34; Yang Terlupakan

2.8K 238 6
                                    

Jangan lupa komen sma bintangnya ya para princess😚

***

"Jennette.. " Panggilan yang terasa berbeda, rasanya lebih berat dan itu mengusiknya. Hanya dengan dongakan kecil, wajah tak terbaca Athanasia yang Jennette lihat. "Bisa kau.. " Bibirnya kelu. "..tetap disini? "

Eh.

Manik berlian Jennette membelalak. Tersadar dengan rasa berkecamuk dihatinya, Jennette menggeleng. "Tapi, aku--"

"Ini perintah! "

Jennette terdiam. Menjadi patung untuk kesekian kali. Menjadi diam untuk sebuah tekanan. Menjadi tidak berguna untuk sesuatu yang dimulai dengan dirinya.

Tapi, tidak!

Jennette menarik kedua lengannya dengan tautan kuat. Maniknya berkaca-kaca tanda sebentar lagi telaga akan tercipta. "Izinkan aku ikut, Tuan Putri.." Athanasia bergeming, satu sentakan tangannya menghempaskan genggaman Jennette.

Ini demi kebaikan Jennette.

Setidaknya, Athanasia tidak mau Jennette melihat kematian seseorang yang dia sayangi.

Perintah adalah perintah. Larangan adalah mutlak. Bahkan, jika Jennette menangis meraung raung.

"Tapi, aku ingin melihat Ayah! Bahkan, jika ini untuk terakhir kalinya. Aku-aku ingin menemuinya. Karena itu.. " Gemetar. Tangan putih pucat Jennette menarik sejumput gaunnya. Genangan seperti telaga mengalir deras dari kedua manik biru penuh surat kesedihan. "Tolong, izinkan aku, Tuan Putri.. "

Bukan salahnya jika Jennette ingin melihat Anastacius. Seumur hidup, hal yang Jennette inginkan hanya memiliki keluarga.

Tapi, tidak hari ini.

"Tetap disini, Jennette. " Walaupun Jennette memohon dengan raungan memilukan, walaupun tangisan tersedu-sedu menggema hingga berdengung memanggil namanya, Athanasia tidak peduli. Gadis itu tetap melangkah keluar setelah memasang mantra agar Jennette tidak bisa keluar dari kamar kastil. "Selamat tinggal. "

Mematung gemetar, Jennette mencoba mendobrak pintu. Gagal. Kekuatannya terlalu lemah. Jennette tidak bisa..

Ah.

Ini memang kisah si gadis berambut coklat. Oh, bukan ini hanya sebagian kisah si gadis berambut coklat. Karena, peran utama hari ini dan seterusnya, hanya si anggun berambut pirang.

Saudarinya, Athanasia.

Pemikiran 'sebuah keluarga' yang dia inginkan mungkin tidak akan bisa terwujud. Saudari yang dia miliki, sosok ayah yang dia inginkan tidak akan pernah dia dapatkan.

Karena, Jennette de Alger Obelia hanya pemeran figuran.

"UNTUK OBELIA!! " Teriakan menggema terdengar dari halaman kastil. Derap langkah bertubi-tubi dari ratusan kuda berhasil menarik perhatian seluruh penghuni istana, terutama para pelayan yang berdoa untuk keselamatan dan kemenangan sang Raja. Sementara Jennette, masih terpaku dengan kesesakan yang perlahan menghancurkan raganya.

Sendiri.

Lagi.

****

"Jangan melakukan apapun! " Jika itu adalah peringatan, maka percuma memberitahunya. Seorang singa tetaplah singa. Sebanyak apapun kehancuran yang menimpa sang singa, sebanyak apapun luka yang diterima sang singa, Raja Rimba tetap berdiri tegap. Menghadang semua torehan pedang demi melindungi sesuatu yang dia cinta.

Begitu ketukan pada sepatu kuda berhenti, Athanasia tercenggang. Bau amis menguar dari segala penjuru tanah kecintaan Obelia. Hamparan tanah asri yang luas kini berubah menjadi medan perang. Penuh kehitaman.

"Apa yang.. " Lucas berkedip tak percaya. Nyaris seluruh prajurit binasa. Jika tim Athanasia-Lucas kalah, maka Obelia hanya tinggal nama. Sial.

Tunggu, dimana Thalia dan Ijekiel?

Kendalikan. Athanasia menarikn nafas panjang. Tenang. Jangan gegabah. Salah satu prajurit datang, bagian infomarsi. Dan, salah satu dari yang selamat.

"Yang Mulia. " Prajurit itu terluka parah. Felix meringis melihat pakaian yang sudah dibaluti besi perang itu menunduk dengan wajah menahan sakit. "Katakan bagaimana keadaannya. "

Anggukan kecil. "Sejauh ini, musuh belum menunjukkan wujud yang sebenarnya. Para Undied hanya perantara. Bisa dibilang, ini baru permualaan. "

Pengangan pada pedang mengerat.

Pemulaan? Ratusan prajurit yang kini tergeletak dengan sayatan luka hanya permulaan katanya?!

"Dimana.."

Si prajurit menoleh pada Athanasia.

"Dimana Thalia dan Ijekiel? "

"Bagian terdepan. "

Ketukan sepatu kuda kembali terdengar. Kini menggema kearah yang seharusnya dia tuju. Dengan perasaan yang bergumul dihatinya, batinnya menjerit kuat untuk berusaha kuat.

Jangan gegabah!

***

Rencananya aku mau namatin sampe 40 bab. Tapi gak tau juga sih gimana nanti😆

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang