22; Titik Awal

4.5K 356 43
                                    

Keheningan melanda ruangan itu. Kamar milik putri Obelia yang terbaring lemah diatas ranjang. Lucas mengetatkan rahang, kemarahan yang beberapa saat lalu mulai surut kembali terpancing ketika melihat sosok Claude yang datang dengan Jennette dan Felix.

"Apa lagi yang kau inginkan bajingan?! " Lucas meradang.

Namun, seolah tak peduli dengannya, Claude meluruskan pandangan. Sorot matanya tak terbaca ketika bersitatap dengan Athanasia yang terbaring. Ingatannya terlempar ketika Tabib mengatakan jika detak jantung gadis itu sempat melemah.

Tanpa alasan, Claude.. ketakutan.

"Hei, aku berbicara padamu pembunuh! " Lucas nyaris meninju Claude kembali. Namun, Ijeikiel menahannya, Felix dengan siaga berdiri dihadapan Claude. Berjaga jika Lucas menghantam Raja Obelia itu kembali.

"Tenanglah, Lucas. Kau sudah memukul Yang Mulia dengan brutal tadi. Kau cari mati? " Ijekiel menyentaknya.

Lucas berdecih sinis. "Cepat pergi dari sini sebelum-"

"Aku ingin melihat saudariku! " Jennette berseru lantang. Matanya kembali basah. Gadis itu meremas gaun hijau muda miliknya. Jennette tidak sanggup melihat sosok lemah Athanasia, dia terus menunduk menatap lantai.

"Cih, apa-apaan itu. " Jennette mendongak, atensinya tertuju pada sosok gadis yang kini bersandar dengan tangan terlipat. Gadis itu kemudian mendengus geli. "Apa kau baru saja menganggap bahwa Athanasia sebagai saudarimu sekarang? Setelah dia menjadi seperti ini? "

Thalia tersenyum sinis. "Putri Jennette, bukankah anda.. sangat menjijikkan. "

Ah.

Jennette tercekat. Menjijikan?

"Untuk sekarang, bisakah kalian semua pergi. Biarkan Athanasia beristirahat. Dia tidak akan bangun hingga seminggu kedepan. " Thalia berjalan beberapa langkah. Berusaha mengenyahkan serangga-serangga seperti Jennette dan Claude dari ruangan ini.

"Kenapa?-"

"Kenapa katamu? Dia kehilangan banyak tenaga, sihirnya melemah. Kau pikir, berapa banyak luka yang diterima oleh Athanasia. " Thalia mendesis.

Itu benar.

"Yang Mulia-"

Ini semua salahnya. Claude mengepal.

"Kita keluar sekarang. Dan kau, penyihir putih. " Thalia mengernyit, raut wajah Claude sedikit melunak. "Tolong sembuhkan dia. "

***

"Orang itu menjijikkan. " Thalia menghempaskan dirinya diatas sofa. Badannya letih, namun gadis itu tetap berusaha mencari cara agar temannya sadar.

"Sampai mana perkembangannya? " Lucas membalikkan buku tebal berisi sihir. Tak kalah dengan Thalia, Lucas juga melakukan segala cara agar Athanasia membuka matanya kembali.

"Sihirnya sudah kembali stabil, jantungnya berdetak normal. Mungkin, tidak lama lagi dia akan sadar. " Thalia menunduk dalam. Lucas meliriknya sedikit. "Kuharap begitu. "

Sudah tujuh hari, Athanasia terbaring lemah diatas ranjang. Tidak ada tanda-tanda dia akan sadar. Dan selama itu, Claude dan Jennette tak berhenti mengunjunginya setiap waktu. Thalia muak. Apalagi dengan Claude.

Thalia tau jika Claude menyesal. Pria itu sudah mendapatkan ingatannya kembali ketika Lucas memberinya buah pohon dunia. Dan, tentu saja Claude terpukul ketika menyadari apa yang selama ini dia lakukan. Thalia tidak bisa melupakan momen itu, saat Claude menangis ketika mengingat semuanya.

Claude menjadi berbeda. Dingin, namun menyimpan rasa sakit. Thalia tidak masalah dengan itu. Claude pantas mendapatkannya.

"Aku ingin bertemu putriku. "

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang