Kepada seluruh Warga, aku persilahkan para hadirin sekalian buat menghujatku habis-habisan. Aku mengaku egois sampai melupakan sisi kemanusiaanku. Andai aja dulu aku mengesampingkan sifat egoisku, mendengarkan Adrian, bukan malah menukasnya, mungkin akhir ceritanya tidak akan seperti ini.
Kalau aku tahu Arsa sudah unboxing Sanaya duluan dalam keadaan nggak sadar, mungkin aku bakal ajak dia bicara pelan-pelan sampai dia paham dan mau tanggung jawab, mungkin keadaannya nggak bakal serumit ini. Aku dengan Adrian, Arsa dengan Sanaya sambil mengemong Dio. Kami akan hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing, tidak akan bertemu dengan kebimbangan dan rasa sakit.
Siapa penyebab rasa kecewaku?
Diriku sendiri.
Aku cuma bisa diam-diam menangis di bawah kendali Adrian. Jangan sampai dia tahu penyesalanku dan malah menghentikan kegiatannya. Aku mau Adrian membawaku malam ini, di sini juga, jangan ada yang menghalangi.
Jika Arsa sudah tidak segel lagi, maka aku juga harus sama, aku nggak mau rugi. Sekali lagi, hujat saja aku yang berniat menerima Arsa yang mencintaiku sejak dulu, tapi malah membiarkan Adrian menjelajahi leherku dengan bibir basahnya.
Arsa mencintai Sanaya karena nggak bisa memiliki aku, sedangkan Adrian datang padaku karena rindu dengan Sanaya. Aku sudah pernah berada di posisi mencintai, sekarang aku cuma pengin dicintai. Arsa bisa memberikannya, melimpahkan cintanya yang dulu terpendam buatku. Untuk saat ini, biarkan aku menyamakan posisiku dengan Arsa. Sama-sama tidak utuh.
Apa begini rasanya jadi Sanaya saat Arsa mencumbunya? Dia merasa terpaksa seperti aku sekarang?
Aku bergerak, menyusut pipiku yang basah di bahu Adrian, kemudian pria di atasku menopang kedua lengannya di samping kepalaku, menumpu berat badannya sendiri. Rambutnya sudah berantakan akibat aku remas, dan bajunya juga sudah kusut aku mainkan. Aku ini seekor ikan yang memancing kucing buat datang. Adrian kucingnya.
"Kenapa?" tanyaku karena Adrian cuma diam memandangiku setelah sebelumnya dia sibuk sekali mencumbu apapun yang bisa disentuhnya.
"Janji sama Mas kalau setelah ini kamu nggak bakal pergi lagi, dan janji kalau kamu nggak bakal pernah beritahu Arsa tentang Dio."
Tiba-tiba aku jadi kesulitan bernapas, bukan karena tubuh Adrian menindihku, tapi alu terlalu bingung tidak thau harus menjawab apa. Tentunya tujuan Adrian berbanding terbalik dengan tujuanku.
Meskipun Arsa ternyata bikin umat manusia kecewa, tetap saja dia nggak salah sepenuhnya. Dia berhak tahu status Dio, Arsa cuma lagi nggak sadar, dia salah paham, dan Adrian sendiri tidak berusaha menjelaskan, malah menjunjung gengsi. Tapi kalau Arsa tahu, bagaimana kalau dia malah mengambil Dio dari Adrian yang sudah merawat Dio semenjak masih dalam perut?
"Anandiya," panggil Adrian kembali.
Aku yang bingung ini malah melingkarkan tanganku di leher Adrian, berusaha meraih bibir ranumnya yang beberapa saat lalu mengambil ciuman pertamaku. Munafik kalau aku bilang kegiatan ini tidak berimbas apapun, nyatanya jantungku kembali berdegup kencang, lebih kencang daripada saat aku dibuat jatuh cinta pada Adrianku.
Setiap sentuhan membawaku pada nikmat, namun juga kesedihan. Benakku sudah berantakan sejak tadi, perasaanku campur aduk saat ini. Antara haru dan sedih, aku nggak bisa membedakannya lagi. Maksudnya, aku tidak pernah membayangkan bersama Adrian sampai saling mencumbu begini, tapi aku juga sedih karena keadaan kami ini cuma sementara.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Future [END]
Romance"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padanya, aku jatuh cinta tapi tidak mau terbelenggu dengan kisah semu, aku lelah menerka hatinya. "Aku ha...