16. Hilang Arah

361 28 1
                                    

Terlahir sebagai manusia yang memiliki banyak bakat tidak berarti menunjukkan sebuah kesempurnaan hidup. Tuhan akan mengirimkan paket komplit sebagai penyeimbang. Dimana ada kelebihan maka terdapat kekurangan.
-Blacky-

Happy reading!

***

Sesampainya di kost an Nata membanting tas nya ke kasur dan terduduk dengan menyentuh kepalanya.

Banyak hal yang menganggu pikirannya. Terutama masalah penjelasan Jeremy tadi di sekolah, dan beberapa hal yang sangat-sangat membebani dirinya.

Bahkan ia mengacuhkan pertanyaan Ardian sejak masuk kost. Ia juga tak mengidahkan panggilan budek nya yang sejak di depan pintu menawari makanan.

Jangan salah faham, Nata bukan anak yang kurang ajar dengan memperlakukan orang yang lebih tua seperti itu. Bukan lagi. Karena faktanya dahulu ia juga memiliki latar belakang yang tak baik.

Ia sendiri bingung haru menghadapi ini semua bagaimana. Ia kembali ke titik nol. Notifikasi chat dari Agatha yang menanyakan kabarnya saja ia acuhkan.

Ia mendukkan kepalanya di antara kedua tangannya. Sungguh semua nya sangat membebqni pikirannya.

Tuntutan dari pihak pembina sastra kemudian angklung dan lainnya. Serta keputusan yang baru saja ia ambil. Apakah langkah nya sudah benar? Apakah semua keraguan dan beban ini memang sudah menjadi tanggung jawabnya?

Menjadi seseorang yang famous itu bukan berarti begitu nikmat seperti apa yang orang lain fikirkan. Apalagi dirinya memegang tanggung jawab sebagai pemimpin yang sangat tidak mudah.

Pikirannya benar-benar kacau. Langkah mana yang harus ia ambil esok hari?

Nata meraih ponselnya kemudian menekan tombol panggilan. Ia menunggu seseorang disebrang sana mengangkat telepon. Dering tersambung terdengar, tapi tak ada tanda-tanda akan di angkat. Ia mematikan ponselnya. Mungkin sedang sibuk.

Tapi tak lama kemudian ponselnya kembali berbunyi, panggilan masuk dari nomor yang tadi ia telepon.

"Hallo kak." suara lembut ibunya terdengar dari sebrang sana.

Tanpa sadar Nata menitikan air matanya, ia merindukan ibu nya. Karena kesibukan nya selama sekolah ia sudah 2 minggu tidak pulang ke Bandung. Biasanya setiap minggu ia akan pulang dan beristirahat di Bandung bersama keluarga nya.

"Ummi apa kabar? Nata rindu." nada suaranya bergetar, tak bisa dibohongi bahwa perasaan anak laki-laki akan mudah luluh kepada seorang ibu.

"Alhamdulillah baik kak. Kakak disana sehat kan?  Gimana sekolahnya?" Nata lemah hanya kepada wanita yang telah melahirkan nya.

"Alhamdulillah baik juga Ummi. Kakak sehat, dan sekolah aman kok Mi." jawabnya.

Ibu nya tersenyum di sebrang sana, bersyukur jika keadaan putra nya memang baik-baik saja. Selama di Bandung pun mereka berkumpul saat Abriana memiliki waktu kosong. Profesinya sebagai dokter di sebuah rumah sakit tentu saja membuat dirinya sibuk. Belum lagi suaminya sendiri Thomas sibuk pada seminar sebagai konsultan pendidikan.

"Ada apa toh kak? Tumben sekali telfon. Nanti juga minggu kan kamu pulang ke Bandung kak. Ada yang mau diceritakan?" tanya Abriana.

Nata mematung, ibunya selalu tau apa yang ia rasakan. Kuat sekali feeling seorang ibu.

"Nata hilang arah Mi.." ia mendengar helaan nafas dari ibunya.

"Coba ceritakan sama Ummi." sesungguhnya Abriana sangat cemas mendengar Nata kembali seperti ini.

Bukannya tak percaya putranya ini lelaki tangguh, hanya saja ia memang mengetahui jika sudah seperti ini putranya akan kacau dan mengambil keputusan dengan tergesa.

Ini lah yang membuatnya sempat tak mengizinkan Nata untuk tinggal terpisah walaupun alasannya supaya lebih dekat ke sekolah. Tapi ada waktu dan titik dimana ia akan membutuhkan ibunya atau ayahnya.

Semua hal yang menjadi pertanyaan dalam kepala Nata dan segala permasalahan nya ia cerita kan kepada ibunya. Dan Abriana menyimak dengan baik apa saja yang dikatakan putranya.

"Semua yang kakak lakukan itu sudah benar. Tidak ada yang salah, Ummi yakin kalau teman-teman kakak juga setuju dengan yang kakak lakukan. Menjadi seorang pemimpin itu tanggung jawabnya besar, apalagi untuk seorang pria. Dan kakak sudah memutuskan mengambil itu juga menjalankan dengan baik. Ummi gak merasa ada yang salah dari itu, mungkin kakak perlu bicara dengan teman dan anggota kakak. Apakah ada yang keberatan atau tidak. Karena kalau hanya berdasarkan pendapat Ummi saja tidak cukup. Dan mungkin kakak akan merasa puas juga berpikir ulang apa semuanya sudah benar atau tidak." Jawab Abriana.

"Dan untuk keraguan atau kebimbangan kakak mengenai pilihan coba kakak tanyakan pada sang pencipta. Minta petunjuk, jalan apa yang akan kakak ambil dan keputusan mana yang perlu di ambil. Percayalah Ummi bangga, kakak sudah sangat bertanggung jawab dengan apa yang kakak lakukan." Nata meneteskan air matanya, kemudian tersenyum.

Hatinya merasa tenang ketika mendengar apa yang disampaikan ibunya. Ia kembali memantapkan hatinya. Manusia seperti Nata yang memiliki banyak kemampuan juga kharisma sebagai pemimpin tetaplah selalu memiliki kekurangan yang menjadi pelengkap kelebihannya.

"Makasih Ummi, Nata udah cukup tenang dan tau harus apa. Oh iya Abi kemana?"

"Abi kamu lagi keluar, katanya ada seminar. Sekalian beliin si adek hadiah. Kamu minggu depan pulang kan? Budek sehat?"

Nata mengangguk dan menjawab "Budek sehat, Insya allah kalo semua selesai kakak pulang Ummi. Kalo gitu salam sama Abi dan Adek. Kakak pamit dulu ya Umi. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Nata mengganti pakaian dan pergi keluar untuk meminta maaf telah mengacuhkan budek nya. Saat ini lega dan bebas sudah beban yang ia tahan. Lelaki sejati memang harus bertanggung jawab dan berdiri di kakinya sendiri.

Tbc

-----------------------------------------

Hai!^^ Jangan lupa buat follow dan vote kalo kalian suka sama ceritaku. Oiya komen juga untuk saran, dukungan dan kritik lainnya.

Typo adalah jalan ninjaku!^^

[ATS1] B L A C K Y ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang