32; Perang Dimulai

2.9K 220 22
                                    

Hari berlalu cepat. Secepat saat kita membalikkan telapak tangan. Oh, bukan tapi secepat kita menyadari bahwa hari ini menjadi besok dan besok lagi, dan besok lagi.

Percaya, belum tentu besok lebih baik daripada hari ini. Setidaknya, itu yang ada dalam benak Thalia.

Jika kamu mengerti satu hal seperti, "Aku tidak akan membiarkan semuanya berakhir. " Maka, itu adalah janji. Bukan hanya Athanasia, Thalia juga.

"Kau sudah makan siang? Disituasi seperti ini pun, kau harus menjaga asupan gizi. " Ijekiel baru saja berhenti bicara. Pemuda dengan pangkat jenderal perang itu menonel bersitatap dengan Thalia.

"Ini bukan waktu yang pas untuk bertanya hal seperti itu, Jenderal Alphaeus. "

Ijekiel manggut-manggut. Memang, dikondisi seperti ini, ketika ribuan prajurit Obelia sudah berbaris rapi dengan senjata masing-masing ditangan mereka, dan baju zirah yang akan menjadi saksi perjuangan mereka, dengan Thalia dan Ijekiel yang memimpin, rasanya kurang pas untuk bertanya 'kau sudah makan siang'.

Ijekiel hanya ingin mengusir rasa mencengkam yang meyelimuti medan perang, terutama Thalia. Ijekiel hanya tidak menyadarinya saja.. Bahkwa diantara ribuan manusia.. Ijekiel yang paling ketakutan.

"Daripada itu, Jenderal. Apa kau baik-baik saja? "

Ah, Thalia menyadari ternyata.

Ijekiel tersenyum, paksa. "Ya. Aman. Semua terkendali. "

"Begitu. " Thalia memandang kearah lain, lebih tepatnya lengan sang Jenderal. "Tapi, sepertinya tanganmu berkata lain, ya. "

Ijekiel tertegun. Satu tangannya memegang yang lain. Benar, tangannya gemetaran. Memalukan. Jika Lucas melihat hal ini, mungkin penyihir menara yang ditugaskan bersama Athanasia menyuruh mundur.

Hal seperti itu..

"KOMANDAN, MUSUH TERLIHAT DISEBELAH BARAT! "

Ijekiel terenyak. Dengan cepat, Thalia berpindah dengan teleportasi, bersiap di garis depan.

"Pasukan, siap! " Ijekiel memberi perintah. Ini saatnya. Ijekiel menahan nafas, kedua alisnya bertaut. Jika ini adalah awal, maka Ijekiel akan bertindak dengan matang, tidak boleh gegabah atau nyawa seseorang akan terenggut.

Suara genderang seolah bertabuh mewakili perasaannya. Perutnya bergejolak. Bagaimana jika mereka kalah? Apa yang akan terjadi? Dan, tak bisa dipungkiri Ijekiel menjadi pesimis.

Sebuah letupan kecil terjadi sekitar beberapa meter jauh dari mereka. Mata Thalia menyipit, perlahan manik kehijauannya berpendar dengan cahaya menyilaukan. Letupan itu menjadi besar, dan sesosok mahkluk berjalan dengan cepat kearah mereka.

Bahaya.

Thalia menggeram. Anastacius menggunakan cara picik untuk mendapat prajurit. Bedebah itu..

"SERANGGG! "

PRANG

PRANG

BUGH

Pertarungan sengit tak terelakkan. Bukan Thalia namanya jika dia kelimpungan hanya karena banyaknya Undied, gadis itu menyerang cepat dan nyaris tak terlihat. Lesatannya seperti cahaya biru tak kasat mata yang tidak dapat dilihat oleh mata amatir. Bahkan, sekumpulan makhluk hitam yang Thalia tau sebagai Undied itu berhasil tewas dengan satu tebasan pedangnya.

Jangan pernah meremehkan cahaya biru yang terlihat tenang.

Satu Undied mati. Menyusul dua, tiga hingga ratusan.

Namun, ini hanya awal. Letusan tanah dengan suara menggema berhasil menyita atensi Thalia. Maniknya membola. Didepan sana.. Undied semakin banyak.

Bedebah!

"Jangan gentar! " Ijekiel memando kembali. Seperempat prajurit sudah nyaris menyerah. Anastacius adalah lawan tangguh tanpa celah. Dan, nyaris setengah dari prajurit terluka, baik luka gores ataupun luka parah.

"Panggil tim medis. " Thalia memberi perintah. Dengan nafas tersengal, dia tidak dapat berbohong jika dirinya juga ketakutan. "Perintahkan mereka kemari! "

Bergerak cepat. Langkah berderap. Luka. Darah. Dan, naungan kesengsaraan yang menyayat hati. Thalia maupun Ijekiel menyerang dengan segenap tenaga. Jika mereka gagal mengulurkan waktu untuk persiapan prajurit Athanasia dan Lucas, maka semua akan berakhir.

Thalia menajamkan mata. Tangannya yang memegang pedang sabit kembali bersinar. Bibir Thalia terbuka, mantra kuat dia sebutkan untuk membunuh satu Undied besar dengan sihir hitam kuat. "Matilah! "

Undied itu melebur. Satu Undied besar berhasil terkendalikan. Thalia menghela nafas, lelah. Sihir yang dia miliki berkurang otomatis. Thalia harus membunuh mereka segera. Kepalanya menoleh kearah lain.

Sisanya..

Ijekiel nampak menyerang beberapa Undied sekaligus. Sama seperti prajurit lain yang bersusah payah untuk menebas satu diantara mereka.

Thalia mengepalkan tangan. Bibirnya berkedut perih, darah segar mengalir dari sudut, mungkin akibat dari serangan Undied yang tidak Thalia sadari.

Thalia menghembuskan nafas. Tenang. Semua akan baik-baik saja. Percayalah pada Athanasia. Percayalah pada teman dan keluargamu.

Percayalah..

"Akan kuhabisi, " Thalia mengenggam pedang ditangannya erat. Secara otomatis pedangnya semakin berpendar biru. Menyala bagaikan api biru yang berkobar-kobar. "Kalian semua! "

***

Terbangun. Gadis dengan jubah merah itu menoleh kanan-kiri. Sepi. Dimana saudarinya?

"Ijette..? "Panggilnya parau. Nuansa gelap dari tempat yang kini mereka tempati sekedar beristirat semakin menambah kegundahan hatinya.

"Kau sudah bangun? " Sahutan terdengar dari depan pembatas kayu. Gadis berjubah biru berdiri diambang dengan segores senyum.

"Hm.. " Lucati, kemudian duduk. Membiarkan kepalanya seperti dihantam batu besar kala mendengar suara hiruk-pikuk yang tidak akan bisa didengar oleh manusia biasa. "Apa sudah dimulai?"

"Ya. Sejak beberapa jam yang lalu. "

"Dan, kau membiarkan aku tertidur pulas? "

"Kau terlihat kelelahan, Lucati. Jangan memaksakan diri. "

Lucati menghela nafas. Padahal tangannya terasa gatal ingin membunuh para Undied. Ah, Ijette kadang menyebalkan.

"Dan, lagi kita masih memiliki banyak waktu. Biarkan mereka yang mengambil alih sementara. "

Lucati menoleh. Mata dengan pancaran sinar saling bertatapan dengan manik yang memiliki warna yang sama dengannya.

"Percayalah pada mereka. "

****

Siapa Lucati dan Ijette menurut kaleaan?

Dan, apa yang akan terjadi di part selanjutnya? Kemenangan untuk tim Athanasia atau Anastacius?

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang