CHAPTER TIGA PULUH EMPAT: Perlahan Terurai.

75 15 0
                                    

—Semua punya cerita, semua punya kisah, semua orang adalah pemeran utama di kehidupannya masing-masing—

----

Deg!

Josep langsung menunduk—Fikran juga. Wajahnya melipat pucat. Ia tak mengira jika inspektur itu lebih menakutkan ketika marah, karena selama ia bekerja di sini beberapa bulan lalu, ia tak pernah melihat Dion marah sekalipun, bahkan orang itu terkenal dengan sangat ramah dan bersahabat kepada semua orang termasuk juniornya.

Josep akui, ia memang bersalah kali ini, ia tak seharusnya melakukan kesalahan ketika sedang bertugas apalagi statusnya sekarang yang masih baru sebagai fotografer dari tim inafis. Jadi, karena itu pula untuk memperbaiki kesalahnnya, ia pun memohon maaf sebesar-besarnya pada Dion. Ia pula melanjutkan dengan menjawab pertanyaan pria itu walau masih dalam mode takut.

''Sudah, Pak. Tapi keluarga korban meminta jenasa korban dikirim secepat mungkin ke kediaman keluarga. Dan soal cc tv, tim tidak menemukan apa-apa, baik dalam ruangan maupun di luar ruangan itu.'' Beruntung ia bisa menjawab, karena tadi ia sempat bertukar informasi pada Fikran dan juga Ardi. Josep membatin, ada gunanya juga mengetahui banyak hal walau itu bukan tugasnya.

Dion menghela napas panjang. Sesaat, setelah diembuskan, ia kembali membuka suara—kali ini untuk Fikran setelah Josep dibiarkan pergi untuk melanjutkan lagi tugasnya yang sempat terhenti.

''Kalau begitu utus beberapa petugas untuk ke alamat asli korban dan menemui keluarganya, selain saksi dari sini, kita perlu saksi dari kerabat korban yang lain guna membantu dalam penyelidikan. Dan satu lagi, hubungi teman-teman terdekat korban yang ada di sana, siapa tahu kita bisa mendapat petunjuk. Ah, ya, panggil ketiga saksi awal ke sini dengan managernya, saya perlu menanyakan beberapa hal.''

''Siap, laksanakan, Pak.''

Dion mengangguk, kemudian mengedarkan pandangan ke segala arah di ruang ini sebelum berjalan ke salah satu jendela dan membukanya. Dari sini, lelaki itu bisa melihat tower-tower lain yang terletak satu kompleks dengan apartemen ini. Ketika matanya masih memandang, tiba-tiba saja ia melihat ada pergerakan kecil di satu tower terdekat dari tempatnya berpijak.

Dion menyipit, ia melihat ada sesosok perempuan dibalik jendela yang ditutupnya tadi. Dion tak mau larut dalam pikiran itu, ia pun melenggang pergi ke depan lemari korban untuk mencari sesuatu. Jika ia tak salah kira, mungkin saja si korban menyimpan benda-benda atau apa pun yang berkaitan dengan wanita, entah teman dekat atau malah pacar. Namun, ketika hendak memeriksa, tiba-tiba saja Ardi datang—Tim Inafis juga yang lebih fokus mengumpulkan benda-benda terkait kasus.

''Lapor, Pak. Kami sudah mengecek semuanya, tidak ada barang curian atau apa pun yang hilang di kamar ini, kecuali dompet korban.''

"Benarkah?'' ''

''Ya, Pak.''

''Lalu di mana saksi yang saya mintai tadi?''

Ardi mematung, ia tak bisa menjawab karena memang ia tak memanggil saksi seperti yang diminta Dion. Dion yang melihat mimic wajah Ardi itu lantas memanggil Fikran kembali.

"Maaf, Pak. Saksi sekarang sedang diinterview oleh Bu Nanda dan juga Kapten Brian. Kata beliau, ia juga ingin menanyakan beberapa hal kepada saksi.'' Fikran lansung menjawab ketika ia baru saja sampai, sekarang ia sudah berdiri tegap dan siap seperti Ardi di sebelahnya.

Dion menukik alis, lama ia berpikir sebelum akhirnya menyuruh kedua orang itu kembali mengerjakan tugasnya. Sedangkan ia tetap fokus mencari petunjuk yang barang kali ada di lemari ini. Tepat setelah ia menggeledah semua isi di lemari itu, Dion menemukan ada laci kecil di dalam lemari tersebut, posisinya sedikit ke kanan dan agak kebelakang.

TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang