"Aku nggak bisa cuma terima setengah hati aja, Arsa." Bahkan aku nggak yakin Arsa berikan setengah hatinya buatku, sisa dari Sanaya. Bisa aja dia sama dengan Adrian yang mudah menerimaku karena katanya sifat aku agak mirip dengan Sanaya. Demi Tuhan, bahkan aku nggak tahu bagaimana Sanaya itu, aku cuma tahu dari cerita-cerita Arsa dulu.
"Setengah hati gimana?" Begitu dilihat, Arsa tengah mengernyit. Kenapa Arsa nggak mengerti hal yang begini?
"Kalaupun aku terima kamu, aku mau sepenuhnya. Aku nggak bakal terima kamu selama di hati kamu masih ada Sanaya."
"Aku punya kamu sepenuhnya, Yaya. apa lagi yang kamu khawatirkan?"
"Aku cuma takut, Arsa." Pada akhirnya aku menangis juga. "Aku takut kalau ternyata kamu nggak bisa lupain Sanaya dan malah pergi dari aku."
"Memangnya aku mau pergi ke mana lagi?" tanya Arsa kemudian memelukku.
Aku nggak tahu, yang pasti saat ini aku cuma merasa takut kehilangan Arsa, aku mau menjadi satu-satunya penghuni di hatinya, satu-satunya yang dicintai Arsa, satu-satunya tujuan Arsa. Aku sudah mengambil resiko besar dengan meninggalkan Adrian dan menyembunyikan status Dio dari Arsa, aku nggak mau rugi semisal Arsa juga pergi.
"Justru harusnya aku yang khawatir. Kamu masih bisa ketemu Satria, masih ada kemungkinan kamu goyah. Itu sebabnya aku langsung lamar kamu, aku juga nggak mau kehilangan kamu. Kamu nggak perlu khawatir, aku udah mencintai kamu lebih dulu dari Sanaya, aku juga nggak bakal pernah ketemu Sanaya lagi, kamu nggak perlu takut bakal kehilangan aku, aku udah milik kamu sepenuhnya. Agak kurang ajar kalau aku sampai pergi dari kamu. Memangnya buat apa aku pergi?"
Aku melepaskan diri dari lingkaran lengan Arsa. Rasa-rasanya ada yang menyentil sudut hatiku. "Kalau kamu udah cinta sama aku sebelum Sanaya, kenapa kamu tetap sama Sanaya?"
Arsa diam untuk beberapa detik. Penyesalan tercetak jelas di wajahnya. "Karena aku putus asa. Kamu nggak pernah lihat aku meskipun aku berusaha ada buat kamu selama ini. Yang ada di kepala kamu cuma Satria dan Satria. Aku cuma berusaha buat realistis aja, Ya. Kamu nggak bisa digapai, ya udah aku cari yang lain. Ada Sanaya."
"....."
"Mungkin kamu bertanya-tanya kenapa aku masih belum bisa lupain Sanaya sepenuhnya..."
Iya, kenapa?
"... Karena aku merasa bersalah. Dari dulu Sanaya pengin memiliki aku sepenuhnya kayak kamu sekarang, tapi aku nggak bisa. Sekeras apapun aku berusaha, setengah hati aku tetap punya kamu. Tapi Sanaya tetap terima aku, karena dia cinta sama aku, aku tahu itu. Tapi kenapa kamu nggak bisa terima aku sekarang cuma karena aku belum bisa sepenuhnya lupain Sanaya? " Arsa bukan lagi menyentil hatiku, tapi menohok secara bertubi-tubi. "Bahkan aku yakin kalau Satria masih ada di hati kamu. Tapi aku tetap terima kamu kan, Yaya? Kenapa kamu juga nggak mau berusaha buat menerima kayak aku yang menerima kamu?"
Hatiku rasanya tersayat melihat mata Arsa yang berkaca-kaca. Aku tahu dia mulai kecewa denganku, tapi,.... bagaimana ini?
"Kemarin aku udah relain Sanaya sepenuhnya, aku udah lepasin dia sampai nggak berbekas. Tapi kamu sendiri yang cerita kalau Sanaya udah nggak ada, perasaan bersalah itu ada lagi, Yaya. Itu yang bikin Sanaya muncul lagi di kepala aku." Arsa mengusap wajahnya kemudian menghela napas dalam sekali dan mengeluarkannya perlahan. "Aku nggak mau ada penyesalan apapun lagi. Udah cukup aku menyesal karena nggak perjuangin kamu, udah cukup aku menyesal karena nggak bisa mencintai Sanaya sepenuhnya, aku nggak mau lagi menyesal. Aku mau perjuangin kamu. Semuanya buat kamu, cuma kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Past Future [END]
Romance"Jadi Mas harus gimana sekarang? Mas bingung, Dek!" tegas pria di depanku. Aku menarik napasku dalam. Sebenarnya aku tidak mampu mengatakan ini padanya, aku jatuh cinta tapi tidak mau terbelenggu dengan kisah semu, aku lelah menerka hatinya. "Aku ha...