CHAPTER LIMA PULUH TUJUH: Hidup.

46 9 0
                                    

—Jika kau berpikir, maka kau akan hidup—

----

Sedang di sisi lain tempat di mana Sammy dan Rianna berada ...

Tania terbaring di kasur dengan tangan dan kaki terikat kuat, ia menoleh ke kanan dan ke kiri tak ada apa pun kecuali kegelapan yang perlahan mencekik lehernya. Tak ada angin, tak ada suara, mau pun udara.

Gadis itu tercekat menyadari kesunyian kian mengisi, membuat dadanya kian terhimpit, sakit, rasanya begitu sulit. Ia tak tahu sudah berapa lama dirinya terjebak dalam keadaan begini. Entah, gadis itu memejamkan mata, cairan sialan itu tiba-tiba merembes tanpa pamit.

Sesaat, pikiranya melayang tertuju pada Bian. Ya, bocah aneh itu di mana sekarang? Bagaimana keadaanya? Sial, Tania semakin menangis, air mata sialan itu kian deras saja. Bagaimana tidak, setahunya ia menunggu Bian membelikannya sesuatu yang manis. Entah kenapa ia merasa ingin memakan makanan itu dengan pikiran bosan terhadap menu di RS.

Bian tentu menolak, tetapi bocah lelaki itu tak bisa berkutik banyak ketika berhadapan dengan Tania. Setelah berseteru tak berarti, Bian pun akhirnya ingin melesat pergi mencari semua yang diinginkan Tania, sedangkan ia memutuskan untuk menunggu di area taman.

Di sana, gadis itu merasa selama ini ada yang memperhatikannya. Namun, setiap kali ia mengecek, tak ada apa-apa yang ia dapat. Lalu, ketika ia ingin kembali ke kamar, Silvi tiba-tiba datang menemuinya. Tanpa banyak kata, wanita itu mengajak Tania untuk kembali masuk ke ruang, berbincang-bincar sembari menunggu Bian yang sudah pergi. Lalu, kemudian ia diajak oleh Silvi untuk berjalan-jalan ke luar guna menghirup udara segara. Tania yang sudah mengingat semuanya pun mengiyakan terlebih ia juga sudah sangat bosan berada di RS ini, tetapi dengan syarat harus menunggu Bian terlebih dahulu.

Namun, Silvi mengatakan tak ada waktu dan menyeretnya begitu saja tanpa persiapan apa pun. Jadilah gadis kecil itu berangkat dengan pakaian RS masih melekat. Sesaat saat di perjalanan, Tania merasa sedikit aneh terjadap perubahan wajah Silvi hari ini. Ya, wanita itu seperti ketakutan setengah mati dengan lingkaran hitam di mata.

Namun, Tania tak mau ambil pusing. Satu yang ia ingat, Tania sempat melihat siluet wajah Sammy melakukan penyerangan pada Silvi. Setelahnya, ia kemudian tertidur setelah meminum air yang diberikan Silvi padanya sebelum penyerangan itu.

Ya, walau tak yakin, tetapi ia benar-benar melihat bagaimana Sammy memukul kepala Silvi dengan sesuatu. Entahlah, ia benar-benar terlelap sebelum akhirnya bangun dan mendapat suntikan lagi yang membuat Tania kembali tertidur. Mengetahui hal tersebut membuat kepalanya sangat sakit.

Tidak! Ini bukan saatnya untuk bercengeng-cengeng ria. Tidak, Tania sekali lagi menggeleng. To, semakin ia menangis, udara di sekitar kian menipis. Jadi, ia tak mau mati dalam keadaan kehabisan napas.

Sial, pikir Tania. Ia benar-benar kesusahan mengambil napas karena kain sialan itu. Ia tak tahu jenis kain apa yang menutupi wajahnya selain benda itu tercium sangat menyengat. Saking kuatnya bau itu, kepala Tania benar-benar ingin meledak di perparah nyeri sialan yang masih bersarang di otak.

Masih terikat, perlahan ia mengatur napasnya dengan seksama mencoba menetralkan deguban jantung yang hampir berhenti berdenyut. Sialan! Gadis itu kembali mengumpat. Kesal karena ia tak tahu apa yang telah terjadi sehingga berakhir di sini dan di mana ia sekarang? Kenapa ia bisa berada di sini dan terikat seperti wanita-wanita di mimpi itu.

Deg!

Mimpi? Telinga gadis itu seketika berdengung. Ia terpejam ketika dengungan itu kian menjadi seperti ingin merobek indera pendegar miliknya. Kini, kepalanya sudah berkedut seribu kali lipat dari sebelumnya.

TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang