"Angel, kamu cerita ke ayah ya soal Carol?" Tanya Adrian disela-sela aktivitasnya menemani Angel yang sedang menggambar beberapa sketsa baju-baju musim panas.
"Not really, Uncle cuma nanya kamu punya pacar atau nggak, aku jawab nggak, but I said that you already have a crush." Jawab Angel seadanya, tetap berfokus pada buku sketsa miliknya.
"Memangnya kenapa?" Lanjut Angel menghentikan aktivitasnya sebentar, menatap Adrian kebingungan.
"Hah, nothing. Sepertinya Ayah akan mengancamku dengan membawa-bawa Carol kalau aku tak menuruti perkataannya kali ini." Desah Adrian, pikirannya cukup kalut kali ini. Ia tahu, Ayahnya tak akan main-main dengan ucapannya.
"Jadi, kamu akhirnya setuju soal Uncle yang menyuruhmu untuk kuliah di Jerman?"
"Yeah, I don't have any choice. If only I can choose what I want." Angel perlahan menepuk bahu Adrian pelan, ia tahu memang Ayah Adrian sangat keras terkait dengan pendidikan dan masa depan Adrian, walau bagaimanapun, Adrian adalah pewaris tunggal Adhitama.
"It's okay. Palingan kamu sekitar lima atau enam tahun di sana. Terus balik lagi ke Indonesia, kan?" Ucap Angel membuat Adrian menggelengkan kepalanya.
"Bukan masalah aku akan kembali ke Indonesia atau tidak, tapi perjodohan sialan itu! Cih! Memuakkan." Decih Adrian mengingat omongan Ayahnya yang selalu membahas perjodohan tersebut.
"Bukankah sudah cukup baginya mengatur masa depanku? Sekarang, jodoh untukku juga diatur olehnya." Lanjut Adrian lagi, membuat Angel bingung harus menanggapi seperti apa.
"Aku pernah mendengar soal perjodohan itu. Darmawan Group, right?" Ucap Angel membuat Adrian mengangguk malas.
"Aku dengar-dengar juga putri dari Darmawan Group sangat cantik. Tetapi sampai sekarang belum ada yang pernah melihatnya, ia masih disembunyikan, untuk mengurangi kejahatan yang mengancamnya, aku rasa. Like me?" Lanjut Angel lagi, dia tahu perasaan menjadi anak yang disembunyikan, seperti dirinya yang disembunyikan dari identitas keluarganya.
"Secantik apapun perempuan itu, kamu kan tahu hatiku untuk siapa."
"Ya, tapi kamu tak berani mengungkapkannya kepada Carol, sama saja bohong!" Seru Angel membuat Adrian menatap Angel malas.
"Seandainya aku bisa, ah tidak, seandainya aku tidak dilahirkan sebagai keturunan dari Adhitama, mungkin Carol sudah lama menjadi milikku, tahu!" Gerutu Adrian membuat Angel terkekeh.
"Yah, tapi sekeras apapun, takdirmu berbicara lain, tuan Adrian Adhitama yang terhormat." Ejek Angel lagi.
"Shut up! Lebih baik selesaikan sketsa punyamu, dan kembali ke rumah. Aku lelah." Ujar Adrian menghentikan omongan Angel sebelum Angel semakin meledeknya yang membuat kupingnya panas.
*****
Carol melangkahkan kakinya turun ke lantai satu rumah miliknya sambil menguap dan mengucek kedua matanya, khas seseorang yang baru saja bangun dari tidurnya, hingga terhenti ketika matanya bertatapan dengan sosok yang ia rindukan.
"Mommy!" Seru Carol seraya berlari menghampiri Ibunya dengan tersenyum senang.
"Mom, aku kangen!" Ucap Carol memeluk Ibunya erat yang dibalas dengan erat juga.
"Mom juga kangen sama anak mom yang paling cantik ini." Seru wanita paruh baya yang sejak tadi dipeluk oleh Carol.
"Eh, anak kecil, udah gede aja." Suara bass seseorang membuat perhatian Carol teralihkan menjadi menatap sosok tinggi tegap dihadapannya.
"Abang jelek! Ngapain ikut pulang? Sana di New York aja, nggak usah pulang ke sini." Ambek Carol saat ia tahu yang mengatai dia anak kecil adalah Abangnya sendiri.
"Kurang ajar! Padahal lo kangen kan sama gue, sok jual mahal." Ujar William, abang dari Carol yang sudah merentangkan tangannya, agar dipeluk oleh Carol.
"Yang ada juga Abang yang kangen sama aku!" Ucap Carol sambil membalas pelukan Abangnya.
"Where is Dad?" Tanya Carol menyadari bahwa Ayahnya tidak ada disini.
"Masih di New York, banyak kerjaan, belum bisa balik, jadi gue sama Mom yang balik." Jelas William, membuat Carol memanyunkan bibirnya.
"Nggak usah ngambek! Ntar juga tahun ajaran baru lo ketemu Dad." William mengusap wajah Carol kasar, membuat sang pemilik wajah memukul lengannya kencang.
"Muka aku jangan digituin dong! Biasa aja kali." Dengus Carol kesal, sedangkan William hanya tertawa saja.
Menyadari ada yang aneh dari ucapan Abangnya, Carol sontak menatap William dengan tatapan bertanya dan bingung dengan omongan William. William yang menyadari tatapan Carol pun mengangguk mengerti.
"Dad mau lo ikut ke New York. Dad juga udah daftarin lo kuliah Kedokteran di New York. Biar kita sekeluarga ngumpul disana aja, jadi lo nggak perlu sendirian lagi disini." Jelas William membuat Carol memelototkan matanya, terkejut dengan penjelasan yang dilontarkan Abangnya itu.
"Really? For sure? Kok mendadak? Kok Dad nggak ngasih tau aku dulu, sih?" Ucap Carol kesal, ini terlalu mendadak baginya.
"Loh, Daddy sama Mommy kira kamu setuju-setuju aja kalau kamu kuliah di New York, lagian Daddy sama Mommy juga nggak mau kamu sendirian disini sayang, lebih baik ikut kita semua ke New York." Jelas Ibu Carol yang akhirnya turun tangan menjelaskan kepada Carol yang masih berusaha mencerna informasi yang ia terima barusan.
"Mom, tapi ini mendadak banget! Aku nggak ada persiapan apa-apa." Desah Carol membuat Ibunya tersenyum tipis, mengelus pelan puncak kepala puteri satu-satunya ini, menenangkannya.
"Mom and Dad udah siapin segalanya. Kamu tenang aja. Kamu tinggal berangkat sehabis kamu Ujian Kelulusan. Nanti hasil ujian kamu biar orang suruhan Dad yang ambil." Carol yang mendengar hal tersebut hanya bisa menghela nafas berat.
Sekarang yang ada di pikiran Carol adalah bagaimana cara memberitahu Lucas tentang hal ini, dan juga, berarti, waktunya untuk bertemu Adrian semakin menipis. Bahkan diluar rencananya yang ingin menyaksikan betapa gagahnya Adrian saat prom night sekolahnya nanti. Entahlah, Carol rasanya butuh tidur dan kembali ke alam mimpi saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret Admirer
Short StoryAdrian Adhitama, seorang lelaki yang terlahir nyaris sempurna, memiliki segalanya, bahkan hanya dengan mendengar namanya, seluruh perempuan akan dengan mudahnya menjabarkan begitu banyaknya kelebihan darinya. Caroline Aurellia, seorang gadis kutu bu...