CHAPTER EMPAT PULUH DELAPAN: Rencana.

39 12 0
                                    

—Manusia sekadar berusaha dan berdoa, tetapi itu tak cukup jadi jaminan karena tak ada yang tahu kejutan apa yang akan terjadi hari ini, nanti atau di kemudian hari—

----

Ia berdiri tepat di depan LED lebar sambil berkata, ''Tolong perlihatkan rute terakhir Silvi terlihat. Kemungkinan di sana orang itu menunggu Silvi dan Tania. Di video itu adalah si otak semua ini, sedangkan yang menculik Silvi dan Tania adalah orang yang tampak menyiksa dulu. Lihat cara ia menggenggam pisau tadi ... dominan tangan kiri yang berarti dialah yang melakukan semua kejahatan itu.''

Sontak semua yang ada di situ menatap ke arah Nanda. Kemudian setelah mendapat rute yang diminta, ia kembali menjelaskan di mana titik-titik yang kemungkinan di lewati mobil yang menculik mereka berdua yang kemudian meninggalkan mobil wanita itu.

Setelah penjelasannya berakhir, pengintaian pun di mulai lagi di titik yang baru. Semua tim disebar ke seluruh tempat di mana kemungkinan mobil orang itu terlihat. Namun, sebelum itu, Nanda meminta Fian untuk memberinya rekaman cc tv semua mobil yang melaju ke jalur sebaliknya sebelum mobil Silvi dinyatakan hilang. Setelah beberapa saat, wanita itu akhirnya mendapatkan mobil tersebut, mobil yang sama yang hampir menabrak Dion dulu.

Ketika Fian melihat mobil itu, ia langsung teringat dengan kakaknya—Rina, terlebih ia belum pernah menemui kakaknya lagi setelah pertengkarannya semalam dan ketika ia hendak menelpon, ponsel wanita itu tak aktif.

Ketika ia ingin menelepon ke rumah saja dan menanyakan bagaimana keadaan Rina, terpaksa harus ia hentikan karena Nanda sudah memintanya untuk tetap fokus mengikuti ke mana Dion berada, serta tetap memperhatikan jalur-jalur yang ia sebutkan tadi.

Sedangkan Malik yang sudah tahu kalau Tim Dua berhasil mengumpulkan bukti-bukti tentang kasus Dimas itu hanya bisa berpasrah diri. Bertahun-tahun hidup dalam penyesalan serta ancaman membuatnya benar-benar tak tenang.

Entahlah, semenjak kejadian itu, ia merasa gagal sebagai penyidik. Malik menengadah, ia terpekur sambil memutar kembali ingatan tentang kasus Dimas yang ditanganinya dulu.

Saat itu, Dimas ditangkap atas tuduhan pembunuhan berantai pada keluarganya sendiri setelah pelaporan. Dimas dibekuk oleh anggota Tim Satu yang dikepalai oleh Malik sendiri. Dalam pemeriksaan kepolisian, Dimas disiksa agar mengakui semua kejahatannya seperti yang dituduhkan polisi mengingat semua bukti mengarah kepada laki-laki itu.,

Namun, seiring berjalannya penyelidikan, Malik kemudian menemukan fakta bahwa Dimas bukanlah pelaku sebenarnya setelah menggali keterangan dari Tania kecil satu-satunya saksi yang tertinggal selain Tia yang keberadaanya tak kunjung diketahui. Pernyataan itulah yang pada akhirnya Malik serahkan sebagai barang bukti untuk membebaskan Dimas dari tuduhan.

Namun, Malik terpaksa melenyapkan bukti-bukti itu seolah keberadaanya tak pernah ada, terlebih Tania kecil pada waktu itu dianggap tak memberikan apa-apa. Ya, Malik melakukan itu semua lantaran mendapat ancaman dari seseorang yang tak ia dikenal. Orang itu akan mengatakan akan menghabisi keluarganya seperti keluarga Narendra jika ia sampai membantu Dimas.

Walau Malik menolak, pada akhirnya ia pun setuju. Jadilah kekerasan pada Dimas kian berlanjut. Proses pemberkasannya pun sudah direncanakan sesuai dengan skenario Malik. Namun, ketika disidang, Dimas tetap bersih keras mengatakan kalau ia tak bersalah saat menjalani proses BAP di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Hal itu semakin membuat Malik geram. Hari-hari pun berlanjut, kekerasan itu semakin menjadi, tak hanya pihak polisi, tetapi para napi pun kerap merudung Dimas. Walhasil, Dimas pun mengalami trauma mendalam akibat penyiksaan tersebut bercampur dengan ingatan tentang keluarganya yang meninggal tragis. Dan dipersidangan kedua, ia akhirnya divonis seumur hidup atau sekurang-kurangnya 20 tahun penahanan atas perbuatan yang tidak pernah ia lakukan.

TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang