4 - Pingsan

2.6K 135 0
                                    

Budayakan vote terlebih dahulu sebelum membaca 🙌🏻😊

***

"Salah gak sih kalau aku punya perasaan ke sahabat aku sendiri?"

***

KONDISI yang wajar saat berada di kantin sekolah, apa lagi kalau bukan sesak, ramai, dan padat? Huft, kondisi yang sangat tidak disukai oleh gadis berambut cokelat itu.

"Haduh, gue laper banget gila. Mana lama banget lagi nih antriannya," keluh Lizzi yang berada di belakang Alca.

Alca yang mendengar itu menyetujui dengan anggukan kepala. Suasana kantin SMA Sakti ini sangat ramai dan padat. Teriakan siswa-siswi di sana-sini yang sedang berebut makanan dari ibu kantin.

Sepuluh menit berlalu, waktu istirahat tersisa lima menit lagi. Sekarang, Alca dan Lizzi sudah duduk di bangku untuk memakan bakso yang mereka pesan.

"Aduh Liz, lima menit lagi masuk dong. Harus cepet nih!" Alca yang panik segera melahap baksonya dengan cepat, tidak peduli dengan lidahnya yang mungkin sudah terbakar kuah yang panas.

"Ehh, Alca, itu panas!" peringat Lizzi.

"Ah, bodo amat, yang penting aku gak telat pelajarannya Pak Gembrot," ucap Alca semakin cepat melahap makanan di depannya. "Eh, salah! Pak Bayu," ralatnya cepat.

Lizzi hanya bisa menggeleng pelan. Ia tahu kalau Alca sangat takut dengan hukuman yang diberikan Pak Bayu, jika ada salah satu murid yang terlambat masuk kelas saat pelajaran. Gadis berambut hitam pekat itu sebenarnya juga takut, namun tidak seperti Alca. Ia tetap memakan baksonya dengan santai.

"Ca, lo gak masuk kelas?" Tiba-tiba, suara yang sangat Alca dan Lizzi kenali terdengar.

Alca menoleh dan mendapati abang kembarnya sudah berada di belakangnya.

Raka menoleh ke arah Lizzi dan tersenyum manis. "Eh, ada Lizzi. Cantik banget lo hari ini, Liz," godanya kepada Lizzi.

Raka Adipati, sangat suka menggoda siswi-siswi cantik dan famous yang ada di sekolah mereka. Ia terkenal sebagai lelaki buaya di sekolah itu. Tak heran jika ia mendapat julukan 'Si Raja Buaya' oleh siswi di sana.

Alca dan Lizzi yang mendengar gombalan itu hanya memutar bola mata mereka sambil meneruskan kunyahan di mulut mereka.

"Cuek banget sih, Si Cantik. Oh iya, ntar malem lo gak ke mana-mana, kan? Jalan bareng gue yuk!" ajak Raka.

"Gak! Gue sibuk." Ajakan itu ditolak mentah-mentah oleh Lizzi.

Vania Analizzi, gadis cantik berkulit putih yang tidak terlalu tertarik dengan percintaan dan bersikap dingin dengan rayuan cowok-cowok buaya seperti Raka. Lizzi tidak pernah pacaran dan tidak mau pacaran. Bukan karena ia sudah tidak tertarik dengan lawan jenis, melainkan karena ribetnya urusan percintaan itu sendiri.

"Mampus kamu, Bang." Alca mengejek Raka. Gadis itu segera berdiri dan meraih tangan Lizzi untuk pergi ke kelas, meninggalkan Raka yang masih berdiri di posisi yang sama.

"Liat aja, gue bakal buat lo jatuh cinta ke gue, Liz."

***

Saat hendak melangkah masuk ke kelas, Alca dan Lizzi terkejut bukan main. Bagaimana tidak, Pak Bayu sudah berada di kelas sebelum mereka masuk.

"Aduh, mampus dah," ucap Alca pelan.

Pak Bayu yang menyadari keberadaan mereka, segera melihat ke ambang pintu. Sementara yang diperhatikan hanya cengar-cengir ke arahnya. "Kalian ngapain cengengesan kayak gitu? Sana lari keliling lapangan lima kali! Kalau sudah selesai, segera masuk kelas! Paham?" perintah Pak Bayu dengan suara yang menggelegar.

"Pa-paham pak," ucap Alca dan Lizzi bersamaan.

Alca dan Lizzi segera berlari menuju lapangan dan langsung menjalankan perintah guru super killer itu.

Lapangan SMA Sakti sangat luas, mungkin luasnya setara dengan lapangan sepakbola, yaitu sekitar 100-110 meter.

"Haduh Ca, gue nyesel deh tadi makan di kantin, hufft," keluh Lizzi dengan napas terengah-engah.

"Gak ada waktu buat nyesel Liz, semangat deh," ucap Alca.

Tiga putaran sudah mereka lalui, Lizzi sudah tidak sanggup lagi untuk berlari. Sedangkan Alca terlihat masih kuat, meskipun sebenarnya gadis itu sudah tidak sanggup. Ia memaksakan diri agar kuat berlari dua putaran lagi.

Perlahan, kepala Alca mulai berputar-putar. Kedua kakinya terasa pegal dan nyeri. Badannya lemas, bahkan ia hampir kehilangan semua tenaganya. Sampai akhirnya, gadis itu berhenti di depan Lizzi, yang sedang duduk bersandar di pohon, sambil memegangi kepalanya yang terasa berdenyut.

Selang beberapa detik, Alca terjatuh dan terkulai lemas di lapangan. Gadis itu pingsan akibat kelelahan berlari.

"ALCAAA!" teriak Lizzi.

***

Langkah kakinya terasa ringan setelah keluar dari toilet. Laki-laki jangkung itu berjalan dengan santai menuju kelasnya yang berada di ujung lorong. Di lorong itu, hanya ada dirinya, siswa-siswi lainnya sedang belajar di kelas. Lorong tersebut tidak jauh dari lapangan, tempat dua orang gadis sedang menjalankan hukumannya. Namun, karena tidak memakai kacamata, Rafa tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang dihukum di lapangan. Sampai sebuah teriakan menyadarkannya, bahwa gadis itulah yang sedang menjalankan hukuman.

Dengan secepat kilat, Rafael berlari menuju tengah lapangan untuk membopong tubuh mungil Alca ke UKS.

"Alca, ya ampun, lo gak papa, kan?" Lizzi mengulangi pertanyaannya kepada Alca yang belum sadar.

"Lo balik kelas aja, Raf. Makasih ya udah bawa Alca ke sini," ucap Lizzi kepada Rafael setelah membaringkan Alca di atas brankar.

"Hm. Lo ke kelas aja, biar gue yang jagain Alca," suruh Rafael datar.

"Tapi ... pelajaran lo?"

"Gue jamkos," sahut Rafael cepat.

"O-oh oke. Gue duluan ya, bye," balas Lizzi sebelum dirinya benar-benar pergi dari tempat itu, meninggalkan Alca bersama dengan pangerannya.

Rafael menyentuh kening Alca, namun tidak merasakan apa-apa. Gadis itu tidak sakit, ia hanya kelelahan berlari tadi. Seharusnya, Alca tidak perlu memaksakan diri untuk memenuhi hukuman tadi. Beginilah akibatnya.

Kejadian seperti ini bukan sekali dua kali Alca alami, dan Rafael selalu ada untuk gadis itu saat kondisi seperti ini.

***

BERSAMBUNG


Prince And Princess [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang