"Yaya, istriku, tolong kerokin punggung gue pake sekop proyek."
Aku menggidig, membayangkan kalau-kalau Arsa beneran jadi suamiku. Amit-amit. Tapi salah aku juga sih, belum tentu Arsa serius, ini aku udah main bayang-bayangin hal aneh aja.
Beberapa minggu ini, aku dan Arsa emnag lagi sibuk-sibuknya. Arsa udah resmi resign dari Bumi Asri dan mulai menggarap perumahan barunya, sedangkan aku ditunjuk Om Arya langsung menggantikan posisi Arsa di kantor. Kegiatan baru yang cukup bikin kepala pusing sampai nggak ada waktu buat bahas lamaran Arsa dulu.
"Di, dari pada kamu cuma duduk sama geleng-geleng kepala gitu, mending kamu bantuin Mama," ujar Mama yang sedang menanam bibit bunga di depan rumahku.
Aku cuma bisa manut sambil cemberut karena wajah Mama juga kelihayan kecut semenjak mengomeli tanaman depan rumahku yang hampir mati. Itu gara-gara sering aku tinggal semenjak Adrian pindah ke sebelah rumahku.
Mengenai Adrian, aku emang agak membatasi diri. Cuma kaget aja, ternyata aku bisa menolak dia, tapi aku juga jadi canggung. Takut Adrian tersinggung, terakhir kan dia langsung pergi tanpa pamit, ninggalin piring makan Dio di rumahku.... Dan aku belum siap ketemu Adrian hari ini!
"Nak Adri?"
Lagian, ngapain juga Adrian menghampiri Mama. Jadinya ditanya kan, bikin Mama tersenyum lebar terus melirikku genit seolah berkata 'mantu Mama'.
"Nak Adri sedang apa di sini? mau ketemu Diya?" tanya Mama setelah Adrian mencium tangan Mama. Sok banget.
"Iya..ehh bukan. Maksudnya saya juga tinggal di sebelah, Bu," jawab Adrian kikuk.
"Tetanggaan sama Diya?"
Adrian mengangguk, dan aku mulai merasa nggak enak hati.
"Mama bilang juga apa, Di. Kalian itu berjodoh. Masa dari mulai reuni sampe jadi tetangga masih disebut kebetulan. ingat kata bapakmu, nggak ada yang namanya kebetulan."
Agaknya Adrian juga punya potensi buat merebut kasih sayang orang tuaku seperti yang Arsa lakuin. Maka, aku mengeluarkan tatapam se-sinis mungkin pada Adrian biar dia nggak berani-berani merayu Mama aku. Kan gawat kalau Mama terayu, bisa-bisa Mama balik merayu Papa supaya menikahkan aku dengan Adrian. Aku belum lupa lho ya, perkara Mama yang semangat banget pas dengar aku ketemu Adrian lagi sesudah dia jadi duda.
Tapi, aku malah mendapat tatapan lembut yang begitu dari Adrian, dan aku memilih masuk ke dalam rumah. Maksudnya, heran aja kok bisa-bisanya dia gitu, udah ditolak juga.
"Eh, Dio ke mana?" tanya Mama masih samar-samar terdengar.
"Lagi di rumah Mama, Bu. Mari masuk."
Lha, masuk ke mana?
Aku curiga, jadi aku intip mereka dari jendela. Dan Mama serta Adrian udah nggak terlihat di depan rumahku. Begitu keluar, aku cuma kebagian punggung lebar Adrian yang kayaknya mengajak Mama masuk rumahnya.
Aduh!
*
Posisi matahari udah tepat di atas kepalaku, dan aku masih berkutat sama cangkul kecil. Sebenarnya apa yang sedang Mama lakukan dengan Adrian di rumahnya?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Future [END]
Romansa"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padanya, aku jatuh cinta tapi tidak mau terbelenggu dengan kisah semu, aku lelah menerka hatinya. "Aku ha...