CHAPTER TIGA PULUH ENAM: Pengalaman.

69 14 0
                                    

—Lilin di kamar mengeras, bunga telah mati. Jika masih berdiri, itu hanya sikap melarikan diri—

----

Sepakat, mereka semua mengiyakan. Setelah menggumamkan itu, Brian dan Tria sudah meninggalkan unit apartemen ini. Brian kembali ke kantor untuk melanjutkan tugasnya memeriksa file si Maniak bersama Shella, Tria kembali ke pusat laboratorium forensik untuk melakukan pemeriksaan pada korban setelah mendapat persetujuan keluarga, Fian juga kembali ke kantor—tepatnya ke ruang khusus yang disediakan untuk dirinya—bergelut dengan laptop guna menyelesaikan tugas-tugasnya. Milo kembali menyisir jejak-jejak yang barang kali tertinggal, sedangkan Nanda dan Dion memutuskan meninggalkan TKP ke tempat pusat perbelanjaan yang disebut guna mencari bukti tambahan.

Di dalam mobil Dion tak banyak bicara, ia hanya fokus menyetir untuk segera sampai ke tempat yang dikatakan wanita di sampingnya barusan. Namun, sepertinya wanita bernama Nanda itu memiliki sifat terbuka, makanya ia berinisiatif untuk mengajak Dion bercerita agar suasana canggung di mobil ini mencair.

''Khum, kupikir aku belum memperkenalkan diri secara resmi, Pak. Aku Nanda, salah satu perwakilan dari Devisi Psikologi Kriminal yang baru bergabung di tim Anda hari ini. Senang bisa bertemu dengan Anda Pak, mohon bimbingannya.''

"Ya, senang juga bisa bertemu dengan Anda. Tapi bagaimana bisa kamu tahu kalau perempuan yang kamu lihat itu adalah pelaku utamanya?''

''Stop! Kita sampai di sini saja. Maksudku, mobil Bapak berhenti di sini saja.''

Dion mengernyit, ia pun menurut perintah. "Untuk apa? Bukannya kita mau ke pusat perbelanjaan itu?''

Nanda tersenyum, wajahnya yang terlihat sedikit berisi membuat si mata tenggelam. Sebelum menjawab, ia sempat melihat arloji di tangan kirinya. ''Apa Bapak punya laptop?''

Dion mengangguk, ia pun mengambil laptopnya yang ada di kursi belakang. "Untuk apa?''

''Sekarang jam 13.25, jam istirahat biasanya hanya sampai jam 13.00. Apa Bapak sudah memeriksa cc tv di apartemen itu?''

Sekali lagi Dion mengernyit. ''Sudah, tapi tak ada hasil. Cc tv-nya benar-benar bersih dan hanya menampilkan si korban saja. Tapi untuk apa laptop ini?''

''Tenang saja, Pak. Aku akan menjelaskannya secara berurut.''

''Khem, tapi apa tak terlalu dini menyimpulkan pembunuhnya adalah perempuan itu tanpa bukti apa pun? Maaf, saya bukannya meremehkan kamu, tapi walau pun kasus ini terasa sepele, tapi kita tak bisa menjatuhkan seseorang tanpa bukti?''

''Aku bisa mengerti, Pak. Walau pun kasus ini adalah manipulasi, tetapi tanpa bukti kita tak boleh asal menuduh apalagi menjembloskan sembarang orang ke dalam jeruji dingin itu. Khum, apa Bapak punya tersangksa lain?''

''Saya tak mau berspekulasi lebih dalam tanpa bukti yang jelas.''

''Pasti perempuan yang ada di apartemen sebelah itu yang selalu tampak mengintip di balik jendela?''

Dion menatap lekat Nanda. "Bagaimana bisa kamu tahu?''

"Aku akan menjelaskannya nanti, yang pasti perempuan itu bukan pelakunya sama seperti kata Kapten Brian.''

''Maksudmu?''

"Aku akan menjelaskan soal cc tv dulu.'' Dion terdiam, ia memasang telinganya baik-baik. "Oke.''

"Kalau memang benar cc tv-nya bersih, kemungkinan si pelaku punya bekingan orang dalam, di mana orang dalam itu punya jabatan tertentu sehingga ia bisa meyabotase cc tv itu semua tanpa takut ketahuan. Ah, ya, aku kurang begitu yakin, tapi semua cc tv yang menampilkan rute dari unit 207 termasuk di dalam kamar tak singkron dengan cc tv ketika kita sudah sampai di lantai bawah menuju luar.

TaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang