12

10.6K 1.3K 152
                                    

"Hn, aku baik."

Meskipun tengah menelpon, Jeno malah lebih terlihat sibuk dengan berkas-berkas dihadapannya. Tangannya dengan lincah membubuhkan tanda tangan diatas kertas putih itu ketika ia merasa dokumen-dokumen tersebut akan memberikan keuntungan bagi perusahaannya.

"Eomma..." panggilnya pada sang lawan bicara. Ia menghentikan kegiatannya hanya demi memfokuskan diri pada panggilan telfon yang sedang berlangsung. "Bisakah aku kembali ke Korea?"

Jeno menggigit bibir dalamnya, berharap besar bisa diizinkan untuk kembali, ia benar-benar ingin pulang ke negara ginseng itu.

Ia ingin sekali menemui Renjun, sekecil apapun kesempatannya.

"Benarkah?? Terimakasih! Aku sayang eomma!" Jeno menutup panggilannya. Memilih untuk menunda pekerjaan, dan memutuskan memandang keadaan kota New York dari ruangannya. Ia tersenyum kecil, senyum yang entah sudah berapa lama hilang dari wajah tampan itu.

Seoul. Kota kelahirannya, tempat dimana ia lebih merasa hidup dan berwarna. Tempat ia dan Renjun menghabiskan banyak kenangan mereka, tempat ia dan Renjun merasakan ciuman pertama mereka di rooftop sekolah, tempat ia dan Renjun saling berjanji untuk menjaga hati masing-masing. Dan masih banyak lagi cerita tentang mereka disana.

Seoul dan Renjun adalah rumahnya. Dan ia akan segera pulang.

.

.

.

.

.

Chenle memekik senang ketika menyadari siapa orang yang baru saja memasuki cafe.

"Renjun-ge!!" histerisnya dan melompat-lompat kegirangan dalam pelukan Renjun, membuat Renjun sedikit kewalahan karena tubuh Chenle yang sedikit lebih bongsor darinya.

"Renjun bisa patah jika kau peluk begitu, Chenle." teguran Kun tidak ia gubris, Chenle malah dengan antusias menyeret Renjun untuk segera duduk dan menerornya dengan pertanyaan; "Gege tidak lupa oleh-oleh ku kan?", yang mana membuat Renjun terkekeh karna kelakuannya.

Kun meletakkan segelas minuman dihadapan Renjun dan menjentik pelan jidat Chenle, membuat si pemuda Zhong itu berjengit kaget. "Biarkan Renjun bernafas dulu, dasar anak ini. Cepat kembali kebelakang."

Chenle mempout tapi tetap menuruti perkataan Kun karena takut jika gajinya akan dipotong oleh lelaki tampan berjiwa 'keibuan' itu. Setelah memastikan Chenle sudah tidak ada disekitar, Kun menatap Renjun yang terlihat lebih kusut dibandingkan saat kepergiannya ke Amerika beberapa minggu lalu, "Kau baik-baik saja kan? Apa terjadi sesuatu?" tanyanya khawatir.

Renjun tersenyum kecil, berusaha menghilangkan raut cemas dari wajah gegenya. Tapi Kun adalah Kun, sekeras apapun Renjun menutupi masalahnya ia akan dengan mudah mengetahuinya.

"Aku dan Jeno.. Kami berakhir," ucapannya membuat Kun terkejut.

"Kenapa?" Kun jelas tahu bagaimana perasaan Renjun pada pemuda bernama Jeno itu, dan mendengar perpisahan mereka tentu sangat membuatnya bingung.

Renjun tak menjawab. Ia sejujurnya juga bingung dengan keadaannya saat ini. Jeno sudah bertunangan, Renjun bahkan menyaksikannya sendiri dengan jelas. Tetapi perlakuan Jeno yang memeluk dan memohon padanya saat di wahana itu membuat Renjun tidak mengerti. Seolah-olah Jeno kekasihnya dan Jeno yang menjadi tunangan Ryujin adalah dua orang yang berbeda.

.

.

.

.

.

Renjun sedang beristirahat ketika Chenle membawa masuk sebuah kotak besar yang 'katanya' merupakan hadiah dari seseorang -untuk Renjun.

(✔) FOR HIM; ╰Noren╮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang