34

9.9K 1.1K 89
                                    

"Pelan-pelan.." ucap Jeno pada Renjun disampingnya. Tangannya telah tersampir dengan manis di pinggang sang kekasih guna memapah tubuh lemah itu.

Renjun memandang pintu megah dihadapannya dengan bermacam ekspresi yang tergambar di bola matanya. Ia merasa familiar namun asing secara bersamaan.

"Ayo masuk."

'Sudah siap?'

Renjun menatap pada Jeno dengan mata yang bergetar. Pemuda Lee yang ditatap pun hanya memandang heran pada Renjun yang terdiam. "Renjun? Ayo masuk," ujarnya sembari mendorong pelan punggung Renjun sebagai tanda untuk pemuda itu melangkah.

Mereka begerak perlahan memasuki kediaman mewah itu dengan Renjun yang masih menatap sekitarnya dengan ekspresi kebingungan.

Sekali lagi... Renjun merasa familiar sekaligus asing pada tempat ini.

Kemunculan mereka disambut sopan oleh beberapa pelayan milik keluarga Lee.

Jeno menyerahkan barang-barang Renjun yang ia pegang pada pelayan wanita yang berada di dekatnya, untuk bisa di bawa ke kamar yang akan Renjun tempati.

Renjun mengedarkan pandangan. Keningnya langsung mengernyit ketika sekelebat bayangan samar terlihat sangat mirip dengan tempat ini. Pemuda Huang itu merintih pelan sebelum dengan cepat bersembunyi dibalik punggung Jeno ketika matanya melihat kehadiran seseorang.

Entah kenapa, Renjun merasa takut melihat pria itu.

Merasakan ketakutan kekasihnya, Jeno dengan siaga melindungi Renjun di balik tubuhnya. Menatap tajam pada Jaehyun yang saat ini tersenyum lemah.

"Selamat datang.." suara Jaehyun terdengar pelan di telinga kedua pemuda itu. Ia sedikit mengintip pada Renjun yang mengkerut di belakang tubuh Jeno.

"Huang Renjun..." suara berat yang terdengar begitu menggema memanggil namanya, membuat Renjun semakin menunduk takut sekaligus bingung karena ia merasa pernah mengalami hal ini.

"Aku tau sudah sangat terlambat mengatakan ini, tapi... aku ingin meminta maaf padamu. Karena perbuatanku sendiri, Jeno nyaris saja kehilangan nyawa nya.. dan tatapan kecewa yang diberikan istriku benar-benar menjadi pelajaran telak untukku."

Jaehyun dengan perlahan duduk bersimpuh di hadapan Jeno dan Renjun. Kepalanya tertunduk dengan kedua tangan yang mengepal di dalam pangkuannya. "Aku benar-benar menyesal...." suara pria itu terdengar lirih, "Aku benar-benar meminta maaf karena telah melakukan hal yang buruk padamu."

Suara lirihan Jaehyun membuat Renjun memberanikan dirinya untuk beranjak dari belakang tubuh Jeno. Melihat bagaimana pundak pria itu yang bergetar, Renjun pun mengambil tempat untuk ikut bersimpuh dihadapan pria paruh baya itu.

"Aku tidak bisa ingat kesalahan apa yang anda lakukan. Tapi... setiap orang pantas untuk mendapatkan maaf dan kesempatan kedua." Ucap Renjun dengan lirih.

'Saya mungkin tidak memiliki harga diri dimata anda...'

Pemuda Huang itu lalu mengernyit ketika suatu bayangan samar kembali terlintas. Tapi kali ini, bayangan itu bukan diiringi rasa sakit di kepala, melainkan denyutan sakit yang begitu terasa di ulu hatinya.

.

.

.

.

.

Jeno berjongkok di hadapan Renjun yang saat ini sedang duduk di tepi ranjang. Senyum lembutnya terpoles ketika netra kecoklatan itu masih menatapnya dengan rasa kebingungan yang begitu terlihat disana.

Jeno memaklumi itu. Renjun masih membutuhkan waktu untuk bisa mengingat kembali. "Mulai hari ini dan seterusnya, kau akan tinggal disini. Bersamaku."

Renjun mengerjap. Matanya melirik pada tangan Jeno yang mengenggam kedua tangannya dengan erat dan sesekali terlihat bergerak, mengelus.

"Bolehkah aku bertanya?" lirih Renjun pelan.

Pemuda Lee itu menggangguk, masih dengan senyuman yang menghiasi wajah tampannya.

"Bagaimana jika aku tidak bisa mengingatmu lagi?... Apakah kau akan sedih?"

Elusan tangan Jeno terhenti. Begitupun senyumnya yang dengan perlahan luntur. Ia menatap lamat-lamat pada wajah Renjun yang terlihat menantikan jawaban.

"Aku... tidak akan sedih," jawab Jeno pelan, tak lupa memasang senyum kecil untuk meyakinkan Renjun. "Kita bisa membuat kenangan yang baru, jadi aku tidak akan sedih," lanjut Jeno lagi.

Renjun melihat bagaimana wajah tampan itu menampilkan guratan lelah. Dan entah mengapa, ia merasa sangat bersalah saat melihatnya. "Di saat aku mencoba mengingatmu... rasanya hatiku selalu merasakan sakit." cicit Renjun pelan.

Jeno hanya mengangguk paham. Dan mengalihkan pandangan dari wajah Renjun yang saat ini menatapnya dengan polos.

Tatapan asing dari pemuda itu benar-benar berhasil membuat hatinya berdenyut sakit.

Jeno lalu bangkit dari posisinya untuk bisa memberikan kecupan di kening Renjun. "Istirahatlah." ucapnya dengan suara serak, sebelum beranjak pergi meninggalkan kamar.

Dan ketika pintu berpelitur itu tertutup, Jeno dengan cepat menutup mulutnya dengan punggung tangan. Air mata menetes tanpa bisa ia cegah, dengan dadanya yang terasa sakit ketika mengingat perkataan Renjun.

"Aku akan sangat sedih, sayang..."

"Sangat sedih jika kau tidak bisa mengingatku lagi."

.

.

.

.

.

Pintu kayu itu telah tertutup. Tapi Renjun masih belum melepaskan pandangannya pada benda tebal persegi itu setelah Jeno meninggalkannya di kamar ini.

Ia memegang dadanya yang berdenyut sakit. Perasaan ini seperti tak asing, tapi Renjun tak mengerti bagaimana menggambarkannya.

'Tidak apa-apa... Aku tidak apa-apa.'

'Renjun.. Jangan tinggalkan aku.'

Bayangan-bayangan samar itu kembali memenuhi kepalanya. Membuat ia mengerang karena bayangan kabur itu seolah menyeruak masuk kedalam sel-sel otaknya.

Renjun menangis tertahan. Selain sakit di kepala, rasa menusuk di dadanya membuat tangisannya semakin pecah.

Kesakitan ini tak bisa Renjun jabarkan. Ia merasakan sesak yang begitu menghimpit, belum lagi bayangan kabur yang berlalu lalang yang membuat kepalanya pusing.

Renjun lalu terisak, ketika gambaran seorang lelaki yang tengah menangis di pelukannya terlintas di pelupuk mata. "Maaf..." ucapnya lirih dengan tangan yang terulur, mencoba meraih bayangan wajah sendu yang akhirnya tergambar jelas.

'Membuatmu berkorban sejauh ini...'

"Maafkan aku, Jeno."



.

.

.

.

.

==============
To be Continued
==============
.

.

.

.

.

(✔) FOR HIM; ╰Noren╮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang