Masih anget fresh from microwave, langsung up biar cepet tamat🤭
Tolong tandai kalau ada typo atau kalimat rancu.
Thank you and happy reading......
*****
"Ternyata Adrian belum nikah sama sekali, Arsa." Aku bercerita sambil memutar lipatan uang seratus ribu yang melingkar di jari manisku. "Gue jadi menyesal udah mencintai cowok brengsek yang nggak tahu tanggung jawab. Dia-"
Arsa kembali mengaduh ribut setelah menendang pancang yang baru saja dia tanam sebagai pembatas tanah miliknya.
"Sori, ketendang," ucap Arsa nggak masuk akal. Jelas-jelas dia sengaja nendang pancang bambu sampai patah.
Mungkin Arsa nggak suka cerita yang aku bawa, dari tadi dia senewen terus sepanjang aku bercerita. Maksudnya, aku kan cuma cerita, biasanya juga dia mendengarkan sambil sesekali nyinyir. Ini malah diam saja, padahal Adrian udah pantas banget dihujat mulut pedas Arsa.
Arsa nggak asik, jadi aku cuma menghela napas. Selagi Arsa memasang kembali pancang bambu, mataku melihat ke sekeliling, ke hamparan tanah luas yang sudah diratakan excavator.
Di sini, cuma ada aku dan Arsa, backhoe loader yang nunggu jemputan selfloader, dan direksi keet yang baru dibangun setengahnya. Begitu luas, tapi sepi. Mungkin, beberapa bulan ke depan lagi akan berdiri rumah-rumah baru di lahan tanah perumahan Arsa ini.
"Luas banget, Ar. Berapa hektar?" Aku mengalihkan pembahasan. Arsa udah jelas nggak suka pembahasan sebelumnya.
"Gak sampai hektar, Ya. Lahan efektifnya 6.966,9 m2 cuma muat untuk 58 unit rumah type 36/60, 36/66, 36/72. Masih kalah sama perumahan Bumi Asri." Arsa bangkit dari posisi jongkoknya, lalu menunjuk tanah yang sudah diberi pancang tadi. "Yang ini buat rumah gue, ukuran tanahnya 18 x 12 meter. Lo bisa buatin denah rumahnya nggak, Ya?"
Jiwa norak-ku muncul ketika mendengar luas tanah untuk rumah Arsa. "Lo mau bikin rumah segede gitu dari mana biayanya, Arsa?"
"Bentar!" Aku merogoh saku celana, mengeluarkan ponsel, membuka kalkulator, mulai menghitung: 18 x 12 = 216. "Luas banget! Lo mau bikin istana?"
Arsa terkekeh kecil, wajahnya nggak semengesalkan tadi. "Biar nanti anak-anak leluasa mainnya, Ya." Arsa membalikkan tubuhnya menghadap tanah untuk rumahnya. "Lo bisa bayangin kan, rumahnya menghadap ke jalan dan sebrangnya ada taman-taman kecil. Bagusnya lagi, ini tanah hook."
"Berarti bisa dibuat dua muka." Disebutnya rumah hook, bukan rumah munafik. Terletak di pojok perumahan, mempunyai dua sisi terbuka sehingga fasadnya bisa dibuat dua wajah.
Kesempatan bagian desain rumah hook, harus bagus banget. Mungkin harga borongan permeternya ada di angka 2.000.000 rupiah. Dan kalau misal rumah Arsa dibangun dengan tipe--maksimal-- 200m2, maka Arsa harus mengeluarkan biaya... 2.000.000 x 200 = 400.000.000
Buset!
"Empat ratus juta lo dapat dari mana, Ar?!" Aku melotot. "Jangan bilang lo korupsi dari modal perumahan!"
Arsa berdecak, lalu menyentil keningku sampai sakit. Tapi dia usap lagi bekas sentilannya sambil menjawab, "dapat hibah harta dari Papi. Gue nggak bisa nolak, karena itu emang udah bagian gue. Ya udah, gue bikin rumah aja. Sisanya tambah-tambahin modal."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Future [END]
Romance"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padanya, aku jatuh cinta tapi tidak mau terbelenggu dengan kisah semu, aku lelah menerka hatinya. "Aku ha...