30; Keluarga Sesungguhnya

3.4K 255 9
                                    

"Maafkan aku. " Jennette menunduk dalam. Kedua tangannya saling bertaut cemas, rasa dingin menyergap hingga membuat tubuhnya mengigil tak karuan. Manik Jennette memanas, seandainya dia tidak terlahir seperti ini, pasti semua baik-baik saja. Tidak akan ada peperangan, tidak akan ada yang terluka. Pergi sejauh mungkin pun sudah terlambat, Anastacius tidak pernah main-main dengan ucapannya. Pria itu pasti akan tetap mengibarkan bendera perang sekalipun Jennette tidak pernah ada di dunia ini.

"Aku tidak tau harus bagaimana. Maafkan aku, semua salahku. " Kaki Jennette lemas. Dia tidak bisa menopang tubuhnya sendiri hingga meluruh dengan menyedihkan.

Jennette ketakutan. Dia tidak mau keluarga satu-satunya yang dia miliki mati ditangan Ayah kandungnya sendiri. Jennette merasa tidak punya hati karena kesalahan orangtuanya. Bagaimana seandainya jika, Claude bahkan Athanasia yang menjadi korban keserakahan Anastacius, bagaimana jika mereka berdua--

"Jennette, " Pikiran berkecamuk Jennette buyar. Suara seseorang yang memanggil namanya dengan tulus membuat Jennette semakin merasa bersalah. "Jangan pikirkan hal itu. Kau adalah saudariku."

Miris.

Ah, seandainya Jennette tidak pernah terlahir. Pasti tidak akan menjadi serumit ini.

***

"Hei, apa kau bersungguh-sungguh? "

Athanasia menangkis serangan Lucas. Suara pedang yang beradu menjadi latar belakang keheningan yang sejak tadi melanda, sebelum Lucas bertanya sesuatu padanya.

"Tentang apa? "

"Kau akan membunuh Anastacius? "

Athanasia tidak menjawab. Gadis itu melayangkan serangan kepada Lucas dan dengan sigap pemuda itu menghindar. Lucas mengernyit, tangannya terasa kebas ketika pukulan mereka beradu.

"Hei! " Lucas menyentak tak tahan.

Athanasia menghela nafas. "Kau ingin aku menjawab apa? "

"Jawablah dengan jujur dan benar. " Tatapan Lucas menajam. Dia tau benar bagaimana kekuatan Anastacius, terlalu kuat dan hitam untuk Athanasia kalahkan.

"Aku akan melakukannya, "Lucas mengatupkan bibir. Athanasia menghela nafas. "Mungkin. "

Ah, Lucas ada halangan terbesar jika dia membunuh Anastacius.

Jennette.

"Lucas sebenarnya aku, " Athanasia memandangnya lurus. Pedang ditangannya turun. Kepalanya kemudian tertunduk, sedetik lamanya mereka terdiam. Hanya semilir angin dan kebingungan Lucas.

"Apa? " Lucas penasaran.

Athanasia terkekeh kikuk, dia menggeleng samar. "Ah, tidak bukan apa-apa. "

"Apa yang kau sembunyikan, Athy? "

Eh.

"Kau sulit tertipu ya, " Athanasia mengulas senyum. Perasaan Lucas mendadak tak karuan. Senyum Athanasia seolah menjelaskan semuanya. Semua jawaban, semua hal yang disembunyikan gadis itu.

"Sebenarnya, aku memiliki permintaan. "

Terkahir kali Athanasia memiliki permintaan kepada Claude, pria itu lupa ingatan. Athanasia mengepal. "Bisakah? "

"Apa.. itu? "

Bibir Athanasia terbuka. Semilir angin yang menerbangkan dedaunan menjadi saksi bagaimana tak karuannya hati Lucas setelah mendengar permintaan gadis yang selama ini dia lindungi.

***
"Perang! Perang akan terjadi! "

"Lindungi setiap orang. Cepat pergi ke menara Obelia! "

"Jangan mengikutiku atau kau akan mati! "

"Jika kau tidak ingin aku mati, maka jangan meninggalkanku! "

"Pergi! Kembalilah kepada keluargamu! Mereka membutuhkanmu! "

"Tidak! Jangan pergi! Jennette?! "

"JENNETTE!! "

Nafasnya terengah. Jantungnya berpacu kencang. Dan, ditengah keheningan kamar yang melanda, dengan cahaya bulan yang menyembul dibalik jendela. Air matanya mengalir, memanas dan tak terbendung.

Lagi-lagi, Athanasia bermimpi buruk. Anastacius benar, satu-persatu keluarganya akan pergi.

Athanasia ketakutan. Air matanya meleleh deras. Sekujur tubuhnya kaku, tidak bisa bergerak bahkan untuk sekedar menoleh. Langit-langit diatas kepalanya terasa mendekat seperti akan jatuh tepat diatas wajahnya.

Nafasnya semakin memburu. Tersengal cepat, jantung terasa akan keluar.

Claude, Athanasia membutuhkan Ayahnya.

Dimana pria itu?!

"Papa.." Lirihan paraunya terdengar. Hening. Claude tidak datang.

Athanasia terperosok.

"Papa.."

Langit-langit kamarnya terasa semakin mendekat. Seperti ada lubang hitam yang menariknya kedalam hingga dirinya tenggelam jauh ke dasar yang paling dalam. Matanya meredup, semakin dan semakin dalam. Jauh dan semakin jauh.

Siapa saja.. Tolong..

"Athanasia! "

Terbuka. Dentuman pintu menyentak kesadarannya. Hal terakhir yang Athanasia lihat adalah seseorang yang berlari menghampirinya dengan wajah khawatir yang kentara. Athanasia tidak ingat, namun bagaimana cepatnya orang itu mengucapkan sesuatu mirip mantra berhasil membuat nafasnya kembali teratur.

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang