18; Rencana Penyelamatan

3.2K 296 19
                                    

"Bagaimana keadaannya? " Claude memandang Jennette yang tebaring lemah diranjangnya. Sudah enam hari gadis bersurai coklat itu tidak sadarkan diri. Dokter kerajaan menggeleng, wajah Claude mengeras. "Maafkan saya Yang Mulia. Racunnya akan menghilang dalam tujuh hari. Saya sudah melakukan penelitian, dan penawarnya sudah saya berikan kepada Putri Jennette saat itu. "

Claude ingin sekali membunuh Dokter kerajaan tidak berguna itu. Namun, dia juga masih membutuhkannya agar Jennette bisa kembali membuka mata.

"Keluar. " Satu kata itu keluar dari mulut Claude. Dia tidak mau mengambil resiko dengan secara tiba-tiba menyerang Dokter Kerajaan.

Dokter itu menunduk hormat. "Baik, Yang Mulia."

Hening. Selama beberapa menit hanya ada Claude yang terduduk disamping Jennette.

"Bangunlah, Jennette. " Claude bersuara parau. Raja Obelia itu memang membenci Penelope, tunangan yang sudah berkhianat padanya, tapi melihat wajah Jennette yang hangat, Claude menyayanginya seperti anaknya. Walaupun Claude mengetahui faktanya. Jennette bukan anak kandungnya, melainkan anak Anastacius.

Claude yang bodoh. Dia menyayangi anak orang lain tapi membuang anak kandungnya sendiri. Itu karena gadis sialan itu yang sudah membuat istrinya tiada! Jika saja, Athanasia tidak ada, Diana pasti masih bersamanya!

"Besok pagi, Ayah akan menghukum mati orang yang sudah membuatmu seperti ini. " Claude mengusap pelan kepala Jennette. Gadis itu masih menutup mata, nafasnya teratur namun tidak ada tanda-tanda akan terbangun. "Athanasia akan dihukum mati. "

"Apa Yang Mulia sedang bercanda? "

Tanpa menoleh, Claude tau sosok Felix sudah berada dibelakangnya. Pria yang selama ini menjadi tangan kanan sang Raja dan penjaga Athanasia, mengerang emosi. "Yang Mulia! Tuan Putri Athanasia adalah anak kandung anda, Yang Mulia. Bagaimana bisa Yang Mulia--"

"Karena dia aku kehilangan Diana! " Nafas Claude memburu.

Felix mengatupkan bibir.

"Yang Mulia, anda menjadi sosok yang berbeda sekarang. "

Claude menoleh sedikit. "Apa maksudmu? "

"Mungkin, karena ingatan Yang Mulia menghilang. Anda jadi tidak mengingat bagaimana kebersamaan Yang Mulia bersama Putri Athanasia. "

Claude mengernyit tak suka ketika Felix menyebutkan nama Athanasia. Dan, lagi kapan Claude menghabiskan waktu bersama pembunuh itu?

"Saat itu, Yang Mulia terlihat sangat bahagia. " Claude mendesis. Felix melajutkan. "sama seperti waktu ketika Yang Mulia bersama Nona Diana. "

***

Pengumuman itu menyebar cepat. Thalia mematung ketika pernyataan itu keluar dari prajurit utusan Raja. Kakinya lemas hingga tidak bisa menopang tubuhnya sendiri.

Athanasia akan dihukum mati. Athanasia akan dihukum mati.

Kata-kata itu tergiang dikepalanya. Thalia menunduk.

Putri Athanasia yang dulunya anak emas Claude akan dihukum mati atas perintah Ayahnya sendiri?

Thalia mengepal marah.

Thalia harus mencari cara agar Athanasia kabur!

Selama enam hari ini, hidup Thalia tidak berjalan normal. Thalia khawatir ketika memikirkan Athanasia yang disiksa oleh orang istana, Thalia ketakutan jika tiba-tiba datang berita bahwa Athanasia sudah tiada. Thalia selalu mencari cara agar Athanasia bisa kembali bebas dari neraka yang membelenggunya.

Thalia harus menyelamatkan Athanasia!

Tapi, bagaimana?

Thalia tertegun. Gadis itu ingat, Athanasia pernah mengatakan jika dia memiliki teman seorang penyihir menara. "Lucas. " Lirihnya pelan. "Lucas pasti bisa menolong Athanasia. "

Itu artinya, masih ada harapan.

"Lucas sedang pergi mencari pohon dunia."

Kata-kata itu berputar diotaknya. Thalia bangun, bajunya sedikit kotor namun dia tidak memperdulikannya. Dengan cepat, gadis itu berlari kembali kerumahnya. Tidak peduli berapa banyak orang yang berlalu lalang yang dia tabrak. "Pohon dunia. Mungkin, aku bisa tau jika melihat buku peninggalan Ayah. "

Thalia bernafas tak beraturan. Gadis itu mengobrak-abrik lemari buku dikamarnya. Mencari buku yang sama pentingnya seperti nyawanya sendiri.

Ketemu!

Thalia mengusap matanya yang terasa pedih. "Pohon dunia-pohon dunia, dimana kau? "

Dengan teliti, Thalia membaca setiap judul nama di dalam buku. Matanya membulat ketika apa yang dicari ketemu. Dengan helaan nafas lega, Thalia mulai membaca setiap bait. Belum sampai setengah halaman, bacaannya terhenti karena suara ketukan dari luar.

Thalia menautkan alis. Siapa yang bertamu?

Tok tok.

"Iya, tunggu sebentar. " Thalia mengernyit. Segera dia tutup buku miliknya dan berjalan cepat kearah pintu.

Thalia membuka pintu dan kontan terkejut bukan main saat melihat siapa yang berdiri didepannya. "Kau?! "

"Ya, aku. Bolehku masuk? "

Ijekiel?!

"Untuk apa? Katakan saja disini. " Ayolah, Thalia sedang terburu-buru. Dia harus mencari Lucas untuk menolong Athanasia yang akan di eksekusi mati besok pagi.

"Ini penting. Ada yang ingin kukatakan. " Raut wajah Ijekiel berubah serius. Thalia enggan, dia bagian dari keluarga Alphaeus yang memiliki siasat disetiap langkahnya.

"Tentang buku cerita lagi? Jika kau ingin bertanya rekomen-"

"Tentang Athanasia. "

Thalia mengatupkan bibir.

"Biarkan aku masuk dan aku akan mengatakannya lebih leluasa. " Ijekiel tidak menyerah. Thalia mendorong pintu, membiarkan Ijekiel masuk dan menutupnya. Ini demi temannya, Athanasia. Jika tiba tiba-tiba Ijekiel menyerang, maka Thalia akan balas menyerang.

"Ada apa? " Tanya Thalia begitu Ijekiel duduk ditempat duduknya. Ijekiel berdehem. "Bisa kau duduk dulu, Nona? "

Thalia kemudian duduk dihadapannya, meja kecil persegi panjang yang menjadi pemisah. Gadis itu tidak mau bertele-tele. "Apa yang terjadi pada Athanasia? "

"Kau ingin mencari Lucas? " Bukan menjawab pertanyaannya, Ijekiel balik bertanya. Dan lagi, dari mana pemuda ini tau Thalia hendak mencari Lucas.

"Bagaimana kau- Ugh astaga yang benar saja." Thalia mencebik. "Apa yang kau mau, Tuan? "

"Membantumu. "

"Dalam artian? "

"Kau benar-benar tidak bisa percaya padaku, ya? "

"Kau pikir aku akan percaya padamu begitu saja? " Thalia menajamkan matanya, bersikap menjaga jarak. Ijekiel, pemuda itu melempar senyum tipis.

"Aku hanya mengajakmu bekerja sama. Kau dan aku akan mencari Lucas dan menolong Athanasia. Bukankah itu yang ingin kau lakukan? " Ijekiel benar. Namun, mana mungkin Thalia pergi bersama pemuda itu kan.

"Apa yang kau rencanakan, Tuan? "

"Sama sepertimu. Menyelamatkan Putri Athanasia. "

Thalia menautkan alis tak suka. Gadis itu mengigit bibir. Bagaimana ini. Thalia harus pergi sekarang juga. Pemuda ini sangat menganggu.

"Kau bisa percaya padaku. " Ijekiel berkata dengan penuh kesungguhan. Thalia bimbang. Aura Ijekiel memang berbeda dari Roger Alphaeus yang terkesan hitam. Namun, pemuda ini adalah anaknya. Thalia takut jika ternyata Ijekiel sama busuknya dengan Duke Obelia.

"Bagaimana jika aku tau kau tidak berniat jahat? " Thalia mendesaknya. Ijekiel menghembuskan nafas sejenak, kemudian pemuda itu kembali memandangnya.

"Atas nama Ijekiel Alphaeus, aku bersumpah tidak memiliki niat jahat dan buruk, "

Thalia mengangkat alis. Dia bisa melihat wajah bersungguh-sungguh milik Ijekiel.

"Dan, jika aku Ijekiel Alphaeus berkhianat, kau bisa membunuhmu saat itu juga. "

***
Saya mau tanya, kalau saya buat cerita baru, ada yang mau baca?

Harus ya, harus baca.

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang