13

10.2K 1.3K 102
                                    

Suasana di café saat ini cukup sepi. Hanya terlihat beberapa karyawan kantor yang menghabiskan waktu makan siang mereka dan juga beberapa anak sekolahan yang sepertinya sedang mengerjakan tugas sambil sesekali bercengkrama. Tak lama bunyi bel terdengar, pertanda ada pelanggan yang baru saja memasuki café, –terlihat seorang pemuda tampan dengan pembawaan dan auranya yang penuh wibawa.

Chenle tersenyum ramah pada pemuda berjas mewah itu yang saat ini duduk di tempat yang cukup terpojok didekat jendela. "Selamat datang di Rainbow Café, silahkan~" Ia menyerahkan buku menu pada si pelanggan. Namun...

"Satu Iced Espresso," ujar si pelanggan tanpa berniat meraih buku menu yang masih setia berada ditangan Chenle, pemuda Zhong itu hanya bisa tersenyum kaku memaklumi, "Baiklah tuan."

"Ah tunggu.."

Chenle berbalik, ia kembali memasang senyum ramah pada pelanggan dihadapannya, "Ya tuan?"

"Aku mau pelayan satu lagi yang mengantarnya."

"Maaf?"

"Huang Renjun, aku mau dia yang mengantar pesananku," ucapan itu dengan tegas dikatakan. Membuat Chenle mau tak mau mengangguk, tidak ingin membuat masalah apapun dengan pelanggan satu ini.

.

.

.

.

.

Satu Iced Espresso kali ini telah berada di tangan Renjun. Sebelumnya Chenle datang kepadanya sambil bersungut-sungut mengatakan ada pelanggan aneh yang meminta Renjun untuk mengantarkan pesanan miliknya. Melihat betapa kesal dan emosi nya Chenle pada pelanggan 'aneh' ini, membuat Renjun jadi penasaran dengan sosoknya.

Apakah seseorang yang Renjun kenal?

Pelanggan itu saat ini sedang menunduk, membuat Renjun tidak bisa mengenalinya dengan jelas. Terlebih lagi posisi pemuda itu yang saat ini membelakanginya. "Permisi.. ini pesanan anda."

Mendengar itu si pemuda mendongak, memperlihatkan rupanya pada Renjun yang saat ini membelalak. Hampir saja cangkir yang ia pegang terjatuh karena tangannya yang tiba-tiba saja bergetar saat mengetahui siapa sosok dihadapannya, namun pemuda itu dengan cepat menahan tangan Renjun dan kemudian mengambil alih nampan serta cangkir yang masih dipegang olehnya.

"J–jeno.."

Jeno tersenyum, "Kau terlihat terkejut." Tangannya beralih menggengam tangan Renjun yang masih bergetar, kemudian mengelus punggung tangan yang memiliki tanda lahir lucu kesukaannya dengan pelan. "Aku sudah bilang akan pulang kan?" tanyanya, menatap pada Renjun yang masih terlihat terkejut.

Ya, sekitar lima hari yang lalu Renjun memang mendapatkan surat Jeno yang mengatakan akan pulang ke Korea. Tapi ia tidak menyangka Jeno akan benar-benar kembali, bahkan rasanya terlalu cepat untuk ia menemukan Jeno disini. Renjun dengan cepat melepaskan genggaman Jeno kemudian membungkuk dengan formal. "Silahkan dinikmati tuan," ujarnya dan segera berlalu dari sana. Meninggalkan Jeno yang kali ini hanya bisa menatap ke jendela disebelahnya dengan emosi yang bercampur.

.

.

.

.

.

"Renjun."

Yang dipanggil mengerang dalam hati ketika Jeno yang saat ini masih gigih mengikutinya dengan mobil mewah nya. Pemuda Lee itu sudah sedari tadi membujuk Renjun untuk masuk kemobilnya tapi ucapannya tidak digubris sedikit pun. Malah Renjun berjalan dengan semakin cepat, membuat Jeno jadi frustasi sendiri. Jeno kemudian memilih memarkirkan mobilnya dipelataran toko terdekat dan bergegas menyusul Renjun dengan sedikit berlari. Renjun ini, meskipun kecil jalannya cepat juga.

"Renjun tunggu," Jeno semakin menambah kecepatannya ketika menyadari Renjun yang semakin gesit berlari. Dan tak lama Jeno berhasil menarik kerah hoodie yang dipakai si pemuda Huang, membuat Renjun oleng dan jatuh dalam pelukan Jeno dengan wajahnya yang menghantam pelan dada bidang pemuda Lee itu.

"Lepas," rintih Renjun pelan. Ia merasa de javu dengan situasi ini.

Jeno tak menggubris, ia malah semakin membawa Renjun kedalam pelukannya. Lingkungan yang saat ini sudah sepi –mengingat saat ini sudah pukul 10 malam, membuat Jeno semakin berani dengan perbuatannya. Ia bahkan sudah mengecup-ngecup kecil sisi leher Renjun yang tak terhalang oleh hoodie pemuda itu, mengabaikan gerakan berontak yang dilakukan Renjun.

"Lepaskan aku! Hiks..." Jeno membelalak saat melihat Renjun yang saat ini tangah menangis, ia dengan cepat melepaskan pelukannya dan langsung saja Renjun merosot jatuh, pemuda itu menangis dengan memeluk kedua kakinya. "Menurutmu ini lucu? K-kau... Kau sudah punya Ryujin t-tapi kenapa...." Renjun tidak bisa melanjutkannya.

Hatinya sakit dengan ini semua.

"Ren–"

Renjun mengatupkan kedua tangannya dan menatap Jeno dengan berlinang air mata, "Aku mohon jangan ganggu lagi... Jangan ganggu aku lagi..."

"Sayang.."

Renjun menggeleng, tangisannya makin keras saat mendengar panggilan Jeno padanya. "Hiks.... Aku mohon..."

Jeno menatap Renjun dengan pandangan kesakitan, tidak pernah terlintas dibenaknya akan membuat Renjun memohon dengan menyedihkan seperti ini. Tidak pula ia ingin Renjun menangis sampai terisak seperti ini. Tanpa berbicara sepatah kata pun, Jeno berbalik. Dengan berat hati meninggalkan Renjun yang masih menangis disana.

Meninggalkan Renjun?

Jeno tertawa hambar dengan pikiran itu. Tangannya lantas bergerak menyentuh pipinya yang terasa basah. Tanpa siapapun ketahui, disepanjang jalan pulang air mata juga tidak berhenti keluar dari netra milik Jeno.

















 Tanpa siapapun ketahui, disepanjang jalan pulang air mata juga tidak berhenti keluar dari netra milik Jeno

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
















.

.

.

.

.

================
To be Continued
================
.

.

.

.

.




































______________________________________
Nah loh? Jen???

______________________________________Nah loh? Jen???

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
(✔) FOR HIM; ╰Noren╮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang