46; Sampai Jumpa

4.4K 187 36
                                    

Suasana menjadi riuh. Ijette luar biasa lega sekaligus marah ketika Lucati ditemukan. Gadis itu sampai memberikan ocehan melengkingnya kepada Lucati. Gadis itu hanya bisa mengangkat bahu dengan wajahnya meringis. Mencoba mengabaikannya.

Ijette berkacak pinggang. Menyorot Lucati dengan pandangan jengkel."Bagaimana bisa kau keluar begitu saja tanpa mengatakan apapun padaku! Apa kau tau seberapa cemasnya aku ketika melihat kau tidak ada dikamarmu? Tolong jangan ulangi lagi. Kau paham?! "

"..."

"Hei, kau dengar aku?! "

Uh, "Aku paham-aku paham. Berhentilah berteriak. Telingaku sakit. " Lucati mengangkat tangan, menyerah. Ijette menghembuskan nafas. Menetralkan rasa geramnya.

"Ngomong-ngomong, Nona. " Jennette mengerjap beberapa kali. Matanya bersinar kecil. "Bagaimana cara anda keluar tanpa diketahui? Apa anda menggunakan sihir? "

"Eh, Oh. Bukankah akan membosankan jika jendela hanya dipakai untuk ventilasi udara? " Lucati kembali meringis mendapat pelototan bengis dari Ijette.

"Kau melompat?! " Teriaknya nyaring. Lucati spontan mundur dan mendengkus mendengar suara bising gadis itu.

"Kenapa kau hobi sekali berteriak sih? " Lucati mengelus telinga kirinya. "Dan, kenapa juga kau harus terkejut mendengar aku melompat? "

"Ini berbeda, Lucati. Kau sedang terluka. " Ijette mendesis. Dia memijat pelipisnya pusing, menahan geram. Lucati berkedip. "Kau.. kelihatan lelah. "

"Kau pikir aku seperti ini karena siapa?! "

Gawat. Lucati mundur dua langkah. Menyembunyikan dirinya dibalik tubuh Athanasia yang hanya mengamati. Athanasia berkedip, terkekeh kecil. "Ijette menyeramkan ketika sedang marah. "

Mereka tertawa mendengar penuturan lugunya.

"Tapi, kenapa kau bisa bersama Lucas? Tunggu, apa jangan-jangan Lucas menculikmu? " Thalia menuduh yang bukan-bukan. Pemuda itu sontak mendelik tak terima. "Kenapa aku harus menculiknya?! "

"Jadi kau menculik gadis untuk dirimu sendiri, Penyihir? Kau menjijikan. Enyah saja dari istanaku. " Claude melirik dingin. Kebengisannya menyeruak keudara.

"Sudah kubilang aku tidak melakukannya! Kenapa kalian senang sekali membuat tuduhan palsu?! "

"Lalu, kenapa dia bisa bersama dengan pemuda brengsek sepertimu? Kau pasti mengancamnya kan? " Athanasia bertanya, datar. Namun diam-diam hatinya menahan geli melihat Lucas yang tersudut. Biarkan saja, anggap saja ini ganjaran untuk kejadian tempo hari.

Lucas menggeleng kalang kabut. "Aku-aku hanya tak sengaja bertemu dengannya. Aku tidak berbohong. Tanyakan saja padanya. "

Atensi mereka tertuju pada Lucati. Gadis itu berkedip. Menatap bergantian antara Lucas -yang memasang raut memelas- dan Athanasia, gadis itu mengedipkan sebelah matanya.

Lucati mengulum senyum.

"Ah, kalau itu. Sebenarnya, " Diam-diam senyum miring Lucati terbit. Kemudian gadis itu menampilkan wajah tersakiti. "Ya, dia menculikku. Bahkan sempat mengancamku jika bercerita kepada kalian."

Lucas memucat. Dia dituduh. Berbalik panik, mereka melemparkan raut seolah mengatakan 'kau menjijikan '.

Tapi, bukan itu yang membuat Lucas memias. Ketika matanya bersirobok dengan Athanasia, gadis itu mengatakannya.

"Aku benci lelaki brengsek, Lucas. "

Petir seakan menyambar Lucas. Dia terdiam kaku.

Lucati menahan tawa. Ternyata menjahili Papa-nya tidak buruk juga.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang