Budayakan vote terlebih dahulu sebelum membaca 🙌🏻😊
***
"Ya, lagi dan lagi. Kamu buat jantungku meloncat-loncat
girang karena sikap manismu itu."-Salsya Adistia-
***
KERIBUTAN terjadi di kelas 10 IPA 3, kelas Alca, lebih tepatnya, dirinyalah yang menjadi sasaran keributan yang dibuat oleh kakak kelasnya. Entah karena apa, Alca pun tidak tahu sebabnya ia bisa dilabrak oleh ketiga orang ini.
"Heh! Lo kan yang namanya Salsya Adistia?" tanya perempuan yang rambutnya diikat dengan pita berwarna merah, panggil saja Diana.
"Kalau iya, emangnya kenapa?" jawab Alca santai.
Ternyata, jawaban Alca membuat ketiga kakak kelasnya ini merasa lebih kesal.
Diana melotot ke arah Alca dan gadis itu membalas pelototan Diana. "Apa liat-liat? Gue cantik, ya, kak?" Alca semakin membuat mereka naik darah.
"DIAM LO! DASAR KURANG AJAR!" bentak Sabrina tepat di depan muka Alca.
Semua orang yang menyaksikan hal itu pun terkejut. Alca pun sempat terlonjak kaget, namun dirinya berusaha untuk mengendalikannya. Alca berusaha agar tidak terlihat takut dengan kakak kelasnya ini.
"Lo bener-bener, ya. Gue kasih peringatan sama lo, jauhin Rafa sekarang juga!" teriak Sabrina sekali lagi membuat orang yang berada di dalam dan di luar kelas menutup mulut mereka, karena terkejut.
Alca mengerutkan dahinya. Emang apa hubungan dia dengan Rafa? Bukannya Rafa tidak tertarik dengan perempuan yang seperti ini? "Emang kakak siapa? Lo bukan siapa-siapanya Rafa, kan? Seharusnya gue yang harus bilang begitu ke Kak Sab, kenapa? Karena gue sahabatnya dan lebih berhak atas Rafa dari pada Kak Sab yang cuma teman sekelasnya. Dekat pun nggak. Cuih," cerocos Alca yang mampu menampar keras pipi ketiga kakak kelasnya itu.
Dian mendekat. Tangan kanannya mengepal erat, menahan kemarahan yang sebentar lagi akan meledak. "Kesabaran gue udah habis ya sama lo! Kata-kata kurang ajar lo itu buat tangan gue gatel buat nampar pipi busuk lo itu!" Tak lama kemudian, gadis itu mengayunkan tangannya ke udara dan hendak menampar pipi Alca.
Alca spontan melindungi kepala dan menutup kedua matanya. Namun, tidak ada yang terjadi. Tamparan itu tidak mendarat di pipinya, hingga kedua matanya terbuka. Kini, di depannya sudah berdiri seorang laki-laki yang sangat ia kenal. Punggung laki-laki yang sangat dekat dengannya.
Rafael Radcliffe. Siapa lagi kalau bukan Rafael yang melindungi dan menahan tangan Dian? Rafa menghempaskan tangan Dian dengan kasar dan menatap tajam gadis itu. "Gue udah bilangin ke lo, jauhin Alca dan jangan ganggu dia!" Rafa memperingati ketiga gadis itu.
Dian geram dan mengajak kedua temannya untuk mundur, lalu kembali ke sarangnya.
Rafa memutar tubuhnya, menghadap ke Alca. Gadis itu kini sedang tersenyum lebar ke arahnya. Senyuman yang membuat Rafa juga ikut tersenyum melihatnya. "Lo gak papa, kan?" tanya Rafa.
"Gak papa, hehe. Makasih, ya, Raf udah nyelametin Alca." Alca tersenyum semakin lebar.
Rafa mengacak rambut Alca gemas. "Iya, sama-sama."
Tak lama kemudian, kedua sahabat Alca datang dan langsung melemparkan banyak pertanyaan kepada gadis itu.
"Alca, lo gak papa, kan?" tanya Lizzi yang terlihat sangat khawatir.
"Lo diapain sama kakak kelas tadi?" Pertanyaan itu datang dari Annalies Pratistha yang baru saja pulang dari Jerman karena urusan orang tuanya.
"Annaaaa! Ya ampun, gue kangen banget sama lo!" Alca memeluk gadis itu dengan erat, membuat gadis yang dipanggil Anna itu pun sesak napas.
"Iya iya iya Alca, lepas dong, gue sesak napas nih," pinta Anna memukul-mukul punggung Alca.
Rafa yang masih berada di situ menyaksikan hal tersebut dan tertawa kecil melihat tingkah Alca kepada sahabat-sahabat gadis itu.
Alca melepaskan pelukannya dan tersenyum lebar ke arah Lizzi dan Anna. "Gue gak papa kok, aman, hehe," ucapnya meyakinkan kedua sahabatnya.
"Untung aja." Lizzi menarik napas lega dan memeluk Alca.
"Ca, gue balik kelas,? Lo belajar yang bener," pesan Rafa kepada Alca.
"Okey, bye." Alca melambaikan tangannya kepada Rafa.
Rafa tersenyum kepada Alca dan berlalu pergi meninggalkan kelas.
"Itu siapa, Ca? Pacar lo, ya?" tebak Anna yang memang belum tahu banyak soal Rafa, karena ia sering berada di luar negeri, dan sangat susah untuk ditemui.
"Itu sahabat masa kecil gue, yang gue ceritain ke lo lewat telepon hari itu," beritahu Alca bersemangat.
Anna mengangguk paham dan mengalihkan pandangannya ke arah Rafa yang sudah berjalan agak jauh.
Ganteng banget, ya, ucap Anna dalam hati.
Beberapa saat kemudian, terdengar bel masuk. Semua murid berhamburan pergi ke kelas masing-masing dan duduk di bangku, termasuk Alca, Lizzi, dan Anna.
***
"Gue kesel banget sumpah!" geram gadis itu.
Sekarang, ketiga gadis berambut panjang itu sedang berada di gudang belakang sekolah. Tempat itu menjadi markas mereka bertiga. Setiap jam istirahat atau jam di luar kelas, mereka selalu pergi ke tempat ini. Entah untuk berkumpul, hanya mengobrol, atau makan bareng sambil tertawa bersama.
"Gue gak akan biarin hidup bocah sok berani itu tenang di sekolah ini." Sabrina mengeluarkan sumpahnya.
"Kita harus buat rencana baru buat ngasih pelajaran tuh bocah!" usul Diana ikut geram dengan adik kelasnya tadi.
"Ya, ayo kita pikirin dulu rencana bagus buat jebak perempuan kurang ajar itu!" Ucapan Dian mendapat anggukan kepala dari Diana dan Sabrina. Lalu, ketiga perempuan itu pergi dari tempat tersebut dan masuk ke kelas mereka.
***
BERSAMBUNG
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince And Princess [SUDAH TERBIT]
Ficção Adolescente[TELAH TERSEDIA DI SHOPEE TOKOBOOK.COM03] "Lo itu satu-satunya sahabat cewek gue. Jadi please, jangan tinggalin gue, Ca! Gue mohon." Ucapan itu sontak membuat tubuh Salsya terpaku di tempat. Ia begitu terkejut mendapatkan pengungkapan yang disertai...