Sudah beberapa hari berlalu, bahkan berminggu, dan aku masih benar-benar linglung dengan perkataan Adrian yang menyatakan ingin memperbaiki hatiku. Apa maksud dia berkata seperti itu?
Tadinya, aku ingin menganggap bahwa Adrian bercanda, tapi selama yang aku tahu, Adrian sangat jarang bercanda. Ditambah wajah seriusnya saat ia mengucapkan kalimat berupa kesanggupan itu, membuatku yakin bahwa Adrian tidak sedang bercanda.
Mulai hari itu, kenyamananku berkurang. Aku tidak tidak lagi sering-sering mengunjungi rumah KPR-ku, tidak lagi sering-sering berkeliling perumahan mengecek pembangunan, tidak lagi betah di kantor berlama-lama. Aku takut Adrian benar-benar datang dan meruntuhkan benteng yang sudah kubangun selama bertahun-tahun.
Kinerjaku yang menurun, terendus Arsa. Dia mengira bahwa aku jenuh bekerja dan membutuhkan liburan. Sebenarnya aku malu, habis dinaikin gaji malah begini. Tapi aku tebal muka, aku tetap mengambil izin beberapa hari buat guling-guling di kamar, cosplay jadi pengangguran yang hidupnya dibiayai suami orang. Betul, Papaku. Bukan Adrian. Ya kali!
Lama-lama Arsa tahu kalau aku nggak liburan, malah jadi simpanan Papa di rumah. Akhirnya dia ngamuk, mencak-mencak merasa ditipu. Katanya, harusnya aku liburan dan pulang bawa oleh-oleh, tapi malah jadi beban keluarga.
Aku sadar, akhirnya aku masuk kantor lagi. Dan aku banyak ketinggalan berita. Kayak Sesil yang jadian dengan Andreas, Notaris yang diganti karena yang dulu sudah habis kontrak dengan bank, sampai ada konsumen yang kabur membawa kanopi bonus dan nggak mau meneruskan cicilan rumah. Emang sifat manusia itu berbeda-beda, ada yang aneh, ada yang unik. Heran aja kadang mah.
"Terus itu gimana kalau nggak mau bayar cicilan? Entar dia nunggak," Masalah kanopi nanti saja, tapi angsuran ke bank tidak bisa dinanti-nanti. Kalau konsumen terlambat membayar angsuran, kadang developer atau marketing juga harus ikut turun tangan untuk menagih pada tahun-tahun pertama sebagai bentuk tanggung jawab kami pada Bank.
"Pihak bank juga lagi ngejar dia ke rumah lamanya. Setelah ada persetujuan nanti, barulah kita bisa ketemu dan ditengahi sama mereka. Asal dianya mau."
Asal Bundanya mau.
Oh, tidak, tidak, tidaaakk. Seram sekali, barusan aku dengar suara Adrian, tapi orangnya nggak ada. Apa Adrian sudah meninggal dibacok istrinya yang tahu mau poligami? Pengasuh Dio benar-benar ngadu?
Aku menggeleng. Semoga tidak, kasihan Dio kalau kehilangan Papa idamannya. Kasihan juga aku yang mungkin bakal jadi korban berikutnya.
"Ngeri, ya, Bu? Gara-gara masalah kecil aja dibesarin sampai kabur dan nggak mau selesain," lanjut Sesil setelah melihatku menggeleng.
Aku hanya meringis pelan. Rasa-rasanya aku tersindir dengan Sesil. Aku memang sadar sudah mati-matian menghindari Adrian bertahun-tahun. Tapi sungguh, apa yang aku lakukan itu demi kebaikanku sendiri.
Sesil pamit ke Notaris membayar BPHTB untuk persiapan Akad nanti siang dan berpesan padaku bahwa dirinya akan menjemputku nanti sebelum berangkat ke bank. Biasanya akad disiapkan oleh marketing, berhubung sudah dua hari marketing ada urusan ke luar kota dan baru pulang besok pagi, jadi Arsa menyuruh aku dan Sesil saja yang mendampingi konsumen melakukan Akad hari ini. Sedangkan Arsa? Palingan mau tidur di kantor.
Sepeninggalnya Sesil, Arsa mendekat ke mejaku dan bertanya, "kemarin selama seminggu ngapain aja, Ya?"
"Sibuk, Ar, bantuin Papa pasang Aquarium baru. Terus beli ikan. Ada yang bentukannya kayak daun pisang, ikan itu berenangnya mundur-mundur sampe nabrak temennya yang lain. Kayaknya, dia nggak bisa berenang-"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Future [END]
Romance"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padanya, aku jatuh cinta tapi tidak mau terbelenggu dengan kisah semu, aku lelah menerka hatinya. "Aku ha...