13; Kenapa Aku? (Athanasia)

3.1K 284 10
                                    

Apa reaksimu ketika mendengar Papamu sendiri hendak mengumumkan anak yang tidak memiliki hubungan darah dengannya sebagai anaknya. Dan, bahkan mencampakkanmu yang merupakan anak kandungnya.

Marah? Kecewa? Atau menangis?

Athanasia merasakan semuanya. Marah, kecewa, dan sakit diwaktu yang bersamaan. Athanasia nyaris menangis kencang jika dia tidak ingat dimana dia berada. Diantara keramaian orang yang berdiri dengan atensi kesatu arah, para prajurit yang mengumumkan tentang penobatan Jennette.

Dan, sialnya Athanasia tidak tau harus melakukan apa. Disampingnya, banyak warga yang berbisik mendesas-desuskan soal penobatan Jennette.

Claude tidak pernah mengakuimu sebagai anaknya.

Athanasia mengangguk samar. Bisikan demi bisikan yang terdengar ditelingannya seolah mencemooh dirinya.

Claude tidak pernah mengharapkan kehadiranmu.

Athanasia terkekeh miris. Itu juga benar, karena sejak awal hanya Jennette yang menjadi pemeran utama.

Lalu, apa yang kau harapkan Athanasia?!

Athanasia seharusya sadar bahwa sampai kapanpun, dia tidak pernah mendapat peluang menjadi sosok pengisi hati Claude.

Seharusnya, Athanasia tau-

Tapi kenapa?! Kenapa air matanya tidak berhenti mengalir ketika dirinya sadar bahwa dia bukan siapa-siapa.

Kenapa?!

Perlahan, Athanasia membalikan tubuhnya. Berjalan menjauhi keramaian untuk setidaknya menenangkan dirinya. Setiap langkah yang dia ambil menjadi lebih cepat, hingga menjadi derap langkah kaki yang berlari.

Athanasia bersandar disebuah pohon. Kakinya sudah tak kuat, hati dan batinnya sudah lelah.

Athanasia menyerah.

Dengan bahu yang semakin bergetar, Athanasia meruntuhkan pertahanannya. Air matanya mengalir tanpa henti. Kepalanya berdenyut kencang, bibirnya bergetar dengan isakan.

Kali ini, Athanasia benar-benar kalah. Athanasia tidak bisa melakukan apapun untuk mempertahankan Claude sebagai Papanya.

"Papa.. "

Athanasia memejamkan mata. Tubuhnya limbung ketanah. Gadis yang selama ini berdiri dengan kedua kakinya sendiri perlahan ambruk.

Athanasia menengadah, memandang langit yang tampak cerah berlawanan dengan suasana hatinya. "Hei, Mama. "

Athanasia mengigit bibir. Kenapa Mamanya justru tidak pernah ada saat dia membutuhkan?!

"Kenapa kau melahirkanku? "

***

Begitu Athanasia membuka pintu, wajah khawatir Thalia yang dia lihat. Masih dengan wajah tanpa ekspresinya, Athanasia berjalan melewati Thalia. Dengan geram, Thalia menghentikan langkahnya. Menarik tangannya kedalam dekapan Thalia hingga membuat si empu tersentak.

"Kau kemana saja, hah? Aku mencarimu kemana-mana, kenapa kau berbakat sekali ketika menghilang? " Bahu Thalia bergetar menandakan bahwa gadis itu tengah menangis. Athanasia terdiam, manik matanya meredup. "Jangan-"

"Jangan apa?! Jangan perduli lagi padamu, begitu? Aku memang baru mengenalmu tidak lama, Athanasia. Tapi, aku tau bagaimana rasanya kehilangan. Kau tidak perlu bersikap menjaga jarak lagi, karena aku temanmu! "

Thalia meremas kedua pundaknya dengan air mata yang membasahi wajahnya. Athanasia tidak menjawab, beberapa saat gadis itu menunduk dalam.

"Bodoh, " Athanasia terisak. Mendekap Thalia erat seolah mengatakan serapuh apa dirinya. "Aku terluka, Thalia. "

Thalia mengangguk, "Aku tau. "

"Aku tidak tau harus melakukan apa. Papa sudah membuangku. Aku bukan lagi anaknya. "

Athanasia menangis kencang. Thalia memeluknya semakin erat. Suara isakan Athanasia semakin pelan, berganti dengan nafas tersengal. Thalia panik, gadis itu mengurai pelukannya saat Athanasia kesulitan bernafas.

"Athanasia?! "

Athanasia ambruk. Dengan nafasnya yang tersengal-sengal, dia masih bisa mendengar suara Thalia yang memanggilnya dengan panik.

Manik Athanasia meredup. Perlahan, kedua matanya tertutup, menghampiri kegelapan.

Ah, menyedihkan.

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang