Budayakan vote terlebih dahulu sebelum membaca 🙌🏻😊
***
"Jangan sakit lagi dong, ntar kalau lo sakit yang ngobatin gue pas gue lagi sakit siapa?"
-Rafael-
***
LAKI-LAKI itu berlarian di koridor panjang rumah sakit tempat sahabatnya dirawat. Hingga ia berhenti di depan ruang rawat inap Alca yang sebelumnya diberitahu oleh Raka lewat pesan.
Rafa mendekati pintu kayu geser itu, dan mengintip di balik kaca yang ada di pintu tersebut. Laki-laki itu bisa melihat, di dalam sana, tepat di samping brankar Alca, Cerry duduk menemani putrinya. Sedangkan Alca terbaring lemah di atas brankar dengan selang infus di tangan kanan.
Tangan Rafa terangkat untuk mengetuk pintu kayu geser berwarna gelap itu.
Tak lama kemudian, Cerry membuka pintu tersebut. Tersenyum melihat Rafa yang berdiri di situ. Wanita paruh baya itu juga terkejut, mengapa Rafa pergi kesini dan bukannya sekolah?
"Kamu kok ada di sini? Kenapa gak sekolah?"
"Rafa mau liat Alca, Tan. Boleh, kan?" izin Rafa.
Cerry mengangguk mengerti dan mempersilakan Rafa untuk menengok anak gadisnya.
Rafa melangkah masuk dan mendekati brankar Alca. Berhenti tepat di samping Alca yang kini sedang menatapnya lemah. "Hai, gimana kabar lo?" sapanya mengawali pembicaraan.
"Kalian bicara aja, Tante mau keluar sebentar. Rafa, Tante titip anak Tante, ya?" pamit Cerry.
"Iya, Tan," angguk Rafa tersenyum sopan ke arah Cerry.
Setelah itu, barulah Cerry meninggalkan mereka berdua di kamar rawat Alca.
Rafa memusatkan pandangannya pada Alca yang terbaring di atas brankar dengan mata menatap ke arah lain. Laki-laki itu duduk di kursi yang sebelumnya diduduki oleh Cerry.
"Ca, maafin gue, ya? Gue udah ngabaikan lo kemarin, dan sebagai permintaan maaf gue ke lo, gue punya sesuatu untuk lo."
Rafa mengeluarkan sesuatu dari tas plastik yang ia bawa. Menyerahkannya kepada Alca sebagai permintaan maaf.
Mata Alca membelalak. Pupil matanya melebar dan senyum seketika menghiasi wajahnya. Sangat manis. "Ini beneran untuk aku? Kok kamu bisa tau kalau novel ini yang aku mau?" tanya Alca dengan nada tidak percaya.
"Entah sih, gue cuma nebak aja, hehe. Bagus deh kalau lo suka." Rafa tersenyum lembut kepada Alca. "Cepat sembuh, ya, Ca. Jangan sakit lagi, kalau lo sakit siapa yang rawat gue pas gue lagi sakit?" sambung Rafa sembari mengusap lembut rambut gadis itu.
Alca mengangguk paham. Sakit juga bukan kemauannya. Entah mengapa, penyakit yang sudah dua tahun tidak muncul, kini malah kembali menyerang tubuhnya.
Dulu, Alca sangat menderita karena penyakitnya ini. Rickettsia atau Tifus. Penyakit yang mulai menyerang ketika dirinya berusia sepuluh tahun, dan penyakit itu menyerangnya setiap tahun, entah di awal tahun, pertengahan, atau bahkan akhir tahun. Penyakit itu selalu saja kambuh, walaupun gadis itu sudah melakukan terapi berkali-kali.
Saat Alca menginjak usia empat belas tahun, penyakit itu berhenti mengganggu selama dua tahun, dan sekarang, saat usianya menginjak enam belas tahun, penyakit itu kembali menyerang. Ia tak tahu harus melakukan apa untuk mengobati penyakit tersebut.
Alca membuka plastik pembungkus luar novel barunya. Sampulnya berwarna biru tua, genre dari buku itu sangat berbeda dengan yang biasa ia beli. Bergenre fantasi. Alca sudah mempunyai series yang pertama, dan buku ini adalah series kedua.
