21

8.7K 1.1K 119
                                    

Renjun memelankan langkah saat melihat figur familiar yang berada tak jauh didepannya, disana terlihat seorang pemuda jangkung yang kebingungan menatap lingkungan sekitar dengan selembar kertas ditangan.

Renjun begerak mendekat untuk memastikan, dan terkesiap ketika dugaannya benar.

"Lucas-ssi?!"

Yang dipanggil berhenti dari kegiatan mencari dan tersenyum lebar ketika akhirnya berhasil menemukan Renjun. "Hai!" sapanya riang.

"Apa yang kau lakukan disini? Dan sejak kapan kau datang ke Korea?" Renjun bertanya penasaran pada Lucas yang saat ini berada dihadapannya. Pemuda itu benar-benar tak menyangka akan bertemu Lucas di Korea.

Pemuda Wong itu tertawa pelan, "Aku ingin menemui kekasihku." ujarnya membuat netra coklat Renjun membola, menatapnya dengan kaget.

"Kekasihmu tinggal disekitar sini?!" tanyanya takjub. Tak menyangka jika dunia benar-benar sesempit itu.

Lucas tersenyum dengan tampan, tangan besarnya kini mengusak pelan rambut kecoklatan Renjun, membuat pemuda itu menatapnya kebingungan. "Sekarang aku sudah bertemu dengannya." ujar Lucas masih dengan senyuman tulus.

Renjun hanya bisa tersenyum kaku saat ia dan Lucas tanpa sengaja melakukan kontak mata. Entahlah, ia hanya merasa canggung saat mengingat perkataan Lucas padanya beberapa saat yang lalu.

Saat ini keduanya saling berjalan beriringan menuju café tempat Renjun bekerja. Lucas yang bersikeras untuk ikut, membuat Renjun tidak bisa menolak ataupun membantah keinginan pemuda jangkung itu.

Hingga langkah kaki Renjun terhenti ketika netranya melihat Kun yang saat ini menangis di pelukan Chenle dan rekan-rekan kerjanya yang terduduk putus asa didepan café. Beberapa orang juga terlihat berkerumun disekitar mereka dengan saling berbisik-bisik.

Renjun bergerak cepat, mengambil tempat yang ia rasa mampu membuatnya tahu apa yang telah terjadi.

"A-ada apa ini?" matanya menatap kosong pada pintu café yang telah tersegel. "Ge, ada apa ini?" tanyanya lagi pada Kun yang masih menangis keras.

Chenle memandangnya dengan tatapan sedih, "Renjun ge... kita sudah kehilangan café." ujarnya menatap miris bangunan yang sudah tersegel itu. "Lahan dan bangunan ini telah jadi milik J Company."

Netra Renjun melebar tak percaya atas hal yang telah didengarnya. Ia menatap pada Kun yang semakin sesegukan dan melihat rekan-rekannya yang terlihat sangat putus asa.

"J... J Company?" ia berkata lirih dengan air mata yang mulai menetes. Renjun merasa kakinya sangat lemas hingga berdiri pun rasanya tak sanggup. Ia akan benar-benar terjatuh jika saja Lucas tidak dengan cepat menangkap tubuhnya yang limbung. "Jika begini bagaimana bisa kami hidup?" tanyanya pelan pada Lucas yang membawanya kedalam pelukan.

Tangan besar itu mengusap-usap punggung bergetar Renjun yang saat ini menangis terisak di pelukannya. "Lucas-ssi... Setelah ini bagaimana lagi kami melanjutkan hidup?" lirih Renjun yang semakin terisak dipelukannya.

.

.

.

.

.

.

.

"Sedang sibuk?"

Jeno tak menggubris pertanyaan itu. Ia lebih memilih berpura-pura buta dan tuli atas keberadaan Ryujin yang dengan tiba-tiba saja mengunjunginya.

Ryujin mencibir, merasa tak terlalu sakit hati karena telah terbiasa menerima sikap tak mengenakkan Jeno. Gadis itu mengambil tempat untuk duduk di sofa yang memang disediakan diruangan ini dan mulai membolak-balikkan lembaran majalah untuk mengusir rasa suntuknya.

(✔) FOR HIM; ╰Noren╮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang