14; Mendekat Kedalam Kegelapan

2.8K 277 8
                                    

Ijeikiel Alphaeus memantapkan langkahnya. Dengan tarikan nafas gusar, pemuda calon penerus Duke itu mengeraskan wajah ketika sosok yang dicarinya baru saja keluar dari sebuah ruangan. Begitu Roger Alphaeus berbalik, Ijeikiel menghentikan langkahnya, berdiri beberapa senti dengan manik menajam.

"Katakan siapa itu Anastacius, Ayah? "

Hening, beberapa detik wajah Duke Alphaeus itu kaku, tidak bisa menjawab pertanyaan anaknya.

"Jawab, Ayah. Mengapa Ayah diam? Apa benar dia adalah Ayah Jennette yang sebenarnya?Lantas mengapa Ayah mengatakan Raja Claude adalah ayah Jennette?! "

Ijeikiel mencerca segala pertanyaan yang selalu dia pendam telak dihadapan Ayahnya. Hingga beberapa detik, Roger Alphaeus masih tidak menjawab. Ijeikiel menarik nafas kasar, tangannya terkepal. "A-"

"Ijeikiel, " Roger Alphaeus memanggilnya. Ijeikiel mendengarkan. "Bersiaplah untuk dua hari lagi. Jennette Margarita akan dinobatkan menjadi Jennette de Alger Obelia. "

Ijeikiel tercenung, tidak bisa mengatakan apa-apa dengan wajah terlampau kaget.

Jennette menjadi Putri?

Lalu, bagaimana dengan Athanasia?

***

"Kau akan datang? "

"Apa jika aku tidak datang, penobatan Jennette tidak akan terjadi? "

Thalia menghela nafas. "Kau benar. Lebih baik datang. "

Dengan pelan, Thalia membantu Athanasia kembali berbaring. Piring yang sudah dipakai untuk makan siang Athanasia kembali diletakkan diatas nampan. Thalia menyelimutinya hingga sebatas perut. Wajah Athanasia menjadi lebih pucat, rambut miliknya sudah Thalia kepang agar tidak terlihat gerah.

Athanasia terkena demam akibat kejadian tempo hari. Badannya sempat panas dan suhunya tinggi.

"Atau mungkin kau tidak harus datang? " Tanya Thalia kemudian. Athanasia memandang lurus langit-langit kamar. "Entahlah. Mungkin iya, mungkin tidak. "

"Apa-apaan itu? Labil sekali. " Cibir Thalia gemas. Athanasia menoleh, tertawa kecil. "Kau berisik sekali. Keluarlah, biarkan aku istirahat. "

"Ini rumahku tau. " Thalia mendengkus samar. Gadis itu bangun dan berjalan kearah pintu. "Baiklah, aku juga harus bekerja. Selamat tidur, Ath-- Eh, sudah tidur, ya. "

Thalia berhenti di depan pintu. Mengulas senyum kecut, "Mimpi indah. "

BLAM

Pintu tertutup. Athanasia membuka matanya perlahan, manik birunya berpendar sayu. Dia harus apa sekarang?

Athanasia membalikan badannya, menghadap kearah jendela yang dibiarkan terbuka. Sinar matahari masuk menyinari sebagian rambut berkilaunya. Athanasia memandang telapak tangannya yang terkena cahaya surya, gadis itu menutup mata. Sebulir air mata kembali turun, "Mama, aku harus apa?"

Athanasia ingin sekali menyerah, namun dia sudah berjanji dengan Diana. Athanasia tidak boleh menyerah, setidaknya sampai kebusukan Anastacius terbongkar. Tapi, Athanasia tidak sanggup lagi.

Bahkan, sekarang saja rasanya Athanasia ingin menghilang dari bumi.

"Tolong jangan biarkan Claude jatuh kedalam lubang hitam yang sama. "

Mama, aku juga jatuh. Aku juga sakit, Ma.

Athanasia membuka mata, kepalanya pening saat satu hal mengusik dirinya. Walaupun hati dan raganya menolak, Athanasia harus melakukannya. Sebelum dia benar-benar menyerah.

Athanasia harus hadir saat penobatan Jennette Margarita.

Setidaknya, dengan begitu Athanasia bisa mendapat petunjuk tentang Anastacius dan melihat Claude, untuk terakhir kalinya.

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang