chapter 18

44.2K 4.4K 65
                                    

*****

Pagi ini aku bangun lebih awal. Aku tak ingin membuat ibuku marah, aku hanya ingin cepat cepat menguasai kekuatanku. Dan sekarang aku dan ibu sedang berada di hutan yang kemarin aku dan dia berlatih.

"Sudah siap?"

Aku mengangguk mantap pertanda aku sangat siap.

Tanpa menunggu lama, aku langsung mengeluarkan element airku. ibu menyuruh aku membuat bola air, aku hanya menurut saja dengan perintahnya. Padahal dia tau, kalau hanya bola air aku juga sudah bisa membuatnya. Tapi yasudah lah....

Setelah itu dia menyuruh ku mengeluarkan element tumbuhan, lalu cahaya kemudian angin.

"Oke, jadi kau sudah bisa mengendalikan element itu. Sekarang waktunya kau kendalikan element langka mu"

tanpa menjawab ucapan ibu, aku langsung mengeluarkan element petir ku. ibu menyuruh untuk membuat anak panah dari petir dan menancapkan nya disalah satu pohon dekatku. Aku memejamkan mataku, mulai berkonsentrasi, karena ini agak sulit bagiku.

Setelah berhasil. ibu menyuruhku untuk membakar pohon yang sudah tertancap anak panah petir ku itu. Aku hanya menuruti perintahnya, lalu ku bakar habis pohon itu menggunakan element api ku. ibu tersenyum bangga melihat aku yang sudah bisa mengendalikan semua element. Dan sekarang hanya sisa satu element yang belum aku keluarkan.

"Tinggal 1 element lagi yang belum kau keluarkan cea" aku hanya diam menatap ibuku yang tengah tersenyum lebar.

"Es. Element es mu"

mendengar itu aku mulai sedikit ragu. Apakah aku bisa mengendalikan element itu. Memang waktu itu, saat bertarung dengan angel aku sedikit menggunakan element es ku. Tapi itu hanya membuat jarum es yang tajam, dan itupun sangat kecil. ibu yang melihatku mulai ragu, akhirnya mengucapkan hal yang membuatku sedikit tenang.

"Jangan takut. Kau pasti bisa, sudah hampir semua element kau kuasai, hanya tinggal element es mu, dan kau ingin menyerah?. Ck jangan bodoh cea. Element ini yang paling penting dari pada element lainya, element ini yang lebih mendominasi padamu. Harusnya kau bisa mengendalikannya. Tenang, tarik nafas, keluarkan perlahan. Lalu yakinkan dirimu, kau bisa"

aku menuruti perkataan ibu. Ku pejamkan mataku, ku hirup udara sebanyak mungkin, setelah itu aku hembuskan secara perlahan. Aku mulai tenang sekarang.

Aku tersenyum melihat ibu, kulihat dia menganggukkan kepala pertanda aku harus bisa mengendalikannya.

"Bekukan pohon itu" ibu menunjuk pohon yang sudah hangus terbakar oleh element api ku. Tanpa menunggu lama, aku memusatkan pandanganku pada pohon itu, lalu ku keluarkan element es ku, mencoba membekukan pohon itu. Tapi gagal, aku menghembuskan nafas kasar.

"Sabar, baru awal. Lebih konsentrasi lagi. Pusatkan pandanganmu dan pikiranmu pada pohon itu"

aku menuruti ucapan ibuku. Kucoba untuk lebih serius dan pandanganku menatap tajam pohon itu, seakan pohon itu adalah mangsa yang siap ku terkam. Kembali ku keluarkan element es ku, namun gagal lagi. Sampai percobaan kelima kalinya, barulah aku bisa membekukan pohon itu tapi hanya setengah yang bisa kulakukan.

"Tak apa. Kau sudah berusaha. Kita masih punya waktu untuk memaksimalkan kekuatanmu. Besok kita akan berlatih bertarung menggunakan senjata"

aku hanya mengangguk pasrah dengan semua perintah ibu. Tanpa bisa menolaknya. Lalu aku dan ibu kembali pulang ke rumah, karena hari sudah hampir gelap.

*****

Keesokan harinya. Pagi pagi sekali ibu membangunkan ku untuk pergi kehutan. Padahal aku masih sangat mengantuk sekali, semalam aku tidur larut malam. Jadilah begini, jika saja aku tidak lupa bahwa hari ini akan berlatih bertarung, pasti aku akan langsung tidur. Kini aku dan ibu saling berhadapan, aku memegang pedangku, dan dia juga memegang pedangnya.

The Eyes Academy (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang