Seperangkat Alat Shalat beserta Mesjid, Imam dan Makmum

16.6K 1K 24
                                    

Belum sempat ditinjaug. Tandai kalau ada typo atau kalimat rancu, yaaa. Terima kasih dan selamat memba a🥰🥰🥰









*****

"Lo mau pulang ke mana, Ya?"

Buyar sudah fokusku saat Arsa bertanya dalam keadaan mengemudi. Aku takut fokus Arsa yang sedang menyetir terbagi, terus dia nabrak trotoar, mobilnya terpental ke jurang, meledak, dan aku meninggal sebelum nikah. Amit-amit!

"Ke rumah Papa aja, Ar." Aku kembali berdoa supaya sampai di rumah Papa dengan selamat tanpa kurang apapun.

"Nggak ke rumah KPR?" Arsa malah bertanya lagi.

Demi apapun, aku cuma pengin berdoa dengan khusuk tapi Arsa nanya terus. Apa perlu aku sumpal mulutnya biar diam dan fokus aja mengemudi, mengantarkanku ke rumah dalam keadaan selamat?

"Nggak mau! Ke rumah Papa aja yang deket biar cepet sampai. Lo fokus nyetir aja jangan banyak omong!"

Dia berdecak, "lebay banget sih lo. Besok-besok lo harus ikut gue balap mobil."

Bodo amat!

Aku masih kesal karena ternyata Arsa bisa nyetir juga. Dia sengaja usil menjadikanku supir pribadinya supaya aku kerepotan. Asem emang, orang macam Arsa ini halal ditimpuk batu jumroh. Menyebalkan.

Begitu sampai di rumah Papa, dan Arsa menghentikan laju mobilnya, aku langsung turun sembari mengucap syukur. Rasanya mau sujud syukur aja, tapi Arsa bakal mengejekku lagi. Jadi, aku bilang makasih aja. Terus Arsa ikut-ikutan turun dari mobilnya.

"Lo baik-baik dijalan, Ar!"

Bukannya masuk mobil lagi, Arsa malah jalan ke arahku.

"Lo kalau nyetir harus fokus."

Arsa diam di depanku. Aneh banget.

"Sayang itu mobil kalau lo bawa nabrak."

Arsa masih diam kayak orang yang habis sawan. Aku makin bingung, nggak tahu harus ngapain. Masa iya dia kaget sendiri karena ternyata bisa nyetir, atau malah... "Apa lo takut nyetir sendiri? Mau gue anterin?"
Dia menggeleng pelan. Terus kenapa masih diaammm?!

"Mau nginep?"

"Mau ngapel," jawabnya enteng. Allahumaaaa!

"Nggak ada!" Mentang-mentang sebelum pulang tadi aku memamerkannya sebagai pacar supaya nggak narah, terus dia jadi mau ngapel beneran. Arsa ini nggak nangkap leluconku atau gimana. Tumben lemot, timpuk juga nih.

"Sana lo balik aja, udah malem juga!"

Pas banget udah ngusir Arsa, pintu rumah malah terbuka. Papaku keluar sambil menggelung sarung di perutnya lalu menghampiri Arsa dan mengajaknya masuk rumah. Nggak tahu kenapa, Papa itu seneng banget kalau Arsa sudah datang ke rumah, aku jadi dilupakan begitu saja. Aku sudah layaknya anak pungut saat ini, Papa kukuh mengajak Arsa masuk. Sedangkan aku nggak dilirik sama sekali. Sedih banget.

"Kenapa, Diya?" tanya Papa akhirnya sadar keberadaanku.

"Papa, Arsa biar pulang aja, ya. Kasihan sudah malam, mana bawa mobil sendiri." Kalau sampai Arsa masuk ke rumahku, aku mending ngungsi aja ke panti asuhan.

The Past Future [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang