45; Sepasang Masa Depan

2.7K 193 18
                                    

HALO SEMUA~

Duh, rasanya udah lama banget gak update. Masih ada yang membaca lapak inikah? Aku tersanjung loh buat apresiasi kalian yang selalu nge-vote sama komenin part demi part. Aku emang jarang bales, tapi serius aku menghargai sekali komen kalian yang sangat bernilai itu.

Aku banyak omong nich. Langsung aja, skip•~•

****

Athanasia berjalan tergesa. Suara hentakkan dalam lorong istana menggema memenuhi kesunyian. Kedua tangannya terkepal, alisnya menyudut menahan kesal. Gaun biru tuanya bergoyang mengikuti ritme kecepatan tubuhnya.

Dibelakangnya, Jennette dan Thalia saling pandang. Mengikuti langkah Athanasia dan membiarkan gadis itu berbelok menuju perpustakaan pribadinya. Beberapa menit yang lalu, ketika sarapan tiba, Athanasia mendadak pergi saat melihat Lucas ikut duduk disampingnya diruang makan. Gadis itu hanya mengatakan 'aku sudah kenyang' dan pergi dengan wajah jengkel.

Sudah sejak kemarin Athanasia mendiamkan Lucas dan Claude.

"Sampai kapan kau akan mengacuhkan mereka, Athanasia? " Thalia mendudukkan dirinya di sofa perpustakaan. Cukup jengah dengan sikap kekanakan dua sejoli ini.

Athanasia diam tak menjawab. Gadis itu berlalu lalang menyusuri rak demi rak buku. Mengambil satu buku asal dan membawanya ke meja dekat jendela. Masuk kedalam perpustakaan pribadinya mengingatkannya pada Lucas. Tak hanya itu, dirinya juga ingat insiden saat Ijekiel masuk tanpa sepengetahuannya. Berbicara tentang Ijekiel, Athanasia mendapat kabar jika Roger Alphaleus atau paman putih ditemukan dalam kondisi tidak sadarkan diri dan masih bernyawa dimenara tua yang kosong. Saat ini pasti Ijekiel sedang sibuk mengurusi dokumen pengangkatannya sebagai Duke baru Obelia. Mengingat Roger sudah diturunkan pangkatnya menjadi Duke istana.

Athanasia termenung. Lebih dari itu, dirinya mengingat kejadian setelah insiden Ijekiel masuk kedalam perpustakaannya. Lucas. Nama pemuda itu lagi-lagi bermain dalam pikirannya.

Thalia memperhatikan, menghela nafas. Jennette hanya termenung disofa lainnya. Dirinya sendiri cukup kasihan dengan Lucas yang diacuhkan sejak kemarin dan Claude yang dianggap patung setiap mereka bersitatap. Jennette menautkan kedua tangannya diatas paha. "Tuan Putri, sebaiknya anda cepat berbaikan dengan Yang Mulia dan Tuan Penyihir. "

Athanasia membuang nafas, menoleh dengan raut wajah tak terina. "Dengar, aku tidak marah atau apapun itu kepada mereka. Aku hanya, tak suka. Papa dan Lucas harus menyadari kesalahan mereka sendiri. "

Jennette tersenyum tipis. Gadis itu berdiri, gaun panjangnya menjuntai mengikuti langkah kakinya mendekat kearah Athanasia. "Aku yakin Yang Mulia dan Lucas tidak bermaksud demikian. "

"Tapi, kan! " Athanasia berdecak. Menggigit pipi dalamnya. "Lupakan. Aku tidak mau membahasnya. "

"Kemarin aku melihat Yang Mulia, " Thalia menyelosor diatas sofa. Mendongak menatap langit-langit atap yang bercorak bunga. "sedang berdiri didepan pintu kamarmu. " Gadis itu menoleh, menatap dalam Athanasia. "hendak meminta maaf, sepertinya. Hanya saja, dia terlihat ragu.

Athanasia terkesiap. "Kau bersungguh-sungguh? "

"Ya. Lalu semenit setelah Yang Mulia pergi. Aku pergi berjalan-jalan keluar istana. Kau tau apa yang kulihat? " Thalia memberi jeda. Menahan senyum geli diwajahnya mengingat kejadian tadi malam. "aku melihat Lucas sedang berdiri memperhatikan balkon kamarmu. "

Jennette menutup mulut. "Oh, astaga. Itu manis sekali. "

"Itu menyeramkan dan menggelikan menurutku. " Thalia menyahut terlentang.

Athanasia mendengkus. "Aku tidak akan luluh semudah itu. Mereka, mereka menyakitinya. Aku tidak bisa melupakan wajah ketakutannya, " Suara Athanasia tercekat, menjadi parau. "dia terlihat seperti diriku ketika Papa lupa ingatan. "

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang