Budayakan vote terlebih dahulu sebelum membaca 🙌🏻😊
***
"Ngeliat lo kayak gini, hati gue jadi gak tega..
Ntahlah kenapa, apa gue mulai punya rasa sama lo?"
-Vania Annalizzi-***
JAM tiga sore, tepatnya di rumah sakit, di dalam ruangan bercat putih bersih. Dengan dua orang pasien berusia paruh baya yang terbaring dengan mata tertutup rapat. Banyak alat-alat medis terpasang di tubuh mereka. Membuat Raka dan Lizzi yang melihatnya tidak tega.
Mereka berdua mendapat izin masuk keruangan dengan syarat harus mengenakan pakaian khusus berwarna hijau dan masker juga sarung tangan. Raka terlihat seperti hendak menangis saat menyentuh tangan bundanya yang terpasang infus.
"Bunda ...," panggilnya lirih. "Bunda bangun Bunda," ucapnya lagi sembari mencium tangan Cerry.
Sang ayah, Rio kini berada di brankar satunya, tepatnya di samping brankar Cerry, istrinya. Pembatas antara mereka hanyalah sebuah tirai berwarna biru langit yang posisinya kini tengah tertutup.
"Raka ... lo yang kuat," ucap Lizzi menenangkan Raka.Kedua tangannya berada di kedua pundak Raka yang kini sedang bergetar karena sedang menangis.
Raka berbalik kearah Lizzi. Lizzi memandangi wajah Raka lalu menangkup wajah laki-laki itu.
"Lo gak mau liat Ayah lo? Bentar lagi kita pasti disuruh keluar," ucapnya mengingatkan.
Raka mengangguk, lalu berjalan menuju brankar Rio yang berada di balik tirai. Rio terlihat sangat tenang dalam tidurnya, sama seperti Cerry. "Ayah ... kami semua butuh Ayah. Raka mohon Ayah bangun dan suruh Bunda bangun, Yah," pinta Raka.
Raka kembali menangis karena hal itu. Tak lama kemudian, seorang perawat masuk dan menyuruh mereka untuk keluar karena sudah waktunya untuk keluar. Mereka hanya diberi waktu sepuluh menit untuk melihat Rio dan Cerry.
Sedangkan Camila berada di ruangan ICU khusus balita, dan Camila tidak boleh dikunjungi dulu sekarang, karena tubuhnya yang rentan terkena bahaya dari orang luar akan membuat kondisinya menjadi lebih buruk nantinya.
Raka dan Lizzi kini sudah berada di luar ruangan dan sudah melepas pakaian khusus mereka. Raka duduk di kursi dengan keadaan lemas, Lizzi yang melihat itu segera duduk di samping Raka dan menarik laki-laki itu kedalam pelukannya.
"Lo harus kuat, Rak. Kalau lo gak kuat, gimana orang tua lo bisa kuat ngelawan penyakit mereka?" tutur Lizzi memberikan semangat kepada Raka.
Raka memeluk erat tubuh gadis yang kini sedang merengkuhnya. Gadis yang sangat berarti untuknya. Gadis yang akan ia jadikan sebagai cinta terakhirnya. Vania Annalizzi.
"Gue bisa kuat ... kalau lo selalu ada di samping gue, Liz," balas Raka terus terang.
DEG!
Jantung Lizzi seperti dipompa sangat kuat. Ia merasakan jantungnya berpacu dengan cepat saat mendengar ucapan Raka tadi. Entahlah, dirinya bingung. Ada apa sebenarnya dengan dirinya sendiri? "I-iya, gue selalu ada buat lo. Buat Alca ... buat kalian berdua," sanggup Lizzi dengan wajah memerah.
Selalu Rak, gue bakal selalu ada buat kalian. Gue janji, batin Lizzi berbisik.
***
PUKUL lima sore, di rumah Rafa, tepatnya di dalam kamar laki-laki itu. Di atas tempat tidurnya terbaring gadis cantik yang masih terlelap. Rafa sudah siap untuk mengajak Alca berjalan-jalan sebentar. Tujuannya hanyalah untuk menghibur sahabatnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince And Princess [SUDAH TERBIT]
Fiksi Remaja[TELAH TERSEDIA DI SHOPEE TOKOBOOK.COM03] "Lo itu satu-satunya sahabat cewek gue. Jadi please, jangan tinggalin gue, Ca! Gue mohon." Ucapan itu sontak membuat tubuh Salsya terpaku di tempat. Ia begitu terkejut mendapatkan pengungkapan yang disertai...