33

9.9K 1.1K 161
                                    

Ruangan putih bersih dengan bau yang menyengat hidung adalah hal yang menyambut terbukanya mata indah bermutiara coklat itu. Tubuh lemahnya yang terbaring diatas ranjang, hanya bisa menatap kosong pada langit-langit.

Tenggorokannya terasa sakit. Dan cahaya matahari yang memasuki ruangan ini terlalu menyilaukan untuknya.

"A-a.." bibir tipis yang terlihat kering itu terbuka. Mengeluarkan suara tercekik yang berhasil menarik atensi seseorang yang sedang membaca sesuatu di atas sofa.

"Renjun-ge!"

Chenle terpekik. Dengan spontan melempar majalahnya dan bergegas menuju Renjun.

Bukannya menekan call nurse, pemuda itu malah terlihat gusar memeriksa tubuh Renjun dengan raut panik.

Otaknya memang sedang tidak bisa bekerja dengan baik, setelah akhirnya melihat Renjun membuka mata.

"Gege mau minum?" tanyanya saat menyadari Renjun yang tercekik. Dengan cepat ia mengambil segelas air dan akan segera memberikannya pada Renjun sebelum ia menyadari sesuatu.

"Astaga! Panggil dokter dulu!" dumelnya pada diri sendiri. Ia meletakkan kembali gelas itu diatas cabinet dan berlari keluar kamar perawatan Renjun untuk bisa mencari dokter.

Pemuda Zhong itu sepertinya terlalu panik, hingga melupakan fakta bahwa ia seharusnya hanya tinggal menekan tombol di sebelah ranjang Renjun, daripada berlari berkeliling untuk mencari keberadaan dokter yang bisa memeriksa keadaan gegenya.

Renjun telah tersadar.

Sebuah pesan dari Chenle, yang menjadi alasan senyuman lebar muncul di wajah Jeno hari ini.

Dengan jas kantor yang telah terlepas dari tubuhnya, Jeno menyempatkan diri membeli sebuket bunga untuk bisa ia berikan pada Renjun nanti.

Raut bahagianya sungguh sangat kentara. Bahkan pemuda itu tak lupa memberi salam kepada para dokter dan perawat yang ia temui di sepanjang lorong.

Jeno menghela nafas. Tangannya berada didada guna menenangkan detakan jangtungnya yang bertalu, sebelum membuka pintu dihadapannya dengan pelan.

Didalam ruangan ini Jeno melihat keberadaan Chenle dan Taeyong. Tapi yang lebih menarik perhatian pemuda itu adalah tubuh ringkih Renjun yang saat ini bersandar di ranjang, sedang mengunyah bubur yang disuapi ibunya.

Mata Jeno memanas tanpa sadar. Genggaman pada buket juga mengerat ketika perasaan haru begitu membucah didadanya.

Itu...

Pemuda itu benar-benar Renjunnya.

"Aku datang.." sapa Jeno dengan lirih pada Renjun yang saat ini menghentikan kunyahan.

Jeno mengecup kening kekasihnya dengan penuh kerinduan. Setetes air mata bahkan jatuh tanpa ia sadari. "Aku datang, sayang."

Renjun mengerjap.

Ia melihat pada wajah tampan yang saat ini tersenyum lembut dan mengelus surainya dengan pelan, dan sedikit mengernyit ketika pemuda itu memberikan kecupan lain di kening dan pipinya. Manik matanya hanya bisa menatap polos pada pemuda tampan itu, hingga Renjun mengeluarkan cicitan yang berhasil membuat kedua kaki Jeno lemas saat mendengarnya.

"Kau... Siapa?"

.

.

.

.

.

Amnesia disosiatif.

Dokter menjelaskan tentang kondisi Renjun yang mengalami trauma hingga otaknya tidak lagi menyimpan sebagian ingatan. Pemuda Huang itu juga tidak bisa mengenali bahkan tidak mengingat lingkungannya saat ini.

(✔) FOR HIM; ╰Noren╮Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang