CHAPTER LIMA PULUH SATU: Ibu dan Ayah.

51 13 0
                                    

—Manusia memang terkadang harus serakah, karena tidak ada yang bisa membuat seseorang lebih kuat daripada menderita. Itulah sebab akibat—

----

Di umur yang masih terbilang sangat muda, mereka sudah menjalani hidup yang menyedihkan. Hingga karena itu pula, rasa kebencian kian merebak dan tumbuh di hati keduanya. Mereka sangat membenci si ayah melebihi rasa bencinya pada diri sendiri. Bagi mereka, selama napasnya masih berembus, ia tak akan pernah melupakan kejadian itu.

Hingga pada akhirnya, salah satu dari mereka pun menyerah. Si ibu yang mungkin sudah tak tahan terus dipelakukan seperti binatang pun memutuskan untuk mengakhiri nyawanya sendiri dengan sebuah pistol.

Ya, si ibu menembak kepalanya sendiri setelah bertengkar lagi dengan si ayah. Namun, bukannya menolong atau merasa bersalah, si ayah yang saat itu berdiri tepat di depan si ibu, mala tertawa girang.

Kejadian itu benar-benar membuat semua orang terpukul kecuali si ayah. Dan kejadian itu masih terus membayang di otak si kakak sampai sekarang, terlebih ayahnya benar-benar bersih dari hukuman.

Kini, wanita itu menyeringai ketika ingatan beberapa tahun tersebut berakhir. Dan untuk membalas kematian si ibu, jadilah mereka kembali ke Yogya dan tinggal di rumah kakek dan nenek setelah belasan tahun bermukim di Jakarta. Ya, kota Yogya-lah yang menjadi akar dari semua penderitaan mereka.

''Apa jalang-jalang itu sudah diberi makan?'' tanyanya kepada pelayan yang dipanggil tadi.

Pelayan itu mengangguk. "Sudah, Nyonya. Saya juga sudah mempersiapkan mereka untuk Nyonya ajak bermain,'' jawabnya. Si wanita menoleh, ia memperhatikan wajah pelayan itu lekat.

Kenyataan jika si pelayan tak becus mengurus Tania benar-benar membuatnya marah. Namun, ia berhasil meredam emosinya mengingat ia harus bermain dengan bedebah jalang itu.

''Begitu?'' tanyanya lagi memastikan.

''Iya, Nyonya.''

"Bagus.'' Ia mendengkus, "kamu bisa pergi sekarang dan pastikan untuk menghubungi Aryo agar cepat melenyapkan Tania anak sialan itu. Arght! Bagaimana bisa kamu melepaskan dia, hah! Aku masih tak habis pikir kenapa kamu tak melenyapkan Tania saja dari dulu. Keberadaan dia benar-benar mengancam Aryo.''

''Ma-maaf, Nyonya. Saya memohon ma—''

Baru saja pelayan itu menjawab, ponsel wanita itu berdering. Sebelum menjawab panggilan itu, ia lebih dulu mengangkat kedua tangan ke udara pertanda menyuruh si pelayan keluar. Si pelayan mengangguk, ia segera pergi mengikut pergerakan tangan wanita itu. Lalu, setelah menghela napas panjang dan dalam, si wanita pun menjawab telepon tersebut.

''Kamu di mana, Yo? Jangan katakan kalau kamu masih bersama dengan dokter gila itu.''

''Aku?'' kata orang itu dibalik telepon. ''Aku ada di belakangmu, Kak.''

Mendengar hal itu, sontak membuat si wanita segera berbalik. Ia menyeringai ketika melihat adik kesayangannya sudah ada di sini.

''Kejutan!''

''Bagaimana bisa kamu—"

"Kakak tahu, aku bisa berada di mana saja kapan pun aku mau,'' celahnya.

Sang kakak kembali tersenyum, ia menatap adik kesayangannya itu dari atas sampai bawah.

"Bagaimana dengan mereka semua?''

''Yang mana dulu, Kak?''

''Semuanya! Termasuk Dion polisi bodoh itu.''

TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang