"Aku mau rawat Dio, curahin semua cinta yang aku punya buat dia."
Enggak!
Pokoknya ketakutan aku yang ini nggak boleh terjadi. Arsa nggak boleh tahu kalau Dio anaknya sama Sanaya, Arsa nggak boleh tinggalin aku demi siapapun.
"Dio anak aku, Yaya?"
"Dio anaknya Adrian." Kali ini aku memberanikan diri buat menghampiri Arsa yang matanya udah menyorotkan kecewa, menyakiti isi dadaku. "Arsa-"
"Di sini cuma ada nama aku sama Dio, nggak ada nama Satria." Arsa menghindar dari jangkauan tanganku. Kenapa sesakit ini?
"Kenapa bisa cocok?"
"Arsa...." Badanku lemas dan malah terduduk di hadapan Arsa. Jangan lagi, aku nggak mau ditinggalkan. Kenapa aku lupa membuang hasil tes DNA itu?
"Yaya."
"Kamu nggak boleh tinggalin aku, Arsa. Kamu yang bilang kalau kamu milik aku sepenuhnya, kamu nggak punya alasan buat pergi-"
"Kamu tinggal jawab aku, kenapa hasilnya cocok?!" Arsa membentak tepat di depan wajahku. Aku baru saja merasakan cintanya, tapi kenapa sekarang jadi begini?
"Yaya?"
"Arsa...." Aku coba membingkai wajah Arsa dengan tanganku, semoga dia tidak mengelak. "Biarin Dio sama Adrian, kamu sama aku."
Kepala Arsa menggeleng pelan.
"Please...."
"Kenapa bisa, Yaya?"
Aku nggak mau cerita atau Arsa akan benar-benar meninggalkan aku.
"Kamu bilang semua yang berurusan sama Sanaya bukan lagi penghalang kan?" Arsa diam, bikin aku semakin takut. "Tetap sama aku apapun yang terjadi. Arsa, aku mau beri kamu banyak anak."
"Kamu gila, Yaya!"
Ya Tuhan.
Arsa melepaskan diri dariku dan menjaga jarak. Dia berdiri, mengusap wajahnya berkali-kali, wajah yang sudah tidak terbaca emosinya. "Aku nggak ngerti kenapa hasilnya bisa cocok, tapi kalau memang Dio anak aku, dan kamu tahu faktanya, kenapa nggak bilang?"
"..."
"Sejak kapan kamu tahu?"
"..."
"Jujur sama aku, Yaya, alasan sebenarnya kamu terima aku itu karena apa?"
"Aku mau membina hidup baru sama kamu."
"Bohong!" Arsa sudah tidak percaya lagi padaku, meskipun aku sudah jujur. Hanya karena satu kesalahan, aku kehilangan kepercayaan Arsa. "Kamu tahu kalau aku paling nggak suka sama pembohong."
"Arsa, aku harus gimana?" Aku benar-benar nggak bisa menahan diri lagi. Ini bukan air mata yang sengaja dikeluarkan buat menarik simpati Arsa, tapi aku benar-benar sudah takut. Bayangan yang paling terburuk dalam hidupku sudah berputar memenuhi isi kepalaku sampai aku kesulitan buat berpikir.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Future [END]
Romans"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padanya, aku jatuh cinta tapi tidak mau terbelenggu dengan kisah semu, aku lelah menerka hatinya. "Aku ha...