Alca menghentikan aksinya, lalu menoleh ke arah Rafa. Ada sesuatu yang mengganjal di sana. "Raf? Kenapa kamu di sini? Kenapa gak sekolah?" tanyanya pelan.
Rafa tersenyum menenangkan. "Gue izin keluar buat nengokin lo. Gue khawatir sama lo, Ca. Untungnya, lo udah ngelewatin masa kritis." Tangannya terulur untuk menggenggam tangan kanan Alca, membawanya ke arah bibir, dan mengecup telapak tangan halus itu dengan sangat lembut.
Hal itu membawa dampak besar bagi Alca. Jantungnya berdetak sangat kencang. Seketika, ia lupa bahwa Rafa menyukai Anna, sahabatnya, dan hanya menganggapnyasebagai sahabat. Pipinya bersemu merah, persis seperti tomat. Ia menunduk pelan untuk menyembunyikan kedua pipinya yang memerah seperti tomat.
"Lo kenapa?" tanya Rafa saat melihat Alca menunduk tiba-tiba.
"Hah? Gak papa, hehe," elaknya dan segera mengangkat kepala setelah mendengar pertanyaan Rafa tadi.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Sebentar lagi adalah jam pulang sekolah. Mungkin kedua sahabat Alca akan datang menemuinya.
Rafa kini sudah tertidur dengan kepala yang berbaring di tepi brankar dalam posisi duduk, sementara Alca mengelus kepala Rafa lembut dan tersenyum melihatnya.
Tak lama kemudian, pintu kamar inap Alca terbuka. Anna, Lizzi, Zidan, dan Raka berjalan masuk beriringan. Alca tersenyum lebar melihat mereka berempat.
Anna tersenyum melihat Alca sudah membaik. Namun, senyuman itu tiba-tiba hilang ketika melihat Rafa disana, duduk di samping Alca, dan kini sedang tidur.
Alca bisa melihat raut wajah cemburuAnna, dan entah mengapa ada sedikit rasa senang di hatinya.
Lizzi berlari memeluk Alca erat. "Ya ampun Alca, lo gak papa, kan?" tanyanya setelah melepas pelukannya. Setetes cairanbening meluncur di pipinya.
"Gak papa, Lizzi. Ya ampun, kok kamu nangis, sih? Aku baik-baik aja, oke?"Alca mencoba meyakinkan sabahatnya itu. Tangannya terulur untuk menghapus air mata Lizzi.
"Gue takut lo kenapa-kenapa. Lo beneran baik-baik aja, kan?" Lizzi kurang yakin dengan jawaban Alca.
"Bener-bener baik-baik aja," angguk Alca sambil menekan setiap kata yang ia ucapkan.
Lizzi memeluk Alca lagi. Melepas rindunya padahal baru sehari tidak bertemu.
"Ca, si Rafa dari kapan di sini?" Anna bertanya setelah berdiri di samping brankar Alca.
"Dari tadi pagi, jam setengah delapan," jawab Alca.
Anna mengalihkan pandangannya pada Rafa yang masih tertidur.
"Lelap banget si Rafa tidur," decak Raka. "Bangun, woy!"Ia mengguncang tubuh Rafa, bermaksud merusuhi lelaki itu.
Rafa terkejut dan terbangun dengan sendirinya. "Bangke lo, gue enak-enak tidur malah dibangunin," gerutunya sambil mengucek mata, tidak terima tidur lelapnya diganggu.
"Hahahah, lo sih tidur mulu. Gak kenal tempat," ledek Raka.
"Tau nih, dimana-mana aja tidur, selain di sekolah sih," sambung Zidan.
"Lo juga ikut-ikutan, kenapa, sih?" tanya Rafa kesal.
"Sorry, Bro. Heheheh." Zidan menjawab sambil cengengesan.
Alca, Lizzi, Anna, juga Raka tertawa kecil mendengar gerutuan Rafa. Satu hal yang sangat dibenci oleh Rafa adalah ketika tidurnya diganggu.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince And Princess [SUDAH TERBIT]
Novela Juvenil[TELAH TERSEDIA DI SHOPEE TOKOBOOK.COM03] "Lo itu satu-satunya sahabat cewek gue. Jadi please, jangan tinggalin gue, Ca! Gue mohon." Ucapan itu sontak membuat tubuh Salsya terpaku di tempat. Ia begitu terkejut mendapatkan pengungkapan yang disertai...