26; Benang Merah

4.1K 341 25
                                    

Enjoy :D

***

"Beritahu aku, bagaimana kalian tau itu semua? " Athanasia memejamkan mata sesaat. Setelah beberapa menit ruangan itu dilanda keheningan, kini Putri Kaisar Obelia membuka mata, menajamkan pandangannya.

"Kami.. berhasil mengetahui keberadaannya. Namun sayang, kami terlambat. Anastacius merencanakan sesuatu yang buruk. " Thalia menjawab menahan gelisah. Dia berusaha tenang. Rencana Anastacius bahkan tidak tanggung-tanggung.

"Jadi, maksudnya Anastacius berencana mengambil tahta kerajaan dengan cara menyerang Kerajaan Obelia? Dan target yang ingin mereka bunuh adalah aku? " Athanasia mengernyit. Ayolah, jangan bercanda. Kenapa hidupnya tidak bisa tenang barang sebentar.

"Ya. " Ijekiel mengangguk. Oh, ternyata ini alasan kenapa wajahnya tampak menegang tadi. "Karena itu, tolong jangan keluar dari istana saat prajurit bertarung. "

"Tidak. Aku akan ikut bertarung. "

"Ya, Kau harus--Ehh apa?! " Thalia tersentak berdiri. Raut wajah Athanasia berubah serius. Thalia terkesiap mendengar Athanasia yang kembali berbicara.

"Tidak ada alasan untuk ku bersembunyi. "

"Tapi, kau bisa mati! " Thalia menggertak. Bukan tanpa alasan jika gadis itu ketakutan. Athanasia nyaris mati saat itu, dia tidak mau temannya mengalami hal yang sama.

Athanasia berdiri, kakinya melangkah maju hingga saling berhadapan dengan Thalia. Begitu manik berliannya bersirobok dengan manik hijau Thalia, Athanasia mengulas senyum. "Tenang saja, aku akan berlatih. "

"Kau tidak bisa mengalahkan mereka hanya dengan latihan! " Thalia tersengal.

Athanasia mengulas senyum. Benar, karena itu.. "Aku akan berlatih dengan Lucas. Aku akan menyerap sihir Raven dan menggendalikannya. Karena itu, " Kedua lengan Athanasia mencengkeram pundak Thalia. Pandangan mereka saling tertuju. "Izinkan aku bertarung. " Netra miliknya berkilat penuh kobaran. Thalia termangu sesaat, kemudian tak disangka, tawa terpingkal keluar memenuhi ruangan.

"Hahahahaha, kau ini lucu sekali, " Thalia terpingkal sambil memegang perut, lelucon macam apa ini. Athanasia berkedip. Ada apa dengan temannya? Apa dia menjadi gila?

"Kau baik-baik saja? " Lucas bahkan nyaris mundur menjaga jarak dengan Thalia. Dia menjadi menyeramkan. Tawa Thalia perlahan berhenti, pelupuk matanya bahkan basah dengan air mata. Aih, anak ini.

"Hei, Athanasia. Kenapa kau masih peduli pada rakyat yang sudah mengkhianatimu? Yang bahkan diam saja saat kau dihukum mati? "

Athanasia tertegun. Kenapa? Jika ditanya kenapa, Athanasia juga tidak tau. Hanya saja,

"Keselamatan manusia tergantung padamu. Kau satu-satunya harapan Obelia. "

Ah, suara itu lagi. Menyebalkan.

"Aku tidak mau mengkhianati mereka, " Maniknya menajam, kedua tangannya terkepal erat. "sama seperti mereka mengkhianatiku."

Ah, "Begitu, ya. " Thalia mengangguk-angguk. Athanasia cukup bodoh ternyata.

"Kau bisa membantuku kan, Lucas? " Manik Athanasia bergulir memandangnya. Lucas tersenyum, ah bukan dia menyeringai. "Boleh saja. Aku pasti akan membantumu. "

"Lucas, kau terlihat seperti orang mesum. " Ijekiel berkomentar jijik. Lihat, sudah seberapa dekat mereka. Lucas melirik tajam, Athanasia nyaris tertawa geli melihat interaksi keduanya. Hei, siapa yang dulu marah-marah hanya karena Ijekiel masuk kedalam perpustakaan pribadi miliknya?

"Ngomong-ngomong, apa kalian sudah memberitahu Yang Mulia tentang hal ini? " Ijekiel bertanya. Semua mata beralih padanya, Thalia mengangguk pelan. "Aku hendak melaporkannya sekarang. Kalau begitu, sampai disini dulu. Kita akan merencanakan semuanya secara matang. Obelia tidak boleh sampai kalah. "

***

"Salah. Bukan begitu. "

Athanasia nyaris terjungkal. Lucas selalu menyerang tanpa aba-aba. Pemuda itu tidak membuat celah sedikit pun untuk Athanasia.

"Jangan menangkis terus. " Lucas meluncurkan satu pukulan. Hanya dengan tangan kosong, Lucas membuat Athanasia terpojok. Pemuda ini tidak main-main. Athanasia terus menangkis, kedua alisnya berkedut.

DUAK

Athanasia berhasil menghindar, lagi. Pukulan yang hendak dilayangkan padanya kini bersarang pada pohon dibelakangnya. Dan pohon itu tumbang jika kailan ingin tau. Lucas ini.. menyerangnya seolah ingin membunuhnya.

Athanasia merinding. "Lucas, bisakah kau--"

"Jangan mengalihkan perhatianmu, Athy. "

Apa-apaan dengan pemuda ini?!

DUAK

Athanasia terhantuk. Bajunya kotor, telapak tangannya lecet. Karena jatuh dengan posisi duduk, Athanasia merasakan sakit pada bokongnya. Lucas menjadi aneh. Aura pemuda itu menjadi berbeda. Seperti ada yang tersembunyi dibalik mata merah berkilat yang memancarkan cahayanya.

Pelan, Athanasia berdiri. Dia berdecak. "Kau ingin membunuhku? "

Lalu, tanpa peringatan Lucas melesat maju. Athanasia menahan dorongan begitu kedua tangannya menahan serangan Lucas. Mereka menjadi saling dorong mendorong.

Kaki Athanasia terdorong mundur. Alisnya menyatu, kekuatannya belum sebanding dengan Lucas. Dan lagi, ada apa dengannya?

"Lucas, kau aneh. " Athanasia berbicara. Lucas tak bergeming, dia terus mendorong maju. "Lucas! "

Kedua tangan Athanasia terlepas. Lucas memeluknya, erat. Athanasia berkedip kaku. Tubuh mereka bersentuhan. Daripada itu, jantung Athanasia bertompa cepat. Lucas menyembunyikan wajahnya disekitar leher Athanasia. "Jangan pergi. Kumohon, jangan bertarung. "

Athanasia terkekeh. "Kau mengkhawatirkanku?"

"Ya. "

"Karena aku temanmu? "

"Karena kau lebih dari temanku. "

Memerah. Sekarang bukan hanya Lucas yang menyembunyikan wajahnya, Athanasia melakukan hal yang sama. Pelukan semakin kencang, Athanasia memukulnya pelan. "Lepaskan bodoh. Aku nyaris mati karena pelukanmu. "

"Berjanjilah padaku dulu, baru aku lepaskan. Kau tidak akan pergi ke medan perang. "

Athanasia terdiam. "Maaf, aku tidak bisa. Aku sudah berjanji untuk menyelamatkan kerajaan. "

"Athanasia--"

"Lucas. " Athanasia melepaskan pelukan. Dengan sekali sentak, tangan miliknya menyentuh kedua pipi Lucas. Rasa hangat menjalar ke pipi dinginnya. "Aku tetap akan pergi. "

Lucas tertegun. Kedua manik mereka saling bersitatap. Dengan jarak sedekat ini, Lucas bisa melihat dengan jelas raut wajah serius milik Athanasia. Mendadak, wajah Lucas memerah.

"D-dasar keras kepala. " Lucas melepaskan wajahnya dari Athanasia. Dia memalingkan wajah gugup. Ada apa dengan jantungnya. "Kalau begitu, berjanjilah untuk tidak terluka. "

Athanasia tertawa. "Akan kuusahakan. Ngomong-ngomong Lucas, kenapa kau menghindari tatapanku? "

"Te-terserah aku dong. " Lucas berjalan menghindar dengan terburu-buru. Athanasia tergelak geli. Kakinya berlari mensejajarkan langkahnya dengan Lucas. "Kau lucu saat wajahmu memerah. "

"Athanasia. " Rengek Lucas.

Athanasia tertawa terpingkal-pingkal. Tidak menyadari bahwa Lucas tidak berkedip menatapnya. Sudah lama sekali dia tidak melihat wajah bahagia Athanasia. Perlahan, senyum tipis terukir diwajahnya. Athanasia terlihat lebih cantik saat tertawa.

***

Aaaaaa Lucas gomball<3

Yang udah follow aku makasih banget:D
Yang belum follow, plis follow yaa aku follback kok.

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang