20

9.8K 1.2K 188
                                    

Jaehyun berhenti dari kegiatan membacanya ketika sekelebat ingatan terlintas.

Renjun.

Ia yakin pernah mendengar nama itu sebelumnya.

Tapi dimana?

Pria itu memijit kepalanya pelan berharap sesuatu hal bisa tergambar. Jaehyun sangat yakin pernah mendengar nama itu, yang perlu ia lakukan hanyalah mengingatnya dengan benar. Karena entah mengapa Jaehyun merasa nama itu memiliki peran yang penting, entah apa itu.

"Jaehyuni.." Jaehyun tersentak, dan menemukan Taeyong yang masuk keruangannya sambil membawa teh.

Tersenyum karena merasa Taeyong tidak lagi memasang bendera perang padanya, ia pun meraih pinggang ramping itu untuk membawa Taeyong duduk dipangkuannya. Baru saja ia ingin menjangkau bibir tipis milik istrinya, sebelum Taeyong berpaling. Menghindari kecupan yang akan diberikan sang suami.

Lalu dengan muka dingin dan datar Taeyong melepaskan rangkulan Jaehyun dari pinggangnya.

"Kau masih marah," Jaehyun berucap kesal. "Jangan lupa jika aku ini adalah suamimu, Taeyong!"

Taeyong menggeleng.

"Suamiku telah mati."

Ucapan itu membuat Jaehyun langsung bangkit dari duduknya Dan mencengkram sisi wajah Taeyong dengan kuat, "Jaga bicaramu."

Emosi benar-benar menguasainya, bahkan raut kesakitan Taeyong pun tak ia gubris. "Jangan lupa jika aku bisa menghancurkan semuanya bahkan hidupmu juga, jika aku menginginkannya!"

Taeyong membelalak, menatap tak percaya pada Jaehyun atas kalimat yang didengarnya. "Istrimu bahkan sudah mati sejak anaknya kau jadikan boneka mainanmu." desis Taeyong penuh luka.

Dengan nanar Taeyong lanjut berucap, "Kau... sudah kehilangan kami, Lee Jaehyun."

.

.

.

.

.

Jeno menyamankan dagunya pada pundak sempit Renjun. Tangannya semakin mengerat pada pinggang ramping pemuda itu ketika ia merasakan Renjun yang mengelus-elus punggungnya.

"Kau harus kembali kekantor," Renjun berucap. Tangannya yang awalnya mengelus punggung lebar Jeno kini menepuk-nepuknya pelan saat merasakan gelengan dari si pemuda Lee.

"Aku ingin bersamamu saja," jawab Jeno. Ia merubah posisi mereka sehingga Renjun kini terduduk dipangkuannya, dengan Jeno yang masih tetap memeluk pemuda itu dengan erat sehingga kepalanya kini berada disekitar dada Renjun.

Jeno tersenyum saat merasakan elusan ringan dipucuk kepalanya.

"Jika begini terus, aku tidak akan mau lagi membukakan pintu apartementku untuk mu." Renjun berucap masam. Tangannya yang berada di kepala Jeno bergeser untuk menjangkau telinga pemuda itu dan menariknya, membuat Jeno berjengit kaget karena tiba-tiba saja mendapatkan jeweran.

"Sakit!" Jeno mengadu, tangannya menggosok-gosok telinganya yang telah menjadi korban kekerasan. Membuat Renjun tertawa karena ekspresi lucu yang dikeluarkannya.

Sedikit merasa bersalah, Renjun pun bergerak mendekat untuk meniup telinga Jeno yang kali ini terlihat memerah, lalu menyelipkan kecupan kecil disana. Menghasilkan lengkungan bulan sabit di wajah tersenyum Jeno . "Aku mencintaimu," ucap Jeno tiba-tiba. Ia melihat Renjun yang terdiam dan kembali mengulang kalimatnya.

"Aku benar-benar mencintaimu, Renjun."

Renjun tak menjawab, pemuda kecil itu hanya diam menatap wajah tampan Jeno, sebelum bergerak turun dari pangkuannya dan berjalan menuju pintu. "A-aku rasa kau harus segera kembali ke kantor" cicit Renjun pelan sembari membukakan pintu.

(✔) FOR HIM; ╰Noren╮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang