Tadinya aku nggak mau lagi ngomong sama Adrian setelah dia berhasil menohokku, "kenapa nggak mau?"
Aku nggak bisa jawab waktu itu, tiba-tiba aja aku merasa kalau meninggalkan Arsa itu bukan hal yang tepat buat dilakukan. Aku ingat bagaimana Arsa yang pergi tanpa bicara setelah mendengar ibunya Dio sudah meninggal, dia tahu Sanaya sudah tidak ada, bisa aja diam-diam dia sedih, menangisi Sanaya. Aku tahu Arsa yang dulu mencintai Sanaya sampai berniat menikahinya juga, tapi akhir-akhir ini aku merasa bahwa Arsa mencintaiku juga. Arsa sudah patah ditinggalkan Sanaya, bagaimana kalau aku tinggalkan juga?
"Dulu kamu nggak mau sama Mas karena mengira Mas begitu hina--punya anak sebelum menikah, tapi Mas maklum. Semua orang juga pasti bakal begitu." Adrian bersuara kembali, "tapi sekarang kamu sudah tahu semuanya, kenapa masih nggak mau?"
"....." Kenapa ya?
"Apa karena dia Arsa? Kamu jadi nggak mau lepasinnya?"
"Nggak, bukan begitu!" Aduh, gimana ya ini. Kok kesannya kayak aku yang nggak adil begini.
Adrian menggeleng. "Harusnya Mas udah bisa mengira kalau Arsa berada di atas segalanya buat kamu. Kalau Mas yang bejat, kamu nggak bisa memaafkan. Tapi coba kalau Arsa yang bejat, kamu malah makin mau mendampingi dia kan?"
Semuanya berakhir begitu aja, nggak ada yang baik-baik aja. Adrian tampak kecewa dan aku malah bingung sendiri. Ternyata Adrian benar, aku memang sesayang itu pada Arsa. Tapi kenapa aku baru sadar hari ini?
Seolah intimidasi dari Adrian belum cukup, Arsa yang katanya mau datang sore, malah tiba-tiba udah nongol di ambang pintu, terus menyorot nggak suka dengan keberadaan Adrian. Aku pusing, terlebih Adrian sama sinisnya melihat Arsa. Aku takut mereka bakal ribut beneran.
Dan aku cuma bisa mengatukkan kepalaku ke ujung kitchen set ketika Dio yang kayaknya baru bangun tidur, datang ke rumahku, terus mencak-mencak sampai nangis dan mengadu pada Arsa, "Papa jahat, Om Ayah, tinggalin Dio dimakan hantu Kuyang"
Oh Dio, omonganmu bikin aku ingat kejadian semalam, di mana Adrian menakut-nakuti Dio dengan cerita Kuyang supaya mau tidur cepat karena udah terpancing ciuman kecilku di belakang telinganya. Tuhan..... Rajam saja aku!
Eh!
Aku langsung menangkup leherku dengan kedua tangan. Begitu dilihat, Arsa--yang aku takutkan melihat jejak Adrian-- mulai membawa Dio ke dalam gendongannya. Adrian langsung berdiri dari duduknya, aku tahu dia mau ngapain, maka aku tarik tangan lebarnya supaya nggak mendekati Arsa dengan Dio.
Lihat, pasangan ayah dan anak itu, mereka memang mirip, aku sudah sadar sejak dulu tapi baru mengakuinya hari ini.
"Dek, lepasin."
"Nggak, mending kamu sama aku aja," bisikku sambil menarik Adrian lebih kuat dan berusaha melingkarkan tangan di lengannya.
"Yaya."
Eh? "Hai, Arsa!"
Aduh, gimana ya ini. Arsa kayaknya udah kesel banget, dia makin sinis aja melihat tanganku melingkar di lengan Adrian. Ini tangan kalau dilepas, pasti bakal terjadi sesuatu. Susah-susah aku menjinakkan Adrian dengan kalimat mesra, masa mau gagal.
Aku cuma pengin lihat kemesraan Arsa dengan Dio, barangkali ada suatu hal yang mungkin bisa aku jadikan acuan buat mengambil keputusan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Future [END]
Romance"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padanya, aku jatuh cinta tapi tidak mau terbelenggu dengan kisah semu, aku lelah menerka hatinya. "Aku ha...