya Agatha.

Nata terdiam, ia merutuki teman-teman nya yang sangat iseng. Gara-gara dare itu ia kebingungan harus menjawab apa. Tak enak jika menyebut nya hanya tantangan, tapi lebih tak enak kalo sampai Agatha malah berpikir ada maksud lain.

"Oh itu, biasa lah si Jack iseng. Lo risih ya? Sorry."

Agatha menggeleng, "Enggak, cuma ya bingung aja."

Suasana kembali hening, sungguh Nata benci terjebak di suasana seperti ini. Dirinya harus mencari topik bahasan lain.

"Emm, Ta." panggil Nata.

"Ya? Kenapa?" gadis itu menolehkan kepala nya. Menunggu apa yang akan dibicarakan Nata.

Nata ragu untuk bertanya, tapi ia juga penasaran dengan jawaban gadis itu.

"Mau tanya apa?" Agatha kembali bertanya setelah menunggu Nata yang tak kunjung bicara.

"Gue mau tanya, soal kenapa lo yang tiba-tiba jauhin gue dulu." akhirnya keluar juga apa yang ingin di tanyakan.

Agatha diam, matanya menatap ke arah buku yang ada di pangkuannya.

"Kalo lo gak mau jawab juga gak papa."

"Soal itu, aku cuma butuh waktu sendiri. Apalagi posisi waktu itu, aku baru aja putus dari Khafi. Rasanya gak nyaman kalo aku deket sama cowo lain." jelas Agatha.

Nata diam, memang benar saat itu ia tahu jika Agatha berstatus sebagai pacar dari teman satu kelasnya. Khafitalan.

"Dan waktu kamu coba deketin aku, waktu itu aku juga mikir kalo gak mungkin seorang Nata cuma bisa deket sama satu cewe. Apalagi aku tau kamu banyak deket sama cewe lain. Jadi aku berusaha kasih jarak yang emang cukup jauh sama kamu. Itu aja." Agatha tersenyum.

Penjelasan terakhir ini membuat Nata kembali memutar memori saat itu, apa benar ia memang terlihat sebajingan itu?

Jika di putar kembali rasanya benar juga, dulu Nata sangat mudah mendekati gadis lain. Tapi hanya sebatas dekat. Ia mudah untuk dekat dengan siapa saja, apalagi wanita. Dan mungkin yang orang lain tangkap adalah bahwa dia hanya senang bermain-main dengan perasaan orang. Padahal kenyataannya ia tak pernah berniat membiarkan orang menaruh harapan padanya.

Pantas saja gelar 'Playboy' menempel pada dirinya.

"Gue perlu lurusin ini, maaf kalo lo ngerasa gue mainin, tapi gue sama sekali gak ada maksud kesana. Dan gak berniat buat mainin lo atau perasaan lo Ta." sesal Nata.

Agatha menghela nafas, "Yang udah ya udah aja, lagian itu kan udah lama juga."

Nata menyetujui itu, ini artinya saatnya membuka lembaran baru. Bersama mungkin?
Cara terbaik menghadapi salah faham adalah dengan membicarakan dan menyelesaikan apa sumber utama dari salah faham.

"Lo udah maafin gue?" Tanya Nata. Agatha hanya mengangguk. Pertanda ia sudah memaafkan kesalahan yang lalu, toh hanya sebuah salah faham biasa kan?

Nata refleks menggenggam tangan Agatha, "Alhamdulillah, Ta. Gimana kalo kita buka lembaran baru sama-sama?"

Agatha yang terkejut menautkan alisnya bingung, "Maksudnya?"

"Kita baikkan ya?" seolah seperti sihir ajaib, Agatha menganggukan kepalanya.

"Oke kalo gitu, besok gue tanding basket datang ya. Ajak temen, yang penting jangan sendiri kesana. Gimana?"

"Oke, aku coba. Selesai ibadah aku dateng nonton."

"Yaudah balik kelas gih, anak pinter gak seharusnya sering bolos." Nata mengacak rambut Agatha.

Yang salah itu perlu diperbaiki, salah faham perlu dibicarakan. Bukannya diam, seolah tak saling kenal dan tak ingin saling meluruskan apa yang salah.

Tbc

[ATS1] B L A C K Y ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang