5; Sesuatu yang hilang

3.1K 298 31
                                    

Enjoy princess

*
*
*

Athanasia mengerjap beberapa saat. Matanya melirik kesamping saat cahaya matahari masuk melalui celah jendela tanpa gorden. Athanasia menghela nafas. Dia tersadar bahwa dirinya tertidur bukan dikamarnya, melainkan sofa ruang tamu. "Thalia, aku lapar!"

"Kau berisik sekali, Tuan Putri. Padahal ini masih pukul tujuh. Kembalilah ke kamarmu, akan membawa sarapannya kesana. " Thalia muncul dari dapur, dengan serbet merah muda yang selaras dengan rambutnya.

Athanasia cemberut. "Kau mengusirku? "

"Kau terlalu cepat tersinggung. " Thalia melepas serbet miliknya. Menata sarapan diatas meja dengan dua kursi. "Kau ingin makan disini? Atau dikamar? "

"Aku ingin makan diatas pengunungan yang menampilkan bunga sakura yang bemerkaran."

"Kau ini sehat? "

Thalia menggelengkan kepalanya dengan kekehan kecil. Athanasia berjalan mendekat dan duduk dikursi yang berhadapan dengan Thalia.

"Saat aku di istana dulu, Papa akan mengabulkannya dalam hitungan detik. " Athanasia bersiap menyuapkan sarapannya saat Thalia memandangnya aneh. "Apa? "

"Kau ingat disini bukan istana, bukan? " Thalia menguyah sarapannya perlahan. Mimik wajah Athanasia berubah. "Ya, aku tahu. Hanya sekedar menampar diriku dengan kenyataan. Kau tau, aku berharap ini hanyalah mimpi. "

"Ya, anggap saja ini mimpi. "

Thalia kembali meneruskan sarapannya. Athanasia tidak berbicara apapun setelahnya, dia sendiri tidak tahu harus bersikap seperti apa. Menangis meraung agar kondisinya kembali seperti sedia kala? Entah sudah berapa kali Athanasia melakukannya.

Menyedihkan.

"Siang ini, aku akan bekerja. " Thalia berdehem. Sedikit merasa tidak enak saat melihat wajah muram temannya. "Kau.. mau ikut? "

Athanasia mendongak. "Eh, tapi kau bilang untuk tidak menganggumu saat bekerja? "

"Jadi, kau akan mengangguku jika aku mengajakmu? "

"Sejujurnya, Ya. Tapi, aku akan menahannya. Jadi, aku boleh ikut? "

"Ya, setelah kita membuat bekal untuk makan siang hari ini. " Thalia mengagguk kecil sebagai jawaban. Athanasia tersenyum tipis. "Mm. "

Thalia kembali terdiam. Mulutnya gatal ingin memberi tahu Athanasia soal Claude dan Jennette yang dia lihat kemarin. Namun, "Athanasia, apa kau sudah dengar-"

"Tentang Papa dan Jennette yang berjalan-jalan bersama di pasar kemarin? Aku sudah dengar, kok. " Athanasia menghela nafas lelah. Dia menyunggingkan senyum miris. "Aku terlihat menyedihkan, ya? "

Thalia menggeleng cepat. "Tidak. Kau tidak terlihat menyedihkan justru kau terlihat lebih kuat dari siapapun. "

Athanasia tertawa miris. "Apa maksudmu, Thalia. Ayolah, kau harus membuat bekal. Aku akan bersiap. "

Athanasia berdiri dengan langkah tergesa. Gadis dengan rambut honey blonde berjalan tanoa menoleh lagi kebelakang. Athanasia tidak mau Thalia melihatnya meneteskan air mata saat dia sadar bahwa dia tak lebih dari peran tidak penting disini.

Bagaimanapun, peran utama akan selalu Jennette. Hanya, Jennette Margarita.

***

Felix Robane berjalan dengan setelan khas yang selalu dipakainya. Kakinya melangkah memecah keheningan lorong Istana Obelia. Langkahnya sempat terhenti kala dari dalam ruangan terdengar suara tawa seorang gadis. Felix menghela nafas. Pria itu mengetuk pintu dua kali.

"Felix Robane menghadap Yang Mulia. " Felix membuka pintu ruang kerja Claude. Bisa dilihatnya, Raja nya itu tidak sendirian. Melainkan ada sosok gadis muda berambut coklat yang langsung melempar senyum saat melihat kedatangannya.

"Hai, Felix. " Jennette melambaikan tangannya menyapa bagai teman lama. Felix membungkuk sekilas.

"Yang Mulia memanggil saya? " Felix kembali meluruskan pandangannya. Claude bangun dari tempat duduk miliknya, berjalan kearah sofa dimana Jennette juga duduk disana. "Aku mau kau menjadi penjaga pribadi Jennette mulai sekarang. "

Felix mengeraskan wajah. "Apa? "

Jennette menautkan kedua tangannya. Dia tau, Felix Robane sangat tidak menyukainya. Mantan penjaga pribadi Putri Athanasia itu menghembuskan nafas kasar. "Baik, Yang Mulia. "

Jennette mengangkat wajah. Sebenarnya, dia yang meminta Claudr untuk menjadikan Felix sebagai penjaga nya. Jennette hanya ingin dekat dengan seluruh penghuni istana dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Hanya itu.

"Bagus, sekarang kau boleh kembali. Dan datanglah besok pagi untuk menjalankan tugasmu. " Seperti biasa, Claude bersikap dingin kepada siapapun. Jennette mendengkus dengan kekehan kecil. "Ayah, kau terlalu kaku. "

Claude menoleh dengan mimik tidak mengerti. Ketika bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, kepalanya terasa dihantam sesuatu yang keras.

"Papa, coba tersenyumlah. Lihat, seperti Athy. Dengan begitu, orang istana tidak akan takut melihat wajah Papa. "

"Ugh, " Claude merasakan kepalanya kembali berdenyut. Kilasan lainnya datang, bersama satu nama yang kini meruntuhkan pertahanannya. Claude meluruh.

"Yang Mulia?! " Felix Robane panik bukan main. Jennette membelalak tertegun. "Ayah?! "

Kepala Claude memberat. Suara panik Felix masuk selewat ke pendengarannya. Jennette menguncang bahunya keras, berusaha menjaga kesadaran Raja Obelia. "Ayah, bertahanlah. "

"Ayah! "

Mata Claude semakin berat. Pandangannya mengabur. Namun, dia masih bisa melihat air mata Jennette yang mengalir melihat betapa tidak berdaya nya dia saat ini.

"Papa, Athy ingin makan kue coklat buatan Lily dengan Papa. Apa Papa mau? "

"Besok Athy ingin melihat taman bunga bersama Felix. Papa mau ikut dengan Athy? "

"Athy sayang Papa sebanyak ini. Sebesar ini, Papa juga sayang Athy, kan? "

"Papa, jangan pergi dulu. Athy masih ingin bersama Papa. Athy takut. "

"Apa Papa lupa dengan Athy? Begitu, ya. Padahal Athy tidak pernah melupakan Papa. "

"Papa, selamat tinggal. "

Felix Robane datang dengan nafas tersengal. Dia menyuruh beberapa prajurit yang dia panggil untuk mengangkat Raja mereka ke kamar. Lily dengan wajah pucat segera memanggil dokter kerajaan. Melihat Claude yang tak berdaya, Jennette masih terisak. "Ayah, "

Claude terbaring di kasur miliknya. Matanya menjadi semakin sayu lebih dari sebelumnya. Felix Robane memanggil namanya berkali-kali. Jennette dengan dibantu pelayan yang masih menangis kini berada disampingnya. Mengenggam tangan dingin Claude. "Ayah, bertahanlah. Tolong jangan-"

Perlahan, Claude menutup matanya. Raja Obelia itu jatuh tak sadarkan diri.

Who Made Me a Princess (fanfic#1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang