Masa Depan yang Lalu [End]

28.1K 868 70
                                    

Dah setahun ya nggak update 😭

So sorry, aku nggak sengaja✌
Tadinya aku mau sambil bikin sequel cerita ini di karyakarsa, tapi nggak punya waktu terus. Akhirnya molor sampai berbulan-bulan 🙏

Karena akhir-akhir ini aku udah mulai sibuk terus, aku jadi memutuskan buat tamatin aja cerita ini dengan versi yang beda dari sebelumnya. Semoga sukaaa🤗🤗🤗


❤❤❤❤❤


Minggu demi minggu sudah berlalu. Arsa benar-benar menuntut hak asuh Dio. Arsa menggunakan hasil tes DNA yang aku punya, hasil visum dari serangan Adrian dan foto tangan Dio yang memar sebagai bukti kekasaran Adrian.

Dari cerita-cerita yang aku dengar, sebenarnya hakim pengadilan sudah lebih condong pada Arsa, tapi Adrian juga memakai jasa pengacara yang tidak kalah handal dari pengacara Arsa, sehingga semua bukti yang dibawa terus dipertimbangkan dan berakhir menjadi banding yang tidak habis-habis.

Aku maupun Dio tidak pernah menghadiri sidang itu. Aku tidak sanggup kalau harus melihat Arsa yang berjuang buat cintanya yang bukan buatku.

Pada akhirnya, Arsa memutuskan semua hubungannya denganku, sampai Papa nggak bisa bicara apapun lagi. Entah Papa marah padaku yang menyembunyikan identitas Dio, atau Papa yang kecewa pada Arsa.

Aku nggak menampik kalau ada rasa benci di hatiku buat Sanaya. Gara-gara dia, Arsa jadi mengecewakan aku. Tapi semuanya sia-sia, Arsa sudah terlanjur meninggalkan aku. Arsa datang cuma mau melihat keadaan Dio, bukan memastikan aku baik-baik saja atau tidak.

"Minggu depan sidang terakhir, kalau dari pihak Adrian menolak lagi, hakim mau nanya langsung ke Dio."

"Aku nggak mau kalau Dio sampai harus nginjak lantai pengadilan." Harusnya Arsa mengerti kalau aku cuma nggak mau bikin Dio bingung dengan semua ini.

"Tapi, Yaya, Satria nggak bakal biarin aku menang gitu aja. Hakim perlu pengakuan Dio."

"Kamu egois banget, Ar. Kamu nggak mikir gimana pusingnya Dio?"

Arsa nggak menjawab. Dia cuma memandang lurus ke arahku sebentar sambil telunjuknya menggambar abstrak di tangan sofa yang didudukinya, lalu melengos tidak jelas. "Aku kira yang egois itu kamu, Ya."

Hah?

"Maksud kamu nahan Dio di sini sampai nggak bolehin orang-orang nemuin dia itu apa kalau bukan buat keuntungan kamu sendiri."

Rasanya kali ini Arsa udah keterlaluan banget.

"Aku tahu saat ini kamu lagi nggak mau ditinggalkan, nggak mau sendirian, tapi juga nggak mau jadi pilihan. Kamu bikin Dio makin nempel ke kamu. Bisa aja kan itu cuma akal-akalan kamu supaya akhirnya kamu nggak sendirian. Siapapun yang dipilih Dio, dia harus pilih kamu juga. Iya kan, Yaya?"

"Bajingan!" Aku nggak peduli dengan memar di sudut bibir Arsa setelah aku melayangkan tangan di pipinya.

Aku pernah terluka dengan tindakan-tindakan Adrian dulu, tapi yang ini.... Yang ini rasanya lebih, lebih, sangat lebih menyakitkan lagi.

Aku nggak pernah berpikir buat menjadikan Dio sebuah alat. Aku cuma nggak mau Dio terpengaruh salah satu pihak. Aku menahan Dio juga supaya Arsa dapat keadilan. Memangnya Arsa nggak membayangkan gimana kalau Adrian menemui Dio, dan dia bujuk sedikit aja anak itu bakal manut lagi ke Adrian. Dan Arsa, dia juga terlalu pintar bersilat lidah yang mungkin saja Dio akan cepat terpengaruh.

Aku bawa Dio bukan tanpa izin, tapi orang tua Adrian juga setuju dengan tindakanku. Mereka juga sudah dari dulu meminta Adrian memberi tahu Arsa, tapi Adrian malah kabur sampai membeli rumah di sebelahku. Arsa keterlaluan, padahal dia tahu semuanya.

The Past Future [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang