CHAPTER TIGA PULUH TIGA: Benang Kusut.

104 17 0
                                    

—Jangan iri dan mencoba menjalani hidup seperti orang lain, meski ditakdirkan untuk menjalani hidup yang keras dan penuh perjuangan. Semua orang pasti melakukan kesalahan dan itu bisa diperbaiki—

----

Silvi pun kembali menatap buku catatan yang tersaji di depannya. Kini, wajah Silvi tampak serius, rahangnya mengatup dengan keras, sesekali memukul-mukulkan bolpoin pada buku catatan tadi. Membuat orang yang sudah duduk di depannya tampak cemas sekaligus bingung karena mendadak dapat panggilan dari Silvi yang meminta ditemui di ruangannya.

Hawa-hawanya ada yang tak beres, pikir Dion. Baru saja ia ingin bertanya, tiba-tiba saja Silvi bergerak. Wanita itu membuka laci mejanya untuk mengambil sesuatu. Lalu setelah mendapatkan apa yang ia cari, Silvi pun menyerahkan sesuatu itu yang berupa dua buah foto yang dibungkus plastik kepada Dion.

''Foto? Dari mana kamu dapat foto ini?'' Setelah meraih foto itu, Dion pun menatap Silvi dengan penuh selidik.

''Kamu masih menyimpan buku catatan pertanyaan untuk Dimas dulu?'' Silvi menjawab pertanyaan Dion dengan sebuah pertanyaan juga.

Dion mengangguk. "Masih, bahkan saya selalu membawanya. Tunggu di sini sebentar, saya akan mengambil map itu di mobil.''

''Tidak usah. Saya hanya ingin mengatakan kalau kedua foto ini saya dapatkan dari Dimas sebelum kabur.''

''Maksudmu Dimas pemilik foto in—''

Belum sempat Dion melanjutkan omongannya, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Ia meringis, Silvi menggeleng.

"Saya angkat dulu,'' sesalnya, Silvi mengangguk. Sial, pikir Silvi. Ia tak tahu, kenapa setiap kali ada hal yang penting untuk disampaikan ke Dion, selalu saja mendapat gangguan.

''Ada kasus apa lagi, Yon?'' tanya Silvi ketika Dion selesai bicara lewat telepon.

''Bunuh diri. Saya harus pergi, nanti kita bicara lagi. Saya akan bawa kedua foto ini, kamu jangan banyak pikiran dan tak perlu khawatir. Saya pergi dulu, nanti kalau semua sudah selesai, saya akan mengabarimu,'' katanya, setelah itu menghilang secepat kilat. Lagi-lagi Silvi mendengkus, ia pun menyandarkan punggungnya paksa ke sandaran kursi.

---

Darah tercecer di lantai kamar. Polisi, walau sudah tiba di lokasi kurang dari satu jam sejak pelaporan kasus itu tak kunjung menyentuh mayat. Mereka menanti kedatangan orang lain. Sedangkan di luar gedung apartemen itu sudah dikerumuni warga sekitar, belum lagi para pencari berita begitu tergesa-gesa memohon masuk ke tempat di mana pembunuhan itu terjadi.

Tak berselang lama dari aksi dorong antar polisi dan wartawan, sebuah mobil kepolisian berwarna gelap akhirnya tiba di lokasi kejadian. Dari mobil itu, turun petugas dengan pakaian berbeda dari polisi yang berjaga. Mereka mengenakan kaos polos biru bertuliskan slogan Interpol 'Turn Back Crime'

Lima orang yang baru datang itu adalah Milo, Fian, Shella—walau masih menggunakan tongkat, Kapten Brian, dan satu orang wanita lagi segera bergegas menuju apartemen unit 207 berukuran 6X4 meter itu, kemudian disusul Dion yang baru saja datang. Dion yang baru datang pun ikut masuk ke tempat kejadian perkara. Baru saja Dion melangkah masuk, aroma anyir itu telah tertangkap hidung. Aroma itu menyeruak ke seluruh ruangan pengap di mana jasad seorang laki-laki ditemukan teronggok di atas tempat tidur salah satu Apartemen di Global Indah Yogyakarta, 5 kilo meter dari Tuga Yogyakarta, dan 7 kilo meter dari Malioboro Mall.

Merekalah yang dinanti-nanti sejak tadi. Salah seorang dari petugas ini—Kapten Brian memberi perintah untuk melakukan oleh TKP secepat mungkin dengan membandingkan posisi mayat, sidik jari manyat, dan posisi pisau agar bisa menemukan kemungkinan lain dari kasus tersebut. Lalu, dalam waktu singkat, para Petugas Inafis pun bergegas melakukan tugasnya untuk mengidentifikasi hal penting terkait kasus ini.

TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang