7; Buku sihir hitam

2.9K 315 22
                                    

"Jadi, tadi anak Duke memergokimu merobek poster dirimu di papan pengumuman? Kau ini bodoh, ya? Sudah kukatakan jangan gegabah. " Thalia memasukkan buku-buku yang sudah dikembalikan kembali kedalam rak. Hari sudah sore, hanya tinggal dirinya dan Athanasia di perpustakaan desa, dan penjaga gerbang yang berada diluar. Athanasia yang sudah kembali ke penampilannya yang semula menghela nafas. "Kenapa kau yang marah? Aku juga tidak sadar kapan dia datang. Dia tiba-tiba sudah ada dibelakangku begitu saja."

Thalia menggeleng heran. "Tapi, dia tidak menyadari bahwa kau putri Athanasia yang menghilang kan? "

"Menurutmu begitu? "

"Apa maksudmu? Tunggu, jangan bilang dia tau?! " Thalia membelalak tidak percaya. Athanasia cepat-cepat menggeleng. "Bukan, bukan itu maksudku. Kau tau, Alphaeus itu seperti singa yang menatap mangsanya dengan mata tajam yang mereka miliki. Menyeramkan. "

"Perumpamaan darimana itu? " Thalia mengernyit. Dia menghela nafas. "Sudahlah. Lagipula kemungkinan dia tau hanya 1 banding 10. Bukankah kau bilang ingin meminjam buku? Sudah ketemu? "

Athanasia menggeleng lesu. "Sudah kucari ke semua rak, tapi tidak ada. " Putri dengan status kejaran istana itu menghembuskan nafas lelah. Athanasia berniat mencari buku yang bisa menyembuhkan ingatan Claude. Namun, dua jam dia mencari tak kunjung ditemukan.

"Buku apa yang kau cari? "

"Tentang sihir hitam. "

Thalia tersedak. "A-apa? Jangan bilang kau berniat membalas dendam. Athanasia, jangan gila. " Athanasia menautkan alis saat Thalia menyentuh pudaknya, bahkan nyaris meremas. Thalia terlalu berdramatisir.

"Tentu saja tidak. Kau ini, apa-apan sih. " Athanasia melepaskan diri dari cengkraman pundak Thalia.

Thalia menarik nafas lega. "Siapa tau, kan. "

Athanasia mendengkus. "Kau tau buku itu dimana? "

Thalia terdiam, berpikir sejenak. Selama lima tahun bekerja sebagai pengurus perpustakaan, Thalia diberi kewenangan untuk tau dimana letak buku yang tidak boleh dibaca orang lain. Namun, Thalia tau Athanasia sangat membutuhkan buku itu lebih dari apapun. Takdirnya tergantung pada apa yang tertulis dibuku.

Dengan sekali gerakan, Thalia menarik Athanasia berjalan keluar dari rak buku. Athanasia mengangkat alis. "Kita mau kemana? "

"Mencari buku yang kau cari. "

"Benarkah? Apa ada? " Athanasia sumringah.

"Aku tidak tau. Makanya ayo cari. "

"Dimana? "

Thalia menghentikan langkahnya dan mulai mendorong rak buku berisi cerita anak, Athanasia memandangnya bingung. Kenapa Thalia mendorong rak itu? Namun, pertanyaan itu tertelan dibibirnya saat melihat sebuah-

"Disana. " Tunjuk Thalia kesebuh pintu yang nyaris tidak pernah dibuka.

Pintu coklat yang selama ini tertutup rak buku.

***

Claude mengerang pelan. Suara bising memasuki indra pendengarannya. Begitu matanya terbuka, Claude merasakan semilir angin menerpa wajahnya. Tunggu, dimana ini?

"Na~na~na~"

Claude menoleh. Masih dalam posisi berbaringnya, matanya menangkap sosok yang bersenandung membelakanginya. Claude tertegun, "Diana? "

Seakan ada angin surga yang menerbangkan rambut keemasan milik wanita itu ketika menoleh. Diana, wanita dengan balutan dress merah muda dan rambut tergerai indah.

Claude takut jika ini hanya mimpi. Claude takut ketika dia terbangun, Diana menghilang dari hadapannya.

Karena itu, walau tubuhnya terasa berat. Claude memaksakan dirinya untuk berdiri. Membawa langkahnya menuju wanita yang pernah mengisi ruang kosong dihatinya. Langkahnya tergesa, takut jika wanita itu akan kembali menghilang. "Diana. "

"Claude. "

Ini nyata, ini bukan mimpi. Claude mendekat dengan wajah bahagia, Raja Obelia itu hendak menggapai Diana kedalam pelukannya ketika tiba-tiba wanita itu mundur menghindarinya.

Claude tertegun.

Kenapa?

"Diana, kenapa-"

Kata-katanya yang akan keluar dari mulut Claude tertahan. Diana...menangis. Wajahnya berderai airmata, penuh dengan kekecewaan untuk kesekian kalinya. Claude mendekat. "Diana, ada apa? "

"Kau jahat, Claude! "

Claude tersentak. Apa maksudnya?

"Kau membiarkan anak kita merasakan ke egoisanmu. Kau membiarkan anakku mati perlahan. Kau membiarkan anakmu menjadi sosok yang tidak kau kenal. " Diana tersedu-sedu. Manik merah mudanya menjadi sayu, meredup dalam kesedihan. Bibirnya bergetar setelah mengatakan hal itu kepada Raja Obelia.

Claude terdiam. Wajahnya menjadi datar saat mengerti siapa 'anak' yang Diana maksud. "Ah, maksudmu anak itu. Aku bahkan tidak perduli dia masih hidup atau tidak. "

"Athanasia anakmu, Claude! "

"Apa peduliku?! Dia yang membuatku kehilangan dirimu, Diana! Sejak dulu maupun sekarang, kau selalu membelanya. Kali ini, dengarkan aku. " Claude mencengkeram bahu Diana erat, hingga wanita itu tersentak. "Aku tidak pernah perduli jika anak itu hidup atau bahkan mati! Aku sangat bersyukur jika dia tidak menampakkan wajahnya dihadapanku lagi! Itu karena, Athanasia hanya seorang pembunuh! "

"Cla-"

"Papa? "

Claude menegang. Sedetik kemudian, pria itu mendengar suara isakan dari belakangnya. Perlahan, Claude menoleh, membalikan tubuhnya. Claude de Alger Obelia melihatnya.. Athanasia yang menangis terisak kencang.

"Athanasia. " Diana menyentak tangan Claude dari dirinya. Menatap kecewa pada Claude, sekali lagi Claude mengecewakannya. "Kau memang tidak pernah berubah, Claude. Suatu hari, kau akan kehilangan Athanasia seperti kau kehilangan diriku. "

Claude tertegun ketika perlahan tubuh Diana bersinar, Claude menggapainya. Namun, terlambat ketika lagi-lagi Diana menghilang di hadapannya.

"Kenapa-" Athanasia, sosok dengan gaun biru muda itu meluruh dengan rasa sakit menghantam dirinya. Isakannya semakin kencang saat Claude hanya menatapnya dengan bergeming. Tatapan matanya tidak terlihat sakit seperti saat Diana pergi, mimik wajahnya tidak terlihat sayu seperti Diana menghilang. Rasanya, dingin dan tidak tersentuh.

Adengan ini, seperti di novel lovely princess.

Athanasia merasa miris. "Hei, Papa. "

Dengan derai air mata, Athanasia mendongak. Claude menunduk masih dengan wajah dinginnya. "Aku ini apa bagi Papa? "

"Athy sayang Papa sebanyak ini. Sebesar ini, Papa juga sayang Athy, kan? "

"Aku juga membenci Papa. " Claude menegang. Mendengar kata benci yang keluar dari mulut Athanasia membuatnya menyorot tak terbaca. "Aku sangat membenci Papa! "

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang