Budayakan vote terlebih dahulu sebelum membaca 🙌🏻😊
***
"Muka lo kenapa sih? Setiap kita bahas 'dia' ekspresi lo jadi gak enak gitu.
Lo cemburu ya?"***
ALCA mengetuk pintu di depannya tiga kali. Hingga Rafa membukanya dari dalam dan mempersilahkan gadis itu untuk masuk.
Alca selalu kagum melihat seisi kamar Rafa, walaupun sudah berkali-kali ia masuk. Sangat rapi, sederhana, namun elegan. Kamar Rafa memiliki nilai plus di mata Alca. Seperti bukan kamar laki-laki pada umumnya.Buku-buku yang disusun dengan rapi, susunan gitar yang berderet menggantung sesuai ukuran.
Alca melangkah mengikuti Rafa yang jalan terlebih dahulu di depannya. Mereka melangkah ke arah balkon. Rafa duduk di kursi sofa putih yang ada di situ. Sama halnya dengan Rafa, Alca juga ikut duduk di samping laki-laki itu.
"Kamu mau ngomong apa?" tanya Alca mengawali pembicaraan.
Rafa menghela napas pendek, lalu berdeham singkat untuk mengusir dahak yang ada di tenggorokannya. Rafa mengambil ponselnya dan menunjukkan kontak seseorang kepada Alca.
Alca mengamati ponsel dan nomor yang tertera di layar. Nomor telepon yang sepertinya sangat familiar diingatannya. "Kayak kenal, ini nomor siapa?" tanyanya pada Rafa.
Rafa menoleh dengan malas. Ia masih tidak rela tidur siangnya diganggu oleh makhluk kecil ini. "Justru gue yang mau nanya itu ke lo."
Alca mengerutkan kening. Wajahnya seolah bertanya, apa maksud Rafa sebenarnya.
"Lo tau gak ini nomor siapa?" tanya Rafa mulai kesal karena Alca tidak bisa langsung memahaminya.
Alca membaca ulang nomor tersebut di dalam hati. Keningnya berkerut dan tiba-tiba teringat akan seseorang. "Kayaknya aku tau deh, Raf. Emangnya dia kenapa? Dia neror kamu? Atau dia nge-chat kamu yang gak jelas? Atau dia tiba-tiba nembak kamu? Nyatakan perasaannya ke kamu?Atau dia ngirim aneh-aneh ke kamu?" cecar Alca membuat Rafa memijat pelipis pelan karena pening.
"Ca, satu-satu nanyanya." Rafa memberikan peringatan.
"Ehehehe, okey okey."Alca menyengir lebar dan tertawa kecil. "Jadi, dia kenapa?" ulangnya.
"Dia nge-chat gue, pas gue bales, dia gak ada balas lagi. Ya jelas gue bingung lah," jelas Rafa.
Alca mengangguk-angguk. Tak heran Rafa sebingung ini, karena jarang sekali laki-laki itu menerima pesan dari nomor tak dikenal. Raut wajah Alca mulai berubah ketika berpikir bahwa tebakannya benar. Apa betul dia?
"Tunggu bentar, Raf." Alca merogoh saku rok selututnya untuk mengambil ponsel. Gadis itu membuka ponselnya dan menekan ikon WhatsApp. Jari lentiknya bergerak lihai untuk mencari kontak yang ia maksud.
Setelah mendapatkan kontak tersebut, Alca segera mencocokan kedua nomor tersebut. Cocok. Sama dan jelas ini adalah nomor seseorang itu. Anna. "Sama, Raf. Ini nomor sahabat aku, Anna," ucapnya dengan raut wajah tidak enak dipandang.
Rafa tidak terlalu menyadari hal itu. Sampai ketika Alca mendongak dan menatap Rafa, barulah laki-laki itu menyadari sesuatu, raut wajah Alca berubah. Tidak seperti awal tadi. "Lo kenapa? Kok setiap kita bicarain Anna muka lo selalu kusut gitu, hah?"
"Hah? Eng-gak papa, itu aja kan yang mau kamu tanya? Udah ya aku mau kebawah dulu." Alca hendak berdiri dari duduknya, namun segera ditahan oleh Rafa.
Alca kembali duduk, menatap Rafa bingung dan penasaran. Mengapa Rafa menahannya? "Kenapa?" tanyanya.
"Gue belum selesai, Ca," ucap Rafa sembari melepas genggamannya. "Ceritain ke gue tentang dia!"
Hati Alca mencelus sakit, gadis itu menahan senyuman kaku yang menghiasi bibirnya. Mencoba untuk menahan dadanya bergemuruh kencang, bukan karena sedang berbunga-bunga, melainkan karena sakitnya jatuh cinta kepada sahabat sendiri.
"Oh, gitu ya.Aku bakal ... ceritain ke kamu," ucap Alca putus-putus. Gadis itu menarik napas panjang untuk menahan tangis yang hendak merebak keluar dari kedua manik matanya.
Rafa seperti tidak sabar menunggu Alca untuk bercerita.
Alca menoleh ke arah laki-laki itu. Memang tidak seheboh yang Alca bayangkan, tetapi gadis itu dapat melihat kalau Rafa sangat penasaran dengan sosok Anna.
"Anna itu ... dia suka banget sama coklat, apalagi yang dark. Dia juga suka ngepang rambutnya kedepan, ya kayak tipe-tipe anak desa gitulah, dua kepangan di depan, hahaha." Alca mengeluarkan tawa sumbang, sejenis tawa yang dipaksa untuk keluar.
"Terus?" desak Rafa.
"Anna itu paling suka dandan. Dia yang paling suka make up di antara kita bertiga. Dia bahkan sampai sering buat tutorial make up di YouTube. Terus anaknya multitalent. Dia bisa nyanyi, nari, main alat musik, hehe. Beda jauh banget sama aku yang biasa aja. Kadang aku iri sama dia, Anna itu cantik, manis, body goals banget. Dia sampai ditunjuk jadi modelnya sekolah. Berbakat banget," jelas Alca tanpa jeda.
Rafa memperhatikan Alca dari samping. Sahabatnya itu sangat mengagumi sosok Anna. Perempuan yang menyukai dirinya, katanya. "Hemmm, lo kagum banget ya sama sahabat lo itu?" tanyanya tersenyum ke arah Alca yang menatap lurus ke depan.
"Ya, kagum banget." Alca menunduk. Menatap layar ponselnya yang berwarna hitam, tidak menyala.
"Yaudah deh, segitu aja dulu lo ceritanya. Lo udah makan belum, Ca?"
Alca menatap Rafa. Laki-laki itu tersenyum manis kepada padanya.
"Belum sih, tadi cuma makan puding buatan Tante Rina. Kenapa?" tanya Alca penasaran.
"Cari makan, yuk! Gue traktir. Karena lo udah cerita banyak tentang dia, makanya gue traktir. Yuk!" ajak Rafa yang kini sudah berdiri di depan Alca.
"Yaudah, yuk!" Alca mengangguk lalu tersenyum ke arah Rafa.
Alca dan Rafa keluar dari kamar dan menuju parkiran setelah pamit kepada kedua orangtua Rafa. Tak lama setelah itu, kaduanya pergi berjalan-jalan untuk mengisi perut mereka.
***
-Bersambung-
Jangan lupa vote ya 🙌🏻😄
Supaya authornya rajin update dan semangat buat ceritanya 😄✨
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince And Princess [SUDAH TERBIT]
Fiksi Remaja[TELAH TERSEDIA DI SHOPEE TOKOBOOK.COM03] "Lo itu satu-satunya sahabat cewek gue. Jadi please, jangan tinggalin gue, Ca! Gue mohon." Ucapan itu sontak membuat tubuh Salsya terpaku di tempat. Ia begitu terkejut mendapatkan pengungkapan yang disertai